Dalam pembangunan
nasional, sektor peternakan lebih bersinggungan dengan software (perangkat lunak) yang salah satunya adalah peningkatan
kualitas sumberdaya manusia. Hal ini dikarenakan produk peternakan adalah
sumber esensial protein hewani yang menjadi faktor penting dalam meningkatkan
kecerdasan manusia. Subsektor peternakan dapat dikatakan sebagai subsektor yang
strategis, karena permintaaan akan protein hewani oleh masyarakat terus
meningkat.
Salah satu usaha dalam subsektor peternakan yang memiliki potensi
untuk dikembangkan yaitu usaha budidaya sapi potong. Beberapa penelitian
sebelumnya menunjukkan hasil bahwa budidaya sapi potong memiliki nilai ekonomis
yang tinggi dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani peternak atau
menguntungkan secara finansial.
Penelitian Soebroto (2009) menunjukkan hasil, bahwa budidaya ternak sapi
potong sangat menguntungkan karena dengan minimal 4 ekor sapi tiap kandang,
hanya dalam waktu 1 tahun, BEP (Break
Even Point) dicapai pada tingkat penjualan Rp 15.200.000,- dengan B/C ratio
1,126.
Menurut Rahim (2010)
bahwa pengembangan sapi potong di Indonesia pada saat sekarang ini
maupun dimasa yang akan datang sangat menjanjikan. Hal ini dapat dilihat dengan
semakin meningkatnya jumlah permintaan atau kebutuhan masyarakat terhadap
konsumsi protein hewani yang bersumber dari daging. Oleh karena itu petani
peternak dan pengusaha ternak sapi potong serta instansi pemerintahan sangat
dituntut meningkatkan kuantitas dan kualitas sapi potong untuk memenuhi
permintaan konsumen. Kuantitas dan kualitas ternak sapi potong dalam hal ini
sapi Bali perlu mendapatkan
perhatian dan penanganan yang serius, karena ada banyak faktor yang berpengaruh
dalam pengembangannya seperti genetik dan lingkungan.
Salah satu langkah yang
dilakukan untuk mempercepat laju pengembangan sapi potong yaitu kegiatan
penyuluhan pertanian. Dengan kegiatan penyuluhan pertanian, petani yang
mengusahakan sapi potong dapat mempunyai persepsi positif terhadap sebuah
teknologi. Melalui persepsi yang positif, diharapkan petani bersedia mengubah
perilaku dalam pengolahan usaha yang dijalankan sesuai dengan anjuran teknologi
dari penyuluh. Dengan penerapan teknologi dalam usaha budidaya sapi potong yang
sesuai dengan anjuran penyuluh
diharapkan petani dapat mengelolah usahanya dengan baik, dan akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak.
Suatu teknologi yang
disampaikan oleh penyuluh tidak akan berguna tanpa adanya adopsi. Demikian juga
dengan teknologi dalam budidaya sapi potong yang telah disuluhkan oleh penyuluh seperti perkandangan, pemberian
pakan, teknologi reproduksi, dan pencegahan dan pengendalian penyakit serta
pemanfaatan limbah ternak tidak akan berguna jika tidak diadopsi oleh sasaran
penyuluhan yaitu para peternak sapi potong. Terkait dengan itu, Desa Simpursia
Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo yang merupakan salah satu daerah pengembangan
sapi potong di Kabupaten Wajo yang ditunjukkan dengan jumlah populasi sapi
potong yang tinggi di Kecamatan Pammana yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Sapi
Potong tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Pammana tahun 2011.
No.
|
Desa / Kelurahan
|
Jumlah Populasi Sapi
Potong (Ekor)
|
1.
|
Tobatang
|
159
|
2.
|
Wecudai
|
251
|
3.
|
Lapaukke
|
529
|
4.
|
Kampiri
|
617
|
5.
|
Pallawarukka
|
105
|
6.
|
Watampanua
|
149
|
7.
|
Cina
|
555
|
8.
|
Pammana
|
555
|
9.
|
Simpursia
|
704
|
10.
|
Lempa
|
13
|
11.
|
Patila
|
560
|
12.
|
Lampulung
|
9
|
13.
|
Abbanuange
|
148
|
14.
|
Tadang Palie
|
181
|
15.
|
Lagosi
|
252
|
Kecamatan Pammana
|
5. 243
|
Sumber : Dinas Pertanian
dan Peternakan Kabupaten Wajo, 2011.
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
populasi sapi potong setiap desa di Kecamatan Pammana dan Desa Simpursia
merupakan salah satu desa pusat pengembangan pertanian terpadu berbasis sapi
potong di Kabupaten Wajo yang memiliki populasi sapi yang tinggi yaitu sebanyak
704 ekor. Pada umumnya masyarakat di Desa Simpursia memelihara ternak sapi
potong. Kondisi ini didukung oleh adanya kegiatan penyuluhan pertanian di desa
ini. Dimana kegiatan penyuluhan pertanian di Desa Simpursia dilaksanakan secara
temporer dan secara rutin dilaksanakan tiga kali dalam setahun. Kegiatan
penyuluhan pertanian banyak dilaksanakan karena atas permintaan petani peternak
setiap saat bila dibutuhkan.
Pemeliharaan sapi potong
di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo merupakan bagian dari usaha
tani tanaman yang dijalankan masyarakat. Masyarakat telah mengetahui manfaat
dari pemeliharaan sapi potong yaitu usaha yang memberikan keuntungan dan dengan
hasil penjualan dari sapi potong, mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan
seperti biaya pendidikan anak dan biaya usaha tani tanaman seperti pembelian
pupuk. Namun, pada umumnya peternak belum melakukan reinvestasi pada usaha sapi
potong yang mereka kelolah yaitu bahwa peternak tidak melakukan penanaman modal
kembali dari keuntungan yang diperoleh dari usaha sapi potong untuk memperbaiki
pengelolaan usaha sapi potong yang meraka jalankan. Peternak menggunakan hasil
penjualan dari sapi potong untuk biaya produksi usaha tani tanaman yang mereka
kelolah seperti pembelian pupuk dan untuk kebutuhan seperti biaya sekolah anak,
sehingga hasil penjualan sapi potong tersebut tidak digunakan untuk memperbaiki
pengelolaan usaha sapi potong dengan melakukan penerapan teknologi dalam
budidaya sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan
pengendalian penyakit serta pemanfaatan limbah) secara menyeluruh (survei
pendahuluan).
Pengelolaan usaha sapi
potong yang baik dengan penerapan teknologi dalam pemeliharaan sapi potong
seperti perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian
penyakit serta pemanfaatan limbah dapat meningkatkan produktivitas ternak dan
pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan peternak. Namun, pada umumnya
peternak sapi potong di Desa Simpursia Kecamatan Pammana belum menerapkan
teknologi dalam budidaya sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi
reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit serta pemanfaatan limbah)
secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan dalam mengadopsi suatu teknologi
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Mardikanto
(2009), dalam mengadopsi suatu teknologi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
: sifat-sifat atau karakteristik inovasi, sifat-sifat atau karakteristik calon
pengguna, saluran atau media yang digunakan, dan kualifikasi penyuluh. Hasil
penelitian dari Prabayanti (2010) yang menyatakan bahwa adopsi suatu teknologi
dipengaruhi oleh karakteristik teknologi dan frekuensi seseorang dalam
mengakses saluran komunikasi baik melalui penyuluhan interpersonal maupun media
massa untuk mendapatkan
informasi mengenai suatu teknologi. Berdasarkan uraian tersebut, maka diadakan
penelitian mengenai Pengaruh Intensitas Penyuluhan dan Karakteristik Teknologi
Budidaya Sapi Potong terhadap Jenis Adopsi Inovasi oleh Peternak di Desa Simpursia Kecamatan Pammana
Kabupaten Wajo.
Judul : Pengaruh Intensitas Penyuluhan Dan Karakteristik Teknologi Budidaya Sapi Potong Terhadap Jenis Adopsi Inovasi Oleh Peternak Di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo (PT-29)
Judul : Pengaruh Intensitas Penyuluhan Dan Karakteristik Teknologi Budidaya Sapi Potong Terhadap Jenis Adopsi Inovasi Oleh Peternak Di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo (PT-29)
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar