Otonomi Daerah sebagai
implementasi pemberlakuan UU No.12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
(sebagai revisi dari UU No.32/2004) telah membawa banyak perubahan khususnya
dalam paradigma pengelolaan daerah. Salah satu
perubahan itu adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan
beberapa bidang pemerintahan. Sebagaimana dikemukakan (Hoessein, 2001) :
“Otonomi daerah
merupakan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian
desentralisasi sebenarnya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk
memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas demi
kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Desentralisasi dapat pula disebut
otonomisasi, otonomi daerah diberikan kepada masyarakat dan bukan kepada daerah
atau pemerintah daerah”.
Pada dasarnya tujuan utama dari pelaksanaan kebijakan
otonomi daerah adalah membebaskan
pemerintah pusat dari segala tugas-tugas pemerintahan yang membebani dan
dinilai tidak perlu karena lebih efektif jika ditangani oleh pemerintah daerah.
Dengan demikian pusat lebih banyak waktunya untuk mengamati dan merespon setiap
perkembangan yang terjadi di dunia global untuk dijadikan pertimbangan dari
setiap kebijakan yang akan diambil.
Jika ditinjau dar aspek sosial, terdapat ragam maslah
yang kemudian sering terabaikan dari kacamata kebijakan pemerintah daerah
seperti kurangnya upaya yang serius untuk mengurangi pengaruh sosial yang
mengungkung masyarakat dalam kondisi kemiskinan struktural apalagi jika lebih
diperparah dengan kurangnya akses masyarakat untuk memeperoleh pengetahuan dan
keterampian serta informasi yang digunakan untuk kemjuan masyarakat ditambah dengan
kurangnya berkembangnya kelembagaan masyarakat dan organisasi sosial yang
merupakan sarana untuk melakukan interaksi serta memperkuat ketahanan dan
perlindungan bagi masyarakat.
Melihat kondisi tersebut, menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah untuk senantiasa mendorong dan mengoptimalkan
potensi-potensi dalam masyarakat dalam wilayah otoritasnya agar pembangunan
daerah dapat berhasil dengan baik baik dalam aspek pembangunan ekonomi sosial
maupun politik. Dalam fokus penelitian kali ini, peneliti akan lebih
menitikberatkan pada pembangunan sosial sebagai salah satu fokus pembangunan
daerah dengan mengangkat bidang oahraga sebagai potensi masyarakat yang harus
mendapat perhatian mendalam dari pemerintah daerah.
Undang-undang Republik Indonesia
nomor 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional menjelaskan bahwa
olahraga merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan
nasional sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehiduan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam
sistem hukum nasional.
Permasalahan keolahragaan baik
tingkat nasional maupun daerah semakin kompleks dan berkaitan dengan dinamika
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dan bangsa serta tutuntutan perubahan
global sehingga sudah saatnya pemerintah memperhatikan secara menyeluruh dengan
memperhatikan semua aspek terkait, adaptif terhadap perkembangan oahraga dan
masyarakat, sekaligus sebagai instrumen hukum yang mampu mendukung pembinaan
dan pengembangan keolahragaan nasional dan daerah pada masa kini dan masa yang
akan datang.
Dalam undang-undang tersebut,
memperhatikan asa desentralisasi, otonomi dan peran serta masyarakat,
keprofesionalan,kemitraan, transparansi dan akuntabilitas. Sistem pengelolaan,
pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional diatur dalam semangat otonomi
daerah guna mewujdkan kemampuan daerah dan masyarakat yang mapan secara mandiri
mengembangkan kegiatan keolahragaan. Penanganan keolahragaan ini tidak dapat
lagi ditangani secara sekadarnya tetapi harus ditagani secara profesional.
Penggalangan sumber daya untuk pembinaan dan pengembangan keolahragaan
dilakukan melalui pembentukan dan pengembangan hubungan kerja para pihak
terkait secara harmonis, terbuka, timbal balik, sinergis dan saling menguntungkan.
Prinsip transparansi dan akuntabilitas
diarahkan untuk mendorong ketersediaan
informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi semua
pihak untuk berperan serta dalam kegiatan keolahragaan, memungkinkan semua
pihak untuk melaksanakan kewajibannya secara optimal dan kepastian untuk
memperoleh haknya, serta memungkinkan
berjalannya mekanisme kontrol untuk menghindari kekurangan dan
penyimpangan sehingga tujuan dan sasaran keolahragaan nasional bisa tercapai.
Sekali lagi digambarkan dalam UU
tersebut bahwa sistem keolahragaan nasional merupakan keseluruhan subsistem
keolahragaan yang saling terkait secara terencana, teradu dan berkelanjutan
untuk mencapai tujuan keolahragaan nasional. Subsistem yang dimaksud antara
lain, pelaku olahraga, organisasi olahraga, dana olahraga, sarana dan prasarana
olahraga, peran serta masyarakat, dan penunjang keolahragaan termasuk ilmu
pengetahuan, teknologi, informasi dan industri olahraga nasional yang
manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak. Seluruh subsistem keolahragaan
nasioanl diatur dengan memperhatikan keterkaitan dengan bidang-bidang lain
serta upaya-upaya yang sistematis dan berkelanjutan guna menghadapi tantangan
subsistem antara lain, melalui peningkatan koordinasi antar lambaga yang
menangani keolahragaan, pemberdayaan organisasi keolahragaan, pemberdayaan
sumber daya manusia keolahragaan, pengembangan sarana dan prasarana, peningatan
sumber dan pengelolaan pendanaan serta penataan sistem pembinaan olahraga
secara menyeluruh.
Sebagaimana wilayah-wilayah lain
yang ada dalam ruang kedaulatan NKRI, Kabupaten Sidrap sendiri mempunyai
tanggung jawab yang serupa untuk melaksanakan pembangunan masyarakat yang
sesuai dengan konteks pengembangan daerah. Dalam konteks keolahragaan,
Kabupaten Sidrap merupakan daerah dengan potensi keolahragaan yang cukup
menjanjikan dalam prospek pembangunan sosial dengan berorientasi pada
produktifitas masyarakat yang tentu saja membutuhkan stimulus bagi peningkatan
pengelolaan sumberdaya lokal secara optimal berdasarkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan mengingat perkembangan pembangunan dalam bidang
keolahragaan ini masih cukup baik dan dominan dalam menyerap potensi-potensi
masyarakat jika terdapat saling bantu antara stakeholder di daerah untuk
mengembangkannya. Selain itu bidang ini dapat menampung dan memberikan
ruang-ruang kreativitas sebagai wadah aktualisas angkatan muda untuk dapat
diarahkan kearah pembangunan sosial yang positf mengingat sebuah ungkapan lama
yang mengatakan bahwa ”dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, hal ini
kemudian dapat mengurangi tingkat patologi masyarakat yang kemudian jika ini
diterapkan di Kabupaten Sidrap sebagai sebuah kota yang mampu mengembangkan
potensi masyarakatnya.
Namun dalam pengamatan penulis terkait hal ini, upaya pemerintah daerah
masih kurang efektif dan efisien sehingga kemudian keberdayaan masyarakat
terutama di bidang keolahragaan masih terbatas pada minat dan bakat yang belum
terwadahi, akses terhadap sumber daya dalam peningkatan produktivitas masyarakatnya
disamping itu ketersediaan sarana dan prasarana menjadi masalah utama dalam
merealisasikan hal diatas.
Bertolak dari latar diatas kemudian keinginan penulis untuk mengelaborasi
lebih jauh mengenai pemberdayaan masyarakat terutama dalam pengembangan potensi
keolahragaan. Dengan mengangkat judul penelitian ”Peranan
Dinas Pemuda dan Olahraga Dalam Pembinaan Atlit Di Kabupaten
Sidrap”.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar