Kegiatan
investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, yang mana
kenaikan pada investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan
nasional (Sukirno, 2003).
Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang sekarang ini
giat melakukan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan mencakup di segala
sektor. Pembangunan di segala sektor diharapkan dapat mewujudkan struktur
ekonomi yang seimbang dan kokoh sehingga mampu berperan dalam perekonomian
nasional.
Sejalan dengan arah pembangunan nasional, maka pembangunan di
setiap propinsi maupun nasional mengarah pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Tiap propinsi membutuhkan pembangunan dalam bentuk sarana dan
prasarana fisik untuk menunjang laju pertumbuhan perekonomian. Adanya pertumbuhan
penduduk yang pesat dan kebutuhan akan fasilitas tempat tinggal dengan berbagai
kelas, gedung pabrik, perkantoran, jalan, jembatan, pelabuhan merupakan
perwujudan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi
dan industri, khususnya di daerah perkotaan yang semakin pesat perlu didukung
dengan sistem pembangunan permukiman yang baik. Perkembangan kegiatan di bidang
perekonomian, industri dan sektor-sektor lainnya memerlukan sarana dan
prasarana, khususnya di bidang permukiman, agar dapat tumbuh selaras dalam
suatu pengembangan wilayah yang terencana, karena pertumbuhan industri akan
mempercepat pertumbuhan penduduk yang ingin mencari kerja. Pertumbuhan tersebut
menyebabkan kompleksitas permasalahan permukiman di daerah perkotaan yang padat
penduduk (Setyoriawan,
2007).
Untuk mengatasi permasalahan permukiman maka dibutuhkan suatu
investasi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan permukiman dan sarana
prasarana. Investasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut adalah investasi
sektor perumahan. Seiring dengan terbukanya peluang bisnis perumahan, maka secara otomatis akan memberi peluang bagi
bisnis-bisnis pendukung seperti konsultan, pialang, agen-agen property dan
industri yang menopang bisnis perumahan ini.
Perumahan tergolong dalam sektor konstruksi yang merupakan salah
satu sektor potensial bagi pembangunan karena mampu mendatangkan penerimaan
pemerintah. Sektor perumahan mampu memberikan dampak berganda (multiplier effect) pada peningkatan
kesejahteraan, baik secara langsung (melalui penciptaan lapangan pekerjaan)
maupun tidak langsung (melalui kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional
Bruto).
Investasi perumahan yang teratur sangat diperlukan untuk
meningkatkan nilai investasi di sektor perumahan, akan tetapi hal tersebut
sulit terpenuhi karena adanya jeda waktu antara investasi yang dilakukan dengan
terwujudnya nilai tambah produk perumahan. Dalam melakukan investasi di sektor perumahan
membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan nilai tambah produk perumahan, maka
para pengembang atau para pengusaha perumahan terlebih dahulu melakukan
estimasi secara cermat agar para pengembang bisa mendapatkan nilai tambah
produk dan keuntungan yang lebih tinggi. Keuntungan yang tinggi akan mendorong
para investor untuk melakukan investasi.
Investasi di sektor perumahan sangat menjanjikan sebab pertumbuhan
penduduk terus meningkat sedangkan jumlah tanah rigid, maka harga perumahan
akan terus naik. Namun
untuk mendapatkan nilai tambah dan keuntungan yang
tinggi investasi sektor perumahan juga membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Dana yang dibutuhkan dalam melakukan investasi sektor perumahan banyak, karena
sektor ini merupakan sektor yang padat modal, sehingga para pengembang atau
para pengusaha memerlukan bantuan kredit bank untuk menjalankan usaha, dengan
adanya kredit dari bank maka besar kecilnya bunga secara otomatis mempengaruhi
keinginan investor untuk melakukan investasi di bidang ini.
Suku bunga yang tinggi akan menghambat investasi perumahan karena
para pengembang yang meminjam dana akan dikenakan biaya bunga yang tinggi
sehingga para pengembang berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan investasi,
jika keuntungan dapat menutup biaya bunga maka para pengembang bisa melakukan
investasi tetapi apabila biaya bunga lebih tinggi dari keuntungan maka para
pengembang tidak melakukan investasi.
Selain berpengaruh terhadap para pengembang tingkat suku bunga
juga dapat mempengaruhi konsumen, khususnya konsumen perumahan yang tidak
mempunyai dana yang cukup dan mengharapkan bantuan kredit dari bank untuk
membeli rumah tersebut. Suku bunga kredit yang tinggi akan menyebabkan para
kreditur tidak bisa membayar pinjaman sehingga menyebabkan kredit macet. Akibat
yang disebabkan dengan adanya kredit macet maka banyak pengangguran para
pekerja akibat perusahaan yang tidak mampu mengembalikan kredit kepada bank,
selain itu banyak bank yang mengalami kerugian yang besar sehingga banyak bank
yang dinyatakan pailit. Apabila banyak terdapat kasus seperti ini, secara umum
akan memperburuk perekonomian (Dornbusch, 1989 : 97).
Apabila keadaan perekonomian memburuk maka inflasi akan semakin
tinggi dan investasi properti akan terpengaruh. Di bidang properti ini
perkembangan indikator moneter seperti inflasi, deflasi dan tingkat suku bunga
akan mempengaruhi prospek
pendanaan dan penerimaan investasi di bidang properti
(Sri Mulyani, 1996 : 110 ).
Tingkat inflasi dapat memperburuk tingkat investasi tetapi tingkat
inflasi disatu pihak, memang menguntungkan bagi sektor perumahan. Diakui bahwa
tanah dan bangunan merupakan sasaran yang menarik dalam keadaan inflasi untuk
melindungi diri dari penurunan
nilai riil finansial. Namun demikian, inflasi yang tinggi menurunkan nilai riil
pendapatan dan kekayaan masyarakat sehingga mengurangi daya belinya untuk
membeli atau menyewa rumah.
Kota
Makassar merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah
penduduk paling banyak di Sulawesi Selatan, dengan pertumbuhan penduduk yang
tinggi maka kebutuhan akan perumahan dan permukiman juga semakin tinggi. Selain itu bisnis properti di Makassar dalam lima tahun terakhir terlihat
berkembang cukup pesat. Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) mencatat
pembangunan proyek properti, baik residensial, pusat perbelanjaan, maupun
pertokoan, makin marak. PSPI mencatat pertumbuhan sektor properti Makassar berada di posisi ketiga
di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Hal ini terlihat,
rata-rata dalam lima tahun terakhir,
pertumbuhan properti di Makassar mencapai 25% per tahun.
Apalagi
dengan rampungnya pembangunan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar semakin memantapkan
posisinya sebagai pusat pertumbuhan di bagian timur Indonesia. Dengan populasi
penduduk hanya satu juta jiwa, pertumbuhan sektor properti di Makassar memang fenomenal. Hal
ini terlihat dari lonjakan harga tanah yang melambung tinggi. Bahkan, kini ada
lokasi yang harga tanahnya sudah menyentuh angka Rp. 8 juta per meter persegi.
Properti yang akan berkembang di Kota Makassar
adalah perumahan, toko, kantor, dan perhotelan. Misalnya untuk perumahan,
dukungan program kerja REI Sulawesi Selatan yang akan menyediakan rumah murah
secara konsorsium hingga 5.000 unit diharapkan bisa tercapai di 2012. Sehingga
geliat bisnis properti bisa semakin meningkat.
Pertumbuhan properti khususnya rumah di Makassar cukup besar. Itu bisa
dilihat dari realisasi kredit kepemilikan rumah (KPR). Tahun 2010, total kredit
yang disalurkan BRI KPR sebanyak Rp. 542 miliar. Pada Oktober 2011,
realisasinya sudah sebanyak Rp.702 miliar. Rumah yang dibiayai jenisnya
beragam. Mulai dari kelas bawah yakni Rp.100 juta ke bawah, hingga kelas
menengah yakni Rp.100 juta hingga Rp.500 juta. Dari segi persentase, pembiayaan
rumah kelas bawah sebesar 15% dari total pembiayaan tahun 2010 dan 2011. Sedangkan
kelas menengah cukup besar yakni 75%, sisanya adalah jenis mewah. Peningkatan
KPR tak hanya terjadi di BRI saja. Di BCA, KPRnya meningkat 50% per Juni 2011.
Pada semester I/2010, realisasi pencairan kredit baru hanya Rp.99 miliar.
Sementara pada semester I/2011 meningkat menjadi Rp.150 miliar.
Sektor perumahan merupakan sektor yang paling padat modal dan
memerlukan pendanaan yang cukup besar dalam jangka panjang. Mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap investasi sektor perumahan sangat penting sebelum
melakukan investasi, karena dapat digunakan oleh pemerintah maupun pengembang perumahan
dalam menjaga kelangsungan pertumbuhan sektor tersebut dan menjaga stabilitas
perekonomian.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar