A. Latar Belakang
Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Serta adanya kerusakan sel, jaringan dan organ tubuh akibat radikal bebas yang dapat terbentuk dalam badan. Tubuh sebetulnya dapat menangkal hal ini dalam bentuk enzim seperti superoksida dismutase, katalase, glutation peroksida dan zat penangkal seperti vitamin C, vitamin E, beta karoten (Constantinides, dalam Boedi & Hadi, 2004). Menurut Boedi & Hadi (2004) peristiwa menua akibat metabolisme badan sendiri, antara lain karena kalori yang berlebihan atau kurang aktivitas.
Serta adanya kerusakan sel, jaringan dan organ tubuh akibat radikal bebas yang dapat terbentuk dalam badan. Tubuh sebetulnya dapat menangkal hal ini dalam bentuk enzim seperti superoksida dismutase, katalase, glutation peroksida dan zat penangkal seperti vitamin C, vitamin E, beta karoten (Constantinides, dalam Boedi & Hadi, 2004). Menurut Boedi & Hadi (2004) peristiwa menua akibat metabolisme badan sendiri, antara lain karena kalori yang berlebihan atau kurang aktivitas.
Lansia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi, asterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan menyebabkan atau menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark miokard, koma asidosik, metastasis kanker (Boedi & Hadi (2004)
Pada lansia, kualitas tidur pada malam hari mengalami penurunan menjadi sekitar 70-80 % sedikit efektif dari usia dewasa. Hal ini juga didukung oleh pendapat Nugroho (1999) yang mengatakan bahwa pada kelompok usia 70 tahun dijumpai 22 % kasus mengeluh mengenai masalah tidur dan 30 % dari kelompok tersebut banyak yang terbangun di malam hari.
Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak, rata-rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur. Tidur merupakan proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh (Setiyo P, 2007).
Menurut Perry & Potter (2005), fisiologi tidur dimulai dari irama sirkadian yang merupakan irama yang dialami individu yang terjadi selama 24 jam. Irama sirkandian mempengaruhi pola fungsi mayor biologik dan fungsi perilaku. Naik turunnya temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi hormon, ketajaman sensori dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkandian. Irama sirkandian meliputi siklus harian bangun tidur yang dipengaruhi oleh sinar, temperatur dan faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan kerjaan rutin.
Salah satu fungsi tidur yang paling utama adalah untuk memungkinkan sistem syaraf pulih setelah digunakan selama satu hari. Dalam The World Book Encyclopedia, dikatakan tidur memulihkan energi kepada tubuh, khususnya kepada otak dan sistem syaraf. Beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa orang Indonesia tidur rata-rata pukul 22.00 dan bangun pukul 05.00 keesokan harinya. Penelitian di Denpasar menunjukkan 30-40% aktivitas mereka untuk tidur. Sedang penelitian yang dilakukan di Jepang disebutkan 29% responden tidur kurang dari 6 jam, 23% merasa kekurangan dalam jam tidur 6% menggunakan obat tidur, 21 % memiliki prevalensi insomnia dan 15% memiliki kondisi mengantuk yang parah pada siang harinya. Setiap orang pada dasarnya pernah mengalami insomnia. Sebuah survei yang dilakukan oleh National Institut of Health di Amerika menyebutkan bahwa pada tahun 1970, total penduduk yang mengalami insomnia 17% dari populasi, presentase penderita insomnia lebih tinggi dialami oleh orang yang lebih tua, dimana 1 dari 4 pada usia 60 tahun mengalami sulit tidur yang serius.
Menurut Hawari (1990), insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti tidur, jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Gangguan dan kesulitan tidur seringkali mengganggu, baik ketika memasuki tahap pertama tidur ataupun ketika tidur berlangsung. Gangguan ini dapat terjadi karena adanya permasalahan psikis maupun fisik, yang dapat menimbulkan kesulitan seseorang untuk memasuki keadaan tenang. Keadaan cemas yang berlebihan akan menyebabkan otot-otot tidak dapat relaks dan pikiran tidak terkendali. Gangguan tidur yang sering muncul dapat digolongkan menjadi 4 yaitu : (1) insomnia; gangguan masuk tidur dan mempertahankan tidur, (2) hypersomnia; gangguan mengantuk atau tidur berlebihan, (3) disfungsi kondisi tidur seperti somnabolisme, night teror, dan (4) gangguan irama tidur.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling umum terjadi pada individu dewasa, yaitu ketidakmampuan mendapatkan keadekuatan tidur berdasarkan kualitas maupun kuantitas tidur (Koezier, 2004 dalam potter & perry, 2005). Menurut National Institute of Health 1995 dalam setiyo,2007 Insomnia atau gangguan sulit tidur dibagi menjadi tiga yaitu insomnia sementara (intermittent) terjadi bila gejala muncul dalam beberapa malam saja. Insomnia jangka pendek (transient) bila gejala muncul secara mendadak tidak sampai berhari-hari, kemudian insmonia kronis (Chronic) gejala susah tidur yang parah dan biasanya disebabkan oleh adanya gangguan kejiwaan.
Upaya mengatasi insomnia tergantung dari penyebab yang menimbulkan insomnia. Bila penyebabnya adalah kebiasaan yang salah atau lingkungan yang kurang kondusif untuk tidur maka terapi yang dilakukan adalah mengubah kebiasaan dan lingkungannya.
Salah satu upaya untuk mengatasi insomnia adalah dengan metode relaksasi. Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Teknik ini disebutnya relaksasi progresif yaitu teknik untuk mengurangi ketegangan otot. Jacobson berpendapat bahwa semua bentuk ketegangan termasuk ketegangan mental didasarkan pada kontraksi otot (Setiyo P, 2007).
Relaksasi adalah salah satu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan (Goldfried dan Davidson, 1976). Teknik ini dapat digunakan oleh pasien tanpa bantuan terapi dan mereka dapat menggunakannya untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami sehari-hari dirumah. Menurut pandangan ilmiah relaksasi merupakan perpanjangan serabut otot skeletal, sedangkan ketegangan merupakan kontraksi terhadap perpindahan serabut otot.
Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Termasuk dalam relaksasi otot adalah: 1) Relaxation via tension-Relaxation, 2) Relaxation via Letting Go, 3) Differential Relaxation. Pelatihan relaksasi semakin sering dilakukan karena dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan Jacobson dan Wolpe terbukti bahwa relaksasi secara efektif dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan (Prawitasari, 1988).
Di Panti Wredha Purbo Yuwono Klampok Brebes jumlah lansia pada bulan November tahun 2007 sebanyak 92 lansia. Dari jumlah tersebut didapat 52 lansia perempuan (56.52%) dan 40 lansia laki-laki (43.48%), rata-rata berumur 60-70 tahun. Setelah peneliti melakukan wawancara pada petugas kesehatan yang berada di panti mengatakan bahwa lansia yang mengeluh seperti : tidak bisa tidur dengan nyenyak, badannya terasa pegal-pegal seteleh bangun tidur, sulit mengawali tidur pada malam hari. Selama ini pihak panti senantiasa melakukan kegiatan bimbingan yang melibatkan lansia berupa bimbingan sosial (perorangan, kelompok maupun masyarakat), mental agama, estetika, fisik, keterampilan, bimbingan konsultatif. Selain bimbingan sosial, kegiatan rekreatif (pengisi waktu luang dan rekreasi) juga diberikan kepada para lansia, seperti kegiatan menyulam yang didasarkan pada bakat dan keinginan lansia namun hanya sedikit lansia yang melakukan kegiatan ini. Selain menyulam lansia yang masih potensial juga tetap dilibatkan dalam kegiatan sehari-hari sesuai dengan jadwal pembagian tugas. Pihak panti selama ini juga telah rutin melakukan senam setiap pagi yaitu Senam Sehat Indonesia (SSI). Selain SSI, dan senam osteoporosis juga diberikan kepada lansia yang dilakukan oleh para praktikan di Panti Wredha Purbo Yuwono Klampok Brebes.
Berdasarkan fenomena dan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Efektifitas tehnik relaksasi progresif terhadap berkurangnya keluhan insomnia pada lansia di Panti Wredha Purbo Yuwono Klampok Brebes”.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar