BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perilaku pembelian konsumen memang merupakan suatu pembahasan yang unik dan menarik , sebab bahasan ini akan menyangkut pada berbagai faktor di berbagai dimensi kehidupan manusia yang berbeda-beda. Selama manusia tersebut melakukan kegiatan perekonomian –pembelian- dalam kehidupan, maka selama itu kita akan selalu mendapatkan fenomena-fenomena baru dalam pola perilaku pembeliannya.
Salah satu fenomena yang cukup menarik perhatian penulis dan mungkin pula menarik perhatian banyak orang yaitu fenomena peredaran produk-produk imitasi –barang palsu- sebagai sebuah alternatif baru dalam pilihan konsumsi konsumen Indonesia. “Tiap orang di Indonesia menggunakan produk imitasi, setidaknya sekali seumur hidup” itulah sebuah satire yang mungkin pernah kita dengar. Kalau mau jujur berapa persen dari seluruh produk yang kita miliki yang benar-benar orisinal? Sisanya, bisa merupakan imitasi atau meniru sendiri. Hal seperti ini nampaknya nikmat dari sisi konsumen, tapi merupakan musibah bagi pihak perusahaan. Terlebih lagi apabila kita dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa International Intellectual Property Alliance (IIPA), sebuah organisasi independen di AS, merekomendasikan kepada Departemen Perdagangan AS dan World Intellectual Property Organization untuk tetap memasukkan Indonesia dalam peringkat yang diawasi. Sejak tahun 2000, Amerika menganggap Indonesia kurang serius dalam pelindungan HAKI. Hal itu tampak pada klaim pelanggarannya yang mencapai 668,2 juta dollar AS tahun 1997. Dari jumlah itu, pembajakan hak cipta mencapai 334,1 juta dollar AS, program komputer 256,1 juta dollar AS, serta untuk pembajakan buku, film, rekaman lagu, dan komposisi musik total sebesar 78 juta dollar AS (kompas/16 April 2002). Data tersebut, belum termasuk pembajakan terhadap karya-karya lokal.
Salah satu bukti kasar yang dapat kita lihat di lapangan yaitu semakin meningkatnya konsumen maupun produsen produk-produk imitasi di berbagai tempat. Terlepas dari legal maupun tidak legalnya kegiatan perekonomian semacam ini, kita dapat saksikan dengan jelas bahwa tempat-tempat yang menjual produk-produk imitasi tidak pernah sepi dari kegiatan perekonomian, sekalipun itu pada hari libur.
Bahasan ini semakin menarik karena produk imitasi yang dahulunya dianggap hanya mengunggulkan harga yang murah dengan mengabaikan kualitas dari produk yang ditawarkan, ternyata saat ini tidak seluruhnya benar. Sebab dalam sebuah perbincangan, penulis menemukan sebuah pendapat baru bahwa tidak semua barang imitasi kualitasnya rendah, pada kenyataannya banyak barang imitasi sudah mulai menyamai kualitas dari barang yang diimitasinya. Bahkan ada beberapa produsen produk imitasi yang berani menyatakan bahwa produk yang ditawarkannya tidak kalah dengan produk aslinya.
Hal ini semakin masuk akal ketika ada sebuah argumen bahwa produk imitasi dapat menawarkan produknya dengan kualitas hampir menyamai bahkan sama dengan produk aslinya dengan harga yang jauh dibawah harga produk asli, disebabkan produsen produk imitasi dapat memangkas banyak biaya yang seharusnya harus dikeluarkan oleh para produsen produk asli. Sebagian produsen produk asli mematok harga yang mahal dikarenakan mereka harus menutup berbagai biaya seperti biaya promosi –dimana sebagian besar perusahaan dunia menganggarkan sepertiga dari anggaran tahunannya untuk biaya ini-, biaya penelitian dan pengembangan produk, biaya penyaluran&distribusi serta pajak yang persentasenya tidak sedikit. Selain itu, harga mahal dapat juga disebabkan karena produk tersebut telah memiliki popularitas dimata konsumen, sehingga beberapa konsumen cenderung “membeli merek” dan mengesampingkan kualitas maupun harga.
Di bidang merek, pelanggaran tidak hanya menyangkut merek-merek asing. Selain merek terkenal asing, termasuk yang telah diproduksi di dalam negeri, merek-merek lokal juga tak luput dari sasaran peniruan dan pemalsuan. Di antaranya, produk rokok, tas, sandal dan sepatu, busana, parfum, arloji, alat tulis dan tinta printer, oli, dan bahkan onderdil mobil. Kasus pemalsuan yang terakhir ini terungkap lewat operasi penggerebekan terhadap sebuah toko di Jakarta Barat yang mendapatkan sejumlah besar onderdil Daihatsu palsu. Pelakunya telah ditindak dan saat ini sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Barat.
Dalam hubungannya dengan perekonomian, Pasar eceran pekanan Gasibu Kota Bandung merupakan salah satu contoh sentra perdagangan produk imitasi di Kota Bandung setelah Pasar Baru dan Dalem kaum. Pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung merupakan salah satu pasar yang dikunjungi konsumen dalam jumlah yang relatif besar walaupun pasar ini hanya ada setiap hari minggu. Dari sebuah sumber pengunjung pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung tiap pekannya diperkirakan mencapai 10.000 orang yang berasal dari seluruh pelosok Kota Bandung hingga Kotif Cimahi, Kabupaten bandung, dan Kabupaten Sumedang. Ini juga menjadi menarik untuk diteliti oleh penulis, karena secara umum cukup meratanya pengunjung pasar Gasibu, baik itu dari asal domisilinya, tingkat pendapatannya, tingkat pendidikannya, golongan usianya, dan jenis kelaminnya, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pendapat penduduk Kota Bandung mengenai peredaran produk imitasi jenis fashion di kotanya atau minimal pendapat pengunjung pasar eceran pekanan Gasibu itu sendiri.
Hal yang menarik lainnya adalah hal apa yang membuat banyak orang yang mengunjungi pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung tiap pekannya? Apakah karena faktor produk yang ditawarkan disana memiliki variasi produk yang banyak? atau karena harga produk yang ditawarkan disana relaitif dibawah harga normal yang berlaku? atau tempat penjualan dimana terdapat korelasi antara olah raga pagi dengan berbelanja? atau hanya sebuah trend untuk mengunjungi Gasibu tiap hari minggu?
Namun terlepas dari itu semua, pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung telah memberikan kontribusi besar dalam perekonomian setiap pekannya. Baik itu kontribusi bagi pedagangnya sebagai tempat mencari nafkah, kontribusi yang berasal dari biaya retribusi yang masuk ke kas Pemda, atau kontribusi bagi konsumen yang mendapat penawaran produk dengan harga yang relatif terjangkau. Di lain sisi keberadaan pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung banyak meresahkan pihak-pihak yang merasa terancam dengan keberadaan pasar jenis ini. Banyak hal yang harus diamati mengenai tempat ini sebab bukan hanya efek negatif saja yang ditimbulkan, namun ternyata efek positif bagi beberapa pihak juga dapat dirasakan dengan jelas.
Kembali ke masalah perilaku pembelian konsumen, untuk memahami pola perilaku pembelian konsumen yang unik ini, maka kita akan membahasnya melalui sudut pandang atribut-atribut program pemasaran sebuah produk (marketing mix). Atribut-atribut program pemasaran sebuah produk tersebut dapat menjadi sebuah obyek yang menarik dan mengundang perhatian, terutama bagi pengunjung pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung dan penduduk kota Bandung pada umumnya. Selanjutnya, atribut tadi menjadi stimulus (rangsangan) yang akan diinterpretasikan hingga menjadi gambaran yang berarti dan saling berkaitan atau persepsi, berdasarkan kriteria evaluasi yang ada di benak mereka. Setiap individu memiliki kriteria evaluasi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga persepsi yang muncul pun akan berbeda-beda. Sementara itu suatu obyek akan dapat dinilai dari berbagai segi berdasarkan jumlah atribut yang melekat padanya. Kumpulan persepsi seseorang terhadap suatu obyek membentuk suatu citra tertentu atas obyek yang bersangkutan, maka dalam penelitian ini bila obyeknya adalah suatu produk imitasi jenis fashion maka citra yang terbentuk itu disebut citra produk imitasi jenis fashion.
Konsumen sebagai individu perilakunya turut dibentuk oleh faktor psikologis yang terdiri dari motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Dengan demikian, perilaku pembelian yang diperagakan konsumen terhadap suatu produk imitasi jenis fashion juga dapat turut dibentuk oleh sekumpulan persepsi mereka terhadap atribut produk imitasi jenis fashion yang mereka rasakan.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh penawaran produk imitasi jenis fashion terhadap keputusan pembelian konsumen di pasar eceran dengan judul “Pengaruh Penawaran Produk Imitasi Jenis Fashion terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen pada Konsumen Pasar Eceran Pekanan Gasibu Kota Bandung”
1.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
Salah satu fenomena yang cukup menarik perhatian penulis dan mungkin pula menarik perhatian banyak orang yaitu fenomena peredaran produk-produk imitasi –barang palsu- sebagai sebuah alternatif baru dalam pilihan konsumsi konsumen Indonesia
Hal ini semakin masuk akal ketika ada sebuah argumen bahwa produk imitasi dapat menawarkan produknya dengan kualitas hampir menyamai bahkan sama dengan produk aslinya dengan harga yang jauh dibawah harga produk asli, disebabkan produsen produk imitasi dapat memangkas banyak biaya yang seharusnya harus dikeluarkan oleh para produsen produk asli.
Pasar eceran pekanan Gasibu Kota Bandung merupakan salah satu contoh sentra perdagangan produk imitasi di Kota Bandung setelah Pasar Baru dan Dalem kaum. Pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung merupakan salah satu pasar yang dikunjungi konsumen dalam jumlah yang relatif besar walaupun pasar ini hanya ada setiap hari minggu. Dari sebuah sumber pengunjung pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung tiap pekannya diperkirakan mencapai 10.000 orang yang berasal dari seluruh pelosok Kota Bandung hingga Kotif Cimahi, Kabupaten bandung, dan Kabupaten Sumedang.
Hal yang menarik lainnya adalah hal apa yang membuat banyak orang yang mengunjungi pasar eceran pekanan Gasibu kota Bandung tiap pekannya? Apakah karena faktor produk yang ditawarkan disana memiliki variasi produk yang banyak? atau karena harga produk yang ditawarkan disana relaitif dibawah harga normal yang berlaku? atau tempat penjualan dimana terdapat korelasi antara olah raga pagi dengan berbelanja? atau hanya sebuah trend untuk mengunjungi Gasibu tiap hari minggu?
Kembali ke masalah perilaku pembelian konsumen, untuk memahami pola perilaku pembelian konsumen yang unik ini, maka kita akan membahasnya melalui sudut pandang atribut-atribut program pemasaran sebuah produk (marketing mix). Kemudian fenomena ini akan dihubungkan dengan proses keputusan pembelian konsumen, untuk nantinya akan dapat diketahui pengaruh antara dua variabel tersebut.
Dari uraian diatas, penulis dapat merumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengetahuan konsumen yaitu konsumen pasar eceran pekanan Gasibu Kota Bandung mengenai maraknya penawaran produk-produk imitasi jenis fashion di pasar eceran pekanan Gasibu Kota Bandung.
2. Bagaimana tanggapan konsumen yaitu konsumen pasar eceran pekanan Gasibu Kota Bandung mengenai maraknya penawaran produk-produk imitasi jenis fashion di pasar eceran pekanan Gasibu Kota Bandung
3. Seberapa besar pengaruh penawaran produk-produk imitasi tersebut terhadap proses keputusan pembelian produk fashion pada konsumen pasar eceran pekanan Gasibu Kota Bandung.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar