BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sejak dasawarsa 1970'an, fenomena kebangkitan Islam terjadi di seluruh dunia. Dampak fenomena ini terhadap Islam di Indonesia mempengaruhi agama, politik dan keadaan sosial. Selain perubahan dalam bidang agama, politik dan sosial, salah satu perubahan yang jelas adalah pemakaian busana Muslim.
Salah satu fenomena yang juga cukup menarik perhatian penulis dan mungkin pula menarik perhatian banyak orang yaitu fenomena loyalitas pengguna busana Muslim di Indonesia mengingat pemakaian busana Muslim bukan merupakan bagian dari sejarah di Indonesia. Juga, karena Indonesia adalah negara tropis, busana Muslim tidak logis - disebabkan karena cuaca yang panas (Brenner 1996:673). Namun demikian, mengapa busana Muslim menjadi populer di Indonesia? Mungkin jawaban dari pertanyaan itu terdapat dalam perasaan identitas Muslim di Indonesia, sehingga hampir setiap orang Muslim mau berubah untuk menerima pemakaian busana Muslim yang sebenarnya tidak cocok untuk iklim di Indonesia.
Dalam hal ini, kesadaran setiap Muslim dipengaruhi oleh ajaran agamanya diantaranya ada beberapa bagian di Al Qur'an yang mewajibkan untuk menutup aurat.
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mu'min: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al-Qur'an Surat Al Ahzab: 59)”.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, hubungan antara Islam dan negara adalah hubungan yang sulit. Pemerintah Indonesia menolak permintaan menjadi negara Islam sejak kemerdekaan. Sekalipun sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, agama itu tidak ditetapkan satu-satunya agama yang resmi di Indonesia. Ada lima agama resmi di Indonesia, dan kedudukan agama Islam sederajat dengan agama-agama lain. Pemerintahan pada waktu itu selalu mendorong partisipasi Islam dalam masalah sosial, tetapi Islam politik ditiadakan, khususnya sumber kekuasaan Islam politik (Brenner 1996:676). Gerakan Darul Islam - gerakan yang berusaha mendirikan negara Indonesia sebagai negara Islam, dihilangkan pada tahun 1962 - memberi masyarakat Indonesia dengan perasaan negatif terhadap fundamentalisme di Indonesia (Jenkins 1998 dalam www.hamline.edu). Oleh karena itu, ketika busana Muslim menjadi populer pada tahun-tahun 1980'an, berarti dipengaruhi oleh situasi politik di Indonesia (Marcoes-Natsir 2004 dalam www.qantara.de). Pada waktu itu, dan beberapa tahun-tahun sebelumnya, masih ada banyak perusahaan dan organisasi yang melarang pegawai perempuan memakai busana Muslim (Powell 2003:45).
Pada tahun-tahun 1980'an setiap orang telah mengenal dan menggunakan busana Muslim meski masih dalam keadaan yang terbatas. Mereka berhenti memakai kebaya (yang menunjukkan lehernya) dan sarung (yang ketat) dan gaya rambut yang sulit. Reaksi terhadap perilaku ini adalah sikap kebingungan, kemarahan dan kecurigaan. Setiap orang yang menggunakan pakaian Muslim dianggap sebagai orang fanatik atau fundamentalis oleh masyarakat, termasuk keluarga dan teman-teman (Geertz dalam www.faculty.uccb.ns.ca). Pemerintah menciptakan aturan supaya busana Muslim dilarang di kantor-kantor pemerintahan. Sehingga menjadikan pilihan menggunakan busana Muslim adalah pilihan yang berat. Pada 1980'an seorang murid di Bogor, Jawa Barat, diberi pilihan ini: memilih berjilbab atau bersekolah, tetapi tidak bisa melakukan dua-duanya (Marcoes-Natsir 2004 dalam www.qantara.de).
Sebagai akibat gerakan revolusi Islam di negara Iran (yang mewajibkan penggunaan jilbab bagi perempuan), suasana dalam menggunakan busana Muslim menjadi lebih terbuka di seluruh dunia, termasuk negara Indonesia. Globalisasi Islam terjadi melalui perkembangan televisi dan media massa. Orang Islam mulai merasa sebagai anggota masyarakat internasional (Brenner 1996:678). Sebelum itu, berbusana Muslim dianggap sebagai hanya untuk ibu-ibu taat yang sudah tua yang tinggal di desa (Geertz dalam www.faculty.uccb.ns.ca). Kelihatannya lebih banyak orang Indonesia menjadi lebih senang kalau dapat mengekspresikan sendiri sebagai orang Islam dalam busana Muslim (Jenkins 1998 dalam www.hamline.edu).
Awal popularisasi terjadinya pengenalan busana Muslim di Indonesia, salah satunya adalah ketika pemerintahan Presiden Suharto menjalin hubungan dengan pemimpin Islam, untuk mendapatkan sokongan mereka bagi kelangsungan pemerintahan pada waktu itu. Pemerintah memberikan pembiayaan kepada pembangunan institusi dan organisasi Islam, misalnya bank-bank, pers Islam, mesjid, dan lembaga pendidikan. Keluarga Suharto ingin dianggap sebagai lebih taat, yang kemudian dilanjutkan dengan naik haji, dan anak perempuan mulai berjilbab (Marcoes-Natsir 2004 dalam www.qantara.de). Mereka sering menghadiri upacara Islam. Anak perempuan Suharto - Tutut - mulai berjilbab dalam gaya yang menarik, dan perempuan-perempuan mencoba mirip gayanya. Ini merupakan permulaan gerakan mode Islam di Indonesia.
Pada awalnya, gaya-gaya dan desain-desain mahal dan akibatnya bisa dibeli hanya oleh orang kaya saja. Tetapi desain yang lebih murah dan gaya yang biasa bisa diciptakan sendiri. Hal ini berarti bahwa mode Islam menjadi tersedia untuk semua tingkat golongan masyarakat (Marcoes-Natsir 2004 dalam www.qantara.de).
Sejarah popularisasi busana Muslim dipengaruhi oleh keadaan politik, sosial, dan ekonomi. Tetapi bagaimana pada saat ini? Busana Muslim sudah dipakai oleh banyak warga Indonesia, dan sudah diterima oleh kebanyakan orang Indonesia. Apa peran busana Muslim di antara konteks loyalitas di Indonesia?
Dalam bidang busana Muslim ada banyak gaya dan mode. Kalau berjilbab, bisa memakai topi di atas jilbab, bisa memasukkan plastik supaya melindungi kulit dari sinar matahari, dan bisa membeli jilbab yang sudah siap dipakai (misalnya kalau ada elastik dipakai). Busana Muslim adalah komoditi yang dibeli, dijual, dan dipakai di seluruh Indonesia, dan kemudian busana itu bisa dianggap sebagai unsur kebudayaan yang pada akhirnya menjadi lebih memasyarakat.
Dalam artikel Sian Powell (2003:45), dia menulis bahwa karena proses popularisasi busana Muslim dan proses westernisasi terjadi bersama-sama di Indonesia, maka mode menjadi unsur berpakaian yang sangat penting, dan pada saat ini kalau ada orang yang menggunakan busana Muslim dianggap sebagai orang yang bermode. Oleh karena itu, ada banyak perempuan di Indonesia yang baru berjilbab.
Dari semua informasi tersebut, bisa dilihat bahwa industri busana Muslim adalah industri yang cukup besar. Artikel yang mempertunjukkan bagaimana menggunakan busana Muslim, bagaimana menjahit busana Muslim dan bagaimana tetap cantik sementara berbusana Muslim sudah cukup banyak. Artikel-artikel tentang busana Muslim ditawarkan sama dengan artikel tentang kesehatan, masakan, dan kesantaian dalam satu edisi majalah atau koran tabloid. Karena busana Muslim tersedia sama seperti halnya busana lain di dalam beberapa majalah dan koran tabloid di Indonesia, ini bukti bahwa industri mode Islam bagian biasa industri mode di Indonesia. Dari contoh iklan Sunsilk Hijau bisa dilihat bahwa industri kosmetika juga menjadi tertarik pada busana Muslim, karena mereka menjadi sadar bahwa industri ini sudah bertambah cepat. Perusahaan itu meneliti bagaimana menciptakan sampo yang khusus untuk orang berkerudung.
Dalam hubungannya dengan perekonomian dan perkembangan busana Muslim, PT Shafira Laras Persada adalah merupakan salah satu contoh perdagangan produk busana Muslim di Indonesia dan lebih kecil lagi yaitu di Kota Bandung selain dari perusahaan lain yang juga memproduksi busana Muslim (diperlihatkan pada tabel 1.1). PT Shafira Laras Persada merupakan salah satu perusahaan produk busana Muslim yang cukup memiliki pelanggan yang loyal. Shafira yang berlokasi di wilayah Bandung memiliki dua butik sebagai tempat penjualan produk-produknya salah satunya adalah yang sedang penulis teliti yaitu Butik busana muslim Shafira di jalan Sulanjana 28 sedangkan lainnya berada di jalan Buah Batu 165 berlokasi di wilayah Bandung Selatan. Dilihat dari data perusahaan, dalam satu hari pelanggan yang datang cukup banyak yaitu berjumlah 7-8 orang setiap harinya yang tidak hanya berasal dari kota Bandung saja tetapi juga berasal dari kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang. Sedangkan untuk total pelanggannya sendiri Shafira di jalan Sulanjana memiliki sebanyak 250 orang member/pelanggan. Ini menjadi menarik untuk diteliti oleh penulis, karena secara umum pola pemasaran Shafira lebih menekankan kepada kalangan kelas menengah ke atas, sehingga melihat pelanggan dari karakteristik baik itu dari asal domisilinya, tingkat pendapatannya, tingkat pendidikannya, golongan usianya, dan jenis kelaminnya, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pendapat mengenai loyalitas pelanggan terhadap produk busana Muslim Shafira yang dipasarkan.
Hal menarik lainnya tentang produk busana Muslim ini adalah mengenai hal apa yang membuat orang mau melakukan kunjungan atau bahkan pembelian produk Shafira? Apakah karena faktor produk yang ditawarkan disana memiliki variasi produk yang banyak? atau karena harga produk yang ditawarkan disana relatif terjangkau? atau tempat penjualan dimana terdapat korelasi antara kenyamanan dengan berbelanja? atau hanya sebuah trend untuk mengunjungi dan melakukan pembelian produk busana Muslim?
Pada pengamatan sebelumnya mengenai tanggapan konsumen Shafira terhadap pelaksanaan kinerja bauran pemasaran perusahaan, maka terdapat beberapa orang pelanggan yang menyatakan tentang produk yang kurang memiliki tingkat kualitas yang diharapkan karena ternyata produk yang ditawarkan terkadang memiliki kekurangan, seperti jahitan yang kurang baik, warna yang luntur, dan terkadang sulit untuk mencari ukuran yang sesuai sehingga ada pelanggan yang mengeluhkan bahwa pelanggan tersebut harus menyesuaikan kembali busana yang telah dibeli karena tidak ada ukuran produk yang sesuai. Selain dari hal diatas ada juga yang menyatakan tentang alat-alat promosi yang terkadang masih belum dapat memberikan informasi menyeluruh mengenai Shafira hala lainnya lagi yaitu tempat yang agak dalam dan terkadang sulit untuk terjangkau.
Namun terlepas dari itu semua, PT Shafira Laras Persada telah banyak memberikan kontribusi besar dalam perekonomian terutama dalam membangun trend mode Islami dalam jangka waktu yang cukup lama. Di lain sisi keberadaan Shafira merupakan suatu alternatif pembelian produk busana yang saat ini sedang menuai keuntungan yang cukup besar dikarenakan mode yang sedang menjamur di kalangan masyarakat.
Kembali ke masalah loyalitas pelanggan yang cukup unik untuk dapat diperkirakan ini, maka kita akan membahasnya melalui sudut pandang manajemen pemasaran dalam membentuk suatu kinerja perusahaan dengan pendekatan atribut pemasaran yaitu pada model bauran pemasaran (marketing mix) yang dikembangkan oleh Kotler Philip (2003:393), terdiri dari product, promotion, price, dan place (distribution channel). Hal ini untuk melihat yang dirasakan pelanggan tentang kualitas produk atau jasa layanan perusahaan produk busana muslim dan kualitas produk atau jasa layanan seperti apa yang diinginkan oleh pelanggan.
Untuk mengidentifikasi pemenuhan tingkat kualitas harapan para konsumen tidak mudah, karena sekali konsumen dapat merasakan kualitas produk atau jasa layanan yang tinggi baik dari perusahaan maupun dari pesaingnya, maka mereka akan mengharapkan pengalaman yang sama akan berulang. Apabila suatu perusahaan dapat mengidentifikasi kualitas produk atau jasa layanan sesuai dengan harapan konsumen, sudah barang tentu hal ini akan menimbulkan kepuasan pada konsumennya, dengan kata lain penawaran kualitas produk atau jasa layanan yang baik dapat mempengaruhi pemakaian ulang produk ataupun jasa perusahaan.
Kualitas produk atau jasa layanan yang baik dalam menciptakan kepuasan konsumen memberikan berbagai manfaat, diantaranya memberikan dasar yang kuat bagi terciptanya kesetiaan konsumen yang pada akhirnya disebut sebagai loyalitas pelanggan. loyalitas pada suatu perusahaan akan membentengi pelanggan dari serangan para pesaing (retention). Di samping itu, loyalitas yang tinggi juga menjadi pendorong untuk melakukan pembelian ulang (repurchase) serta mengajak orang lain untuk menggunakan jasa tersebut (referral).
Agar dapat memperoleh informasi yang lebih jelas dan disertai bukti ilmiah mengenai bagaimana pengaruh penerapan bauran pemasaran produk busana muslim dalam peningkatan kinerja, arahan, serta motivasi pemasaran terhadap pembentukan loyalitas pelanggan, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian dengan menjadikan butik busana muslim Shafira di jalan Sulanjana 28, Bandung sebagai studied population.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
PT Shafira Laras Persada adalah merupakan salah satu contoh perdagangan produk busana Muslim di Indonesia dan lebih kecil lagi yaitu di Kota Bandung selain dari perusahaan lain yang juga memproduksi busana Muslim. PT Shafira Laras Persada merupakan salah satu perusahaan produk busana Muslim yang cukup memiliki pelanggan yang loyal. Shafira yang berlokasi di wilayah Bandung memiliki dua butik sebagai tempat penjualan produk-produknya salah satunya adalah yang sedang penulis teliti yaitu Butik busana muslim Shafira di jalan Sulanjana 28 sedangkan lainnya berada di jalan Buah Batu 165 berlokasi di wilayah Bandung Selatan.
Pada pengamatan sebelumnya terdapat beberapa orang pelanggan yang menyatakan tentang produk yang kurang memiliki tingkat kualitas yang diharapkan karena ternyata produk yang ditawarkan terkadang memiliki kekurangan seperti jahitan yang kurang baik, warna yang luntur, dan terkadang sulit untuk mencari ukuran yang sesuai sehingga ada pelanggan yang mengeluhkan bahwa pelanggan tersebut harus menyesuaikan kembali busana yang telah dibeli karena tidak ada ukuran produk yang sesuai. Selain dari hal diatas ada juga yang menyatakan tentang alat-alat promosi yang terkadang masih belum dapat memberikan informasi menyeluruh mengenai Shafira serta tempat yang agak dalam dan terkadang sulit untuk terjangkau.
Kembali ke masalah loyalitas pelanggan yang cukup unik untuk dapat diperkirakan ini, maka kita akan membahasnya melalui sudut pandang manajemen pemasaran dalam membentuk suatu kinerja perusahaan dengan pendekatan atribut pemasaran produk yaitu pada model bauran pemasaran (marketing mix) yang dikembangkan oleh Kotler Philip (2003:393), terdiri dari product, promotion, price, dan place (distribution channel). Hal ini untuk melihat yang dirasakan pelanggan tentang kualitas produk atau jasa layanan perusahaan produk busana muslim dan kualitas produk atau jasa layanan seperti apa yang diinginkan oleh pelanggan. dari kedua fenomena di atas maka akan dihubungkan sehingga dapat dihasilkan hubungan yang terjadi apakah memiliki tingkat pengaruh yang signifikan atau tidak.
Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja bauran pemasaran yang meliputi produk, tempat, promosi, dan harga di butik busana Muslim Shafira dilihat dari tanggapan konsumen yaitu pelanggan busana Muslim Shafira.
2. Sejauh mana pengaruh kinerja bauran pemasaran terhadap pembentukan loyalitas pelanggan dalam pemberian rekomendasi, pemakaian ulang, membelia antar lini produk, dan penolakan terhadap produk lain di butik busana Muslim Shafira yang dilihat dari tanggapan konsumen yaitu pelanggan busana Muslim Shafira.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar