Ilmu pengetahuan dan teknologi
selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan
perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya
manusia. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem
pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan masyarakat
dapat berpikir kritis, kreatif, dan produktif.
Secara realitas pendidikan
Indonesia belum memberikan titik terang menggembirakan, padahal sumber daya alam
(SDA) yang melimpah juga membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Ketersediaan SDA yang melimpah tidak banyak menentukan kemajuan
suatu masyarakat dan bangsa. Faktor kualitas perorangan dan kelompok masyarakat
itu sendiri yang menentukan kemajuan. Sehingga optimalisasi sumber daya manusia
menjadi sangat penting, dengan ini hasil yang maksimal atas pemanfaatan sumber daya
alam dapat tercapai sehingga masyarakat juga bisa ikut terlibat dalam menikmati
hasil pembangunan yang ada.
Gambaran dunia yang semakin
menyatu sebagai efek dari globalisasi, menjadikan terbukanya akses yang besar
terhadap arus informasi. Hal ini memaksa setiap elemen dalam masyarakat untuk
berpacu meningkatkan kualitas mereka. Dinamika sosial senantiasa bergerak
menuju era kompetisi yang menuntut kompetensi tiap individu.
Dalam bidang pendidikan
nasional juga telah muncul berbagai pendapat dan pandangan mengenai perlunya
reformasi pendidikan nasional. Mengingat proses pendidikan merupakan salah satu
tuntutan konstitusi yang mengatakan bahwa tujuan untuk membangun Negara Indonesia
ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional merupakan salah
satu tuntutan fundamental yang diamanatkan oleh konstitusi
1945. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Bab III Pasal 4 ayat 5, menjelaskan bahwa : ”Salah
satu cara penyelenggaraan pendidikan adalah dengan mengembangkan budaya baca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat”. Pendidikan memang telah
menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk
pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber
daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di
negara-negara lain. Di sinilah pemerintah dan masyarakat dituntut untuk bekerja
sama demi terciptanya kualitas pemberdayaan manusia yang diinginkan.
Strategi pendidikan adalah
salah satu cara untuk membuat program pendidikan merata di seluruh Indonesia. Yaitu
dengan meningkatkan peluang untuk belajar seluas-luasnya melalui aktifitas
membaca dan penyediaan buku, sehingga kemampuan dasar masyarakat juga
meningkat. Dalam pengembangan strategi pendidikan ini, pemerintah telah
mengupayakan mengadakan program-program seperti : mengadakan lomba membaca dan
menulis, mengadakan perpustakaan keliling, ruang baca terbuka, dll. yang dapat mendukung peningkatan kualitas SDM.
Apabila membaca sudah merupakan
kebiasaan dan membudaya dalam masyarakat, maka jelas buku tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok yang harus
dipenuhi.
Dengan demikian
akan lahir manusia yang mempunyai budaya
baca dan belajar sepanjang hayat. Perpustakaan juga mempunyai arti penting bagi
manusia yang bertujuan untuk menciptakan manusia yang cerdas dalam rangka
pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan mutu hidup.
Diharapkan masa kini dan yang akan datang tempat-tempat khusus untuk membaca di
Indonesia menjadi bagian hidup keseharian masyarakat Indonesia dan merupakan
kebutuhan hidup sehari-hari. Peranan ruang baca dalam menumbuh kembangkan minat baca dan cinta
buku merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab menciptakan
manusia cerdas, terampil, dan berkualitas ditentukan oleh membaca. Tanpa
membaca tiada berarti apa-apa bagi manusia. Sebab merupakan bagian dari sarana
untuk mencerdaskan anak bangsa, baik itu di Negara, Provinsi, Kota/ Kabupaten, ruang
baca remaja masjid, perpustakaan lembaga swadaya masyarakat individu, dan
lain-lainnya.
Namun kenyataannya sangat
kontradiksi dengan keadaan masyarakat Indonesia sekarang ini. Kultur membaca
tidak sama sekali menjadi prioritas, membaca belum menjadi sebuah kebutuhan,
melainkan pengisi kegiatan di waktu senggang. Masyarakat tidak menjadikan
membaca seperti sebuah kegemaran akan suatu hal yang setiap kali harus dilakukan.
Secara Nasional Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan ke-20 pada tahun
2009(data terakhir). Menurut hasil pengamatan tersebut, kurangnya minat baca
merupakan salah satu faktor pendidikan masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan
masih jauh tertinggal. Hal ini juga dipengaruhi oleh minimnya
fasilitas-fasilitas pendukung, seperti jumlah perpustakaan dan tempat baca
terbuka seperti taman baca, motor pintar, dll. yang tidak sesuai dengan rasio
jumlah penduduk. Sementara kehadiran televisi dan audiovisual lainnya begitu
cepat dan inovatif, sehingga keadaan ini semakin meminggirkan tradisi baca di
kalangan masyarakat dan tidak heran pula saat ini di dalam masyarakat Indonesia
sedang terjadi lompatan budaya dari budaya pra literer ke masa pasca
literer tanpa melalui masa literer, artinya melompat menjadi masyarakat yang
senang menonton televisi tanpa melalui budaya gemar membaca. Lompatan budaya
ini berlaku di kalangan anak didik di Indonesia.
Dalam sebuah tulisan Harian
Kompas Selasa, 23 Maret 2004, dengan judul “Minat Baca dan Kualitas Bangsa”
menyatakan: “ Secara teoritis ada hubungan yang positif antara minat baca
(reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habbit) dan kemampuan
membaca (reading ability)”. Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia
menjadikan kebiasaan membaca juga ikut menurun, dan rendahnya minat baca
menjadikan kemampuan membaca rendah. Itulah yang sedang terjadi pada masyarakat
Indonesia, khususnya masyarakat Kota
Makassar sekarang ini.
Atas dasar pemahaman tersebut,
peningkatan sumber daya manusia dalam hal ini masuk di dalamnya minat baca harus
diperankan secara menyeluruh di setiap lapisan masyarakat. Di era
desentralisasi dewasa ini, tentunya Pemerintah Daerah lebih dituntut untuk
merespon setiap permasalahannya. Kebijakan yang muncul harus sesuai dengan konteks sosial daerahnya tersebut.
Munculnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pelbagai
kewenangan serta pembiayaan kini dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dengan lebih nyata.
Mulai saat
itu Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang besar untuk merencanakan,
merumuskan, melaksanakan, serta mengevaluasi kebijakan dan program pembangunan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Menurut Leo Agustino (2006:1-2), “Sekarang Pemerintah
Daerah tidak lagi sekedar sebagai
pelaksana operasional kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan ditentukan
oleh pusat, seperti pada masa orde baru, tetapi lebih dari itu diharapkan dapat
menjadi agen penggerak pembangunan di tingkat daerah/lokal”.
Program nasional yang menitikberatkan aset budaya
masyarakat belum dapat direalisasikan, hal ini tercermin dari laporan
Perpustakaan Nasional yang menyatakan bahwa “Pengembangan produk fisik minat
baca (taman bacaan, perpustakaan umum desa/kelurahan, perpustakaan sekolah,
perpustakaan khusus/dinas/jawatan, perpustakaan provinsi dan perpustakaan
perguruan tinggi) tidak jelas menurut target kebutuhan masyarakat, hal ini
dikarenakan: (1) Pola pembinaan minat dan kebiasaan membaca yang dilakukan oleh
Perpustakaan Nasional RI pada lingkungan keluarga, taman kanak-kanak, sekolah
dasar, SLTP/SLTA tidak sesuai dengan tipologi kawasan yang berlaku di
Indonesia; (2) Temuan masalah minat baca (kelangkaan koleksi bahan bacaan dan
faktor budaya serta alternatif pemecahan masalahnya, cenderung bersifat umum).
Kondisi
menarik terjadi di Kota Makassar, fenomena merebaknya “cafe dan taman baca”. Hal ini kemudian menjadi salah satu sektor usaha
yang kini berkembang dan perlu perhatian untuk itu. Selain menjadi lahan bisnis
yang cukup potensial, taman baca yang juga sekaligus cafe ini memberi
sumbangsih besar dalam mendorong budaya membaca. Budaya ini secara tidak
langsung dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan menambah wawasan masyarakat.
Melihat
gambaran di atas, Pemerintah nampaknya
cukup serius untuk mengambil satu
langkah. Menghilangkan budaya Hedonis (materialis)
dan Konsumtif masyarakat yang lebih besar dibandingkan membentuk iklim budaya
membaca (reading habbit). Dalam konteks lokal, Pemerintah Kota Makassar telah membuat rumusan-rumusan
pokok kebijakan yang bertumpu pada visi dan misi. Salah satu rumusan
kebijakannya adalah Pembangunan Kualitas Manusia.
Dengan adanya rumusan pokok
kebijakan tersebut, maka pemerintah Kota Makassar melahirkan sebuah kebijakan program “Gerakan Makassar Gemar Membaca”, yang dicanangkan pada tanggal 05 Juni 2005 oleh
Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin bekerja sama dengan Yayasan Pena Madani yang diketuai Marwah Daud Ibrahim.
Kelahiran
program tersebut lahir atas beberapa landasan pemikiran:
1.
Pemerintah Daerah merupakan ujung tombak pembangunan
bangsa yang berhadapan langsung dengan masyarakatnya sebagai pelaku sekaligus
konsumen dan pemasok dalam kaitannya dengan pengelolaan Sumber Daya Alam yang
dimilikinya
2.
Kemampuan membaca merupakan kompetensi dasar manusia yang
sangat penting untuk mendongkrak kompetensi lainnya, sehingga dapat memberikan
manfaat yang besar bagi lingkungan sekitarnya.
3. Perpustakaan Sekolah dan
Perpustakaan Umum merupakan wahana yang paling efektif dan efisien untuk mempercepat
proses pencerdasan masyarakat melalui penyediaan informasi dan bahan bacaan
yang mutakhir, lebih banyak, dan bervariasi.
Kerja keras untuk mencoba merubah pola pikir
masyarakat untuk menjadikan membaca sebagai kegemaran adalah hal yang tidak
mudah karena ini menyangkut persoalan kebiasaan, jadi tentunya sangat
bergantung pula bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan setiap penyediaan
fasilitas baca yang disiapkan pihak pemerintah. Hal ini pasti akan mendorong
peningkatan kualitas masyarakat Makassar.
Dengan adanya gambaran dan keinginan pemerintah baik secara Nasional maupun dalam konteks Lokal untuk mendorong peningkatan budaya baca melalui Program Makassar Gemar Membaca, penulis menganggap penting dan tertarik untuk menjadi bahan
penelitian sekaligus melakukan analisis bagaimana kebijakan tersebut diimplementasikan di tengah masyarakat sebagai upaya peningkatan sumber daya
manusia. Bahkan lebih jauh melalui analisis penelitian terhadap program dari Walikota Makassar ini, penulis dapat meninjau sejauhmana Efektivitas
Program Gerakan Makassar Gemar Membaca dapat membantu dan memacu peningkatan
kualitas individu menuju kebangkitan komunal seluruh warga masyarakat .
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar