Pembangunan ekonomi merupakan salah satu
bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan akhir untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan ekonomi dalam suatu daerah
atau negara dapat dilihat dari perkembangan pertumbuhan ekonominya dalam jangka
panjang yang tercermin dari perkembangan PDRB-nya.
Pembangunan daerah merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan
bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat menuju masyarakat yang bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai
sub sistem negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom,
Kabupaten/Kota untuk bertindak sebagai ”motor” sedangkan pemerintah propinsi sebagai
koordinator mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan
prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggung jawaban
kepada masyarakat.
Salah satu tolak ukur penting dalam
menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang
menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan proses peningkatan produksi barang
dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Menurut Djojohadikusumo (1993) dalam pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah
proses produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan menggunakan sarana
dan prasarana produksi.
Pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan
yang berlangsung secara menyeluruh dan berkesinambungan telah meningkatkan
perekonomian masyarakat merupakan agregat pembangunan dari 23 Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan yang tidak terlepas dari usaha keras bersama antara pemerintah
dan swasta. Namun di sisi lain berbagai kendala dalam memaksimalkan potensi
sumber daya manusia dan sumber modal masih dihadapi oleh penentu kebijakan di
tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota.
Sebagai ilustrasi, selama periode
2000-2009, perekonomian Sulawesi Selatan relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan
6,34 persen pertahun. Sejak pasca krisis ekonomi, pada periode ini ekonomi
mulai membaik walaupun belum lebih baik dibanding saat sebelum krisis tahun
1997, namun dari tahun ke tahun tampak terjadi peningkatan yang cukup
signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan
yang semakin membaik, yakni pada tahun 2000 tumbuh 4,89 persen, kemudian tumbuh
5,23 persen pada tahun 2001, meningkat tajam pada tahun 2002 dengan tingkat
pertumbuhan 9,52 persen, tahun 2003 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan
menurun dari tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan 6,05 persen. Tahun
2004 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan kembali mengalami penurunan yang
signifikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,26 persen. Pada tahun 2005
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan meningkat dari tahun sebelumnya dengan
tingkat pertumbuhan 6,05 persen, tahun 2006 meningkat kembali dengan tingkat
pertumbuhan 6,72 persen, tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Sulawesi selatan
menurun dari tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 6,34 persen,
tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan meningkat tajam dengan tingkat
pertumbuhan 7,78 persen, dan pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Selatan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan
6,2 persen.
Selama periode 1999-2010 pertumbuhan
perekonomian Sulawesi Selatan
relatif lebih baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2005 misalnya,
ekonomi Sulawesi Selatan tumbuh cukup baik yakni sekitar 6,05 persen.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, telah mengubah konsep dan kewenangan
daerah yang ada selama ini. Undang-undang ini memiliki makna substansial dalam
pemberian kewenangan daerah yang semula ditujukan atas dasar porsi kebijakan
pusat yang menonjol dalam pembagian kewenangan pusat-daerah selanjutnya
diarahkan menjadi kemandirian daerah dalam mengelola kawasannya termasuk
kebijakan-kebijakan dalam pembiayaan.
Konsekuensi logis dari hal tersebut
berdampak terhadap kemajuan perekonomian daerah yang pada akhirnya terciptanya
peningkatan pembangunan daerah dengan memperhatikan potensi dan keaneka ragaman
daerah. Oleh karena itu sudah menjadi tuntutan daerah untuk dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Menurut Todaro (1999) ada tiga faktor atau
komponen utama yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah,
ketiganya adalah akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi.
Akumulasi modal (capital accumulation) meliputi semua jenis investasi baru baik
yang dilakukan oleh pemerintah ataupun swasta yang ditanamkan dengan bentuk
tanah, peralatan fisik, dan modal sumber daya. Akumulasi modal akan terjadi
apabila sebagian dari pendapatan ditabungkan (diinvestasikan) kembali dengan
tujuan untuk memperbesar output atau
pendapatan di kemudian hari.
Pentingnya peran pemerintah dalam suatu
sistem perekonomian telah banyak dibahas dalam teori ekonomi publik. Selama ini
banyak diperdebatkan mengenai seberapa jauh peranan yang seharusnya dilakukan
oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan setiap orang berbeda dalam penilaian
mengenai biaya keuntungan yang diperoleh dari program yang dibuat oleh
pemerintah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat selama ini
sangat bergantung kepada jasa yang disediakan oleh pemerintah. Banyak pihak
yang mendapatkan keuntungan dari aktivitas dan pengeluaran pemerintah. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan peranan yang positif dari modal publik terhadap
pertumbuhan ekonomi (Aschauer, 1999).
Tujuan pembangunan ekonomi adalah mencapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam tingkat pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi tersebut, pemerintah sering diperhadapkan oleh berbagai
macam permasalahan yang timbul dalam perekonomian, seperti tingkat inflasi yang
tinggi, defisit neraca pembayaran, ketidakstabilan kegiatan ekonomi, tingkat
pengangguran yang tinggi dan sebagainya. Dalam menghadapi permasalahan seperti
ini, diperlukan suatu kebijakan dalam rangka untuk mengurangi, menghilangkan,
atau mencegah timbulnya permasalahan tersebut. Oleh karena permasalahan
tersebut secara langsung menyangkut variabel-variabel ekonomi secara agregat,
maka kebijakan yang dapat dilakukan adalah melalui kebijakan pengeluaran
pemerintah daerah. Dimana kebijakan pengeluaran pemerintah daerah merupakan
bagian dari kebijakan fiskal yang bertujuan agar tercapainya kestabilan ekonomi
yang lebih mantap.
Dalam rangka mempercepat pembangunan
ekonomi daerah yang efektif dan efisien dengan memberdayakan pelaku dan potensi
ekonomi yang dimiliki daerah tersebut, dimana harus senantiasa memperhatikan
penataan ruang baik fisik maupun sosial tentang Pemerintah Daerah, maka
pemerintah daerah diharapkan mampu menghasilkan kebijakan pembangunan yang
melibatkan semua pihak (stakeholder), dimana hasilnya dapat dirasakan oleh
semua lapisan masyarakat serta dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Secara umum peranan pengeluaran pemerintah
daerah yang dibiayai APBD khususnya pengeluaran untuk human capital dan
infrastruktur fisik, dapat mempercepat pertumbuhan, tetapi pada sisi lain
pembiayaan dari pengeluaran pemerintah tersebut dapat memperlambat pertumbuhan
ekonomi. Hal ini sangat tergantung pada sejauh mana produktifitas pengeluaran
pemerintah tersebut dan distorsi pajak yang ditimbulkannya, yang mana dalam
konteks ini pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi total output (PDRB).
Kebijakan pengeluaran pemerintah daerah
yang dituangkan dalam APBD memerlukan perhatian terutama dalam hal
pendistribusian anggaran, sehingga dapat menghasilkan sumber-sumber pendapatan
baru bagi daerah. Kebijakan pengeluaran baru pemerintah daerah yang secara
langsung dapat mendorong pertumbuhan ekonomi adalah belanja pembangunan karena
variabel ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan prasarana ekonomi dan sosial
seperti jalan, jembatan dan pembangunan prasarana sektor-sektor ekonomi
lainnya.
Selain pengeluaran pemerintah, variabel
lain yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah investasi swasta
yang secara akumulatif memiliki nilai investasi dan output/produksi yang lebih
besar dan selanjutnya dapat mendorong meningkatnya pendapatan masyarakat. Dalam
konteks pembangunan ekonomi, investasi atau penanaman modal merupakan unsur
yang tidak dapat dipisahkan, sebab dengan investasi kita dapat mengubah sumber
daya manusia menjadi kekuatan ekonomi nyata. Melalui kegiatan investasi akan
dihasilkan barang dan jasa untuk memperluas kesempatan berusaha, melaksanakan
alih teknologi dan sebagainya. Hal ini diselaraskan dengan kenyataan bahwa
investasi dapat menghasilkan barang dan jasa yang pada akhirnya akan
menghasilkan dan meningkatkan pendapatan.
Dengan meningkatnya investasi yang dapat
meningkatkan kapasitas produksi yang diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas untuk menghasilkan output dan nilai tambah, sehingga akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kapasitas produksi tersebut dapat
diperoleh melalui investasi swasta (Private
Investment) yang bisa disebut dengn penanaman modal dalam negeri (PMDN)
maupun investasi luar negeri yang disebut dengan Penanaman Modal Asing (PMA).
Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya
tariknya terhadap investasi salah satunya tergantung dari kemampuan daerah
dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha
serta peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Hal yang juga penting
diperhatikan dalam upaya menarik investor, selain makroekonomi yang kondusif
juga adanya pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur dalam artian
luas. Selain itu kemampuan daerah untuk meneyukan faktor-faktor yang dapat
digunakan sebagai ukuran daya saing perekonomian daerah terhadap daerah lainnya
juga sangat penting dalam upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan
persaingan.
Sulawesi selatan memiliki sumber daya alam
yang cukup potensial untuk di kembangkan oleh para investor diberbagai
sektor.potensi tersebut sampai saat ini belum dikelola secara maksimal oleh
para pengusaha yang ada dan oleh karenanya,masih terbuka lahan investasi untuk
dikembangkan lebih lanjut.selain itu, tersedianya berbagai infrastruktur yang
mamadai serta iklim investasi yang kondusif
menjadikan sulawesi selatan sebagai daerah alternativ bagi investor
untuk berinvestasi.beberapa indikator yang menggambarkan besarnya potensi dan
peluang investasi di sulawesi selatan dapat dilihat sebagai berikut total
wilayah sulawesi selatan mencapai 62.361,71
km
persegi yang mencapai 5% dari lahan tersebut dapat ditanami,24% lahan tambak, 22.7%
kolam air payau yang cocok untuk budidaya komoditi udang dan tingginya laju
sektor perdagangan menjadikan sulawesi selatan merupakan pintu gerbang memasuki
wilayah kawasan timur indonesia yang dilengkapi oleh kelengkapan infrastruktur
sehingga pada tahun 1999 nilai investasi sebesar Rp.713,1 milyar dan meningkat
sangat drastis menjadi Rp.29.982 milyar lebih pada tahun 2000. Kemudian setelah
itu dalam tahun 2002 ,PMDN turun menjadi Rp.146 M dan mulai bankit kembali pada
tahun 2003 hingga 2006.Pada tahun 2007 PMDN kembali turun namun menjadi masih
lebih baik dibandingkan periode tahun 2002-2003 dengan nilai Rp.245 M
.investasi sebesar itu terutama dipergunakan bagi sektor perdagangan,Hotel,dan
restoran senilai Rp.186.36 milyar, sektor industri Rp.54.26 milyar atau 22,18%
dan sisanya dengan nilai kurang dari 1 persen masing-masing digunakan oleh
sektor pertanian dan jasa, dan pada tahun 2008 investasi meningkat di sektor jasa
dengan PMDN Rp.1.213.999 triliun dalam juta dan PMA Rp.611.550 Milyar hingga
ketahun 2009. Memposisikannya sebagai pusat pelayanan di wilayah
indonesia timur, sulawesi selatan memiliki penduduk muda di bawah umur 25 tahun
sebesar 51.7% yang merupakan jaminan tersedianya suplai tenaga kerja.
Pertumbuhan
ekonomi pada lima tahun terakhir
mencerminkan dinamisnya perekonomian nasional yang mempunyai rata-rata 4.5%
pertahun. Pertumbuhan ekonomi pada lima
tahun terakhir mencerminkan dinamisnya perekonomian nasional yang mempunyai
rata-rata 4.5% pertahun.
Berdasarkan
uraian yang dikemukakan diatas, maka
hal ini mendorong penulis untuk membahas secara rinci mengenai pengaruh
investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi sulawesi selatan
terhadap faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhinya dalam bentuk skripsi yang
berjudul : “Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal dalam
Negeri Terhadap PDRB di Provinsi Sulawesi Selatan
Periode 2000-2009”.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar