1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan adalah meningkatkan pendapatan nasional, sekaligus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan dalam mewujudkan asas keadilan sosial. Dalam melaksanakan pembangunan nasional segenap kemampuan modal dan potensi dalam negeri harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan disertai kebijaksanaan serta langkah-langkah guna membantu, membimbing pertumbuhan dan meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah diharapkan terwujud melalui pengelolaan sumber-sumber daerah. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dan batas wewenang yang diberikan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Peran pemerintah pusat dalam desentralisasi ini hanya melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah- langkah yang diambil yaitu dengan menggunakan sumber keuangannya sesuai dengan batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari :
a. Pajak daerah;
b. Retribusi daerah;
c. Bagian laba usaha daerah
d. Pendapatan asli daerah yang sah lainnya
Pajak berhubungan dengan pembangunan yaitu sebagai potensi yang harus digali dalam pembangunan ekonomi. Pajak memiliki dua fungsi yaitu fungsi Budgeter dan fungsi Mengatur (Reguierend). Budgeter adalah fungsi yang terdapat disektor publik dan pajak disini merupakan suatu alat atau suatu sumber untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya digunakan untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran negara.
Fungsi Mengatur (Reguierend) adalah pajak yang digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Fungsi ini biasanya terdapat pada sektor swasta. Alat pembangunan tersebut didasarkan melalui tarif-tarif pajak, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung yang berada dalam sistem pengenaan pajak-pajak berupa pembebasan pajak-pajak dan pemberian insensif-insensif atau dorongan-dorongan.
Dalam menjalankan otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001, masing-masing daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber pendapatan asli daerah agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintah. Dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi melalui efektivitas pemungutan yaitu dengan mengoptomalisasikan potensi yang ada dan terus menggali sumber-sumber pendapatan yang baru tidak terkecuali daerah di Kabupaten Semarang.
Melihat perkembangan realisasi penerimaan pajak daerah di Kabupaten Semarang dari tahun 2004 hingga tahun 2007 pada tabel 1.1 diatas selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 sebesar Rp.624.945.653,00 tahun 2006 sebesar Rp.1.780.753.789,00 dan tahun 2007 sebesar Rp.874.906.196,00.
Peningkatan jumlah penerimaan pajak daerah di Kabupaten Semarang pada tahun 2004 hingga tahun 2007 tidak terlepas dari jenis penerimaan pajak daerah seperti pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C yang ada di Kabupaten Semarang.
realisasi jenis penerimaan pajak daerah di Kabupaten Semarang pada tahun 2004 hingga tahun 2007 mengalami peningkatan. Jenis penerimaan yang terbesar adalah pajak penerangan jalan yang selalu meningkat dari tahun 2004 hingga tahun 2007. Berikutnya dapat dilihat pula jenis penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C yang memiliki penerimaan terkecil meskipun pada akhirnya penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C mengalami peningkatan dibandingkan pajak hiburan.
Perkembangan penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C tersebut dapat dilihat dari tahun 2004 ke tahun 2005 yang mengalami peningkatan sebesar Rp.23.831.370,00. Kemudian pada tahun
2005 ke tahun 2006 mengalami peningkatan pula sebesar Rp.12.216.848,00 dan terakhir tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar Rp.9.970.400,00. Meskipun dari tahun 2004 hingga tahun 2007 peningkatan tersebut mengalami penurunan penerimaan.
realisasi penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C di daerah Kabupaten Semarang, setiap bulannya mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan penerimaan dari tahun 2004 hingga tahun 2007 bahkan ada beberapa bulan yang tidak mendapat penerimaan dari pajak tersebut dikarenakan pemungutan pajak dilakukan sebulan setelah pengambilan bahan galian sehingga pada bulan Januari yang harusnya dibayar oleh wajib pajak, telah terlunasi pada bulan Desember tahun 2003. Hal ini dianggap rutin setiap tahunnya, tetapi pada tahun 2006 dan 2007, terjadi penerimaan dari tanah urug yang bersifat insidentil.
Penentuan ukuran potensi cadangan tambang galian golongan C berdasarkan kebijakan dari Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan dan Energi yang ada di Kabupaten Semarang. Potensi cadangan tambang disebutkan besar bila kapasitas volume lebih besar dari 5.000.000 m3, sedang
yaitu antara 1.000.000 m3 hingga 5.000.000 m3 dan kecil bila volumenya
kurang dari 1.000.000 m3.
Sumber dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Semarang, menyatakan bahwa sepuluh jenis bahan galian golongan C yang ada di Kabupaten Semarang yaitu andesit, bentonit, batu gamping, trass, kaolin, pasir urug, pasir, tanah liat dan kerikil, hanya andesit dan tanah urug yang dilakukan penarikan pajak. Sedangkan, bahan galian golongan C yang lainnya belum dapat dioptimalkan oleh pemerintah daerah di Kabupaten Semarang, maka peneliti memfokuskan pada keefektifan dalam pemungutan pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Semarang apakah telah memenuhi target yang dianggarkan dan sesuai dengan prosedur pelaksanaan atau terdapat kendala dalam pemungutannya sehingga menyebabkan kontribusinya rendah. Maka timbullah pemikiran untuk melakukan suatu penelitian dengan judul :
“Efektivitas Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan
Kontribusinya Terhadap Pajak Daerah Di Kabupaten Semarang Tahun 2004-2007”
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar