BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya saat
masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewudkan
perkawinan.
Islam tidak menjadikan manusia seperti mahluk lainnya, yang hidup bebas
mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara bebas,
tanpa adanya suatu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat
kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum yang sesuainya.
Hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan
berdasarkan saling meridhai dengan acara ijab qabul sebagai lambang dari segala
rasa meridhai, dan dihadiri para saksi yang menyaksikan kalau kedua pasangan
laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat. Bentuk perkawinan telah
memberikan jalan yang aman pada naluri (sex) manusia, memelihara keturunan
dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak seperti rumput yang bila
dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya. Pergaulan suami istri diletakkan
di bawah naungan naluri keibuan dan kebapakan, sehingga nantinya akan
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan membuahkan buah yang bagus. Peraturan perkawinan seperti inilah yang
diridhoi Allah dan diabadikan Islam.
Perkawinan yang syah dalam
Islam berarti melakukan suatu akad nikah, yaitu penganten pria menerima (kabul)
penyerahan nikah (ijab) dari wali penganten wanita, serta mahar/mas
kawin kepada penganten wanita.
Perkawinan menurut Undang-undang Republik Indonesia
No 1 thun 1974 disebutkan bahwa tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
(Depag RI: 2005:43).
Akad nikah harus diteguhkan
dihadapan dua orang saksi. Jadi, perkawinan dalam Islam merupakan suatu
pekawinan antara suami dengan wali dari istri. Disini perlu diingatkan bahwa
perkawinan bukan hanya diatur di dalam kitab Allah SWT. yang tertulis atau
wahyu, akan tetapi juga hukum lain yang mengatur bagaimana cara atau hukum
perkawinan itu.
Ditinjau dari ilmu biologi, perkawinan adalah
suatu lembaga tempat penyaluran sex dan sebagai salah satu kebutuhan biologis
manusia. Dapat dibayangkan sekiranya pekawinan tidak mempunyai hukum yang
mengaturnya. Maka kehidupan menusia tak ubahnya seperti kehidupan binatang,
bergaul bebas tanpa aturan. Akibatnya anak hasil zina tidak terhitung
jumlahnya, penyakit spilis merajalela, AIDS, resah dan malu tidak ada lagi pada
manusia.
Kebahagiaan dalam rumah tangga akan terbina serta
tujuan yang akan dicapai akan terpenuhi. Kehormatan dan kemuliaan manusia akan
tetap terpelihara. Itulah tujuan hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada
hamba-Nya yang dengan hukum tersebut hubangan antara laki-laki dan perempuan
diatur secara terhormat berdasarkan kasih sayang, ridho meridhoi dan ijab kabul
sebagai lambangnya.
Di sisi lain, Indonesia terdiri atas pulau-pulau.
Setiap pulau atau daerah didiami oleh warga tertentu yang diperkaya dengan
bahasa dan adat istiadat merupakan perilaku yang telah melekat pada masyarakat
tertentu yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang mereka. Apabila
adat itu dilanggar pelanggarnya dianggap hina dan bahkan diberi hukuman
tertentu oleh kepala adat, sehingga tidak jarang dalam pelaksanaannya
masyarakat lebih mengutamakan hukum adat dari pada hukum agama. Hal ini terjadi
pada masyarakat yang masih awam dari ilmu pengetahuan, terutama pemahamannya
dalam hal pengetahuan agama.
Demikian juga halnya dengan masalah perkawinan dan
masyarakat sasak perlu ditinjau dan dipelajari secara lebih mendalam dalam
pelaksanaannya. Apakah unsur adat lebih diutamakan dibanding dengan
ketentuan ilmu agama.
Seperti halnya yang sudah
diketahui bahwa hukum adat sasak yang berlaku pada masyarakat Lombok terutama
dalam hal pekawinan masih digunakan sampai sekarang, walau pelaksanaannya
mengalami banyak perubahan dari masa ke masa, dikarenakan perubahan pola hidup
manusia dan faktor-faktor lainnya, misalnya faktor eksternal yang berasal dari
nilai-nilai/ ajaran Islam yang dianut mereka, dan juga Undang-undang Perkawinan
telah menggeser adat kawin lari (merariq) dengan segala aktifitas dan
nilainya (Depdikbud RI , 1998 : 2 ).
Dalam rangkaian upacara
perkawinan adat sasak dikenal tahapan-tahapan dalam melakukan perkawinan yakni
upacara pra-nikah yang terdiri atas midang (meminang), merariq, sejati dan
selabar. Kemudian upacara ketika sedang melakukan pernikahan, yang terdiri atas
begawe, sorong serah, nyongkolan dan bales nae. Semua rangkaian upacara
tersebut merupakan tradisi turun temurun bagi masyarakat sasak, yang masih
dalam pelaksanaan perkawinan.
Sebagaimana diketahui,
Islam yang merupakan agama mayoritas masyarakat sasak juga mengatur masalah
perkawinan, demikian juga halnya dengan hukum adat sasak.
Berdasarkan uraian di
atas, maka peneliti merasa tertarik untuk memilih penelitian yang terkait
dengan tersebut dengan judul “Dimensi Pendidikan Islam dalam Tata Cara
Perkawinan (Studi Kasus di Desa
Gerung Utara Kecamatan Gerung Lombok Barat)”
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar