BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Blitar terletak di
bagian selatan Propinsi Jawa Timur, berjarak kurang lebih 160 km dari Ibukota
Propinsi, Surabaya. Kabupaten
Blitar tercatat sebagai salah satu kawasan yang strategis dan mempunyai
perkembangan yang cukup dinamis. Kabupaten Blitar berbatasan dengan tiga
kabupaten lain, yaitu sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Malang, sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri, sedangkan
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang.
Sementara itu, untuk sebelah selatan adalah Samudera Indonesia,
yang terkenal dengan kekayaan lautnya. Apabila diukur dari atas permukaan laut,
maka Kabupaten Blitar mempunyai ketinggian ± 167 m dan luas 1.588, 79
km2. Di Kabupaten Blitar terdapat Sungai Brantas yang membelah
daerah ini menjadi dua, yaitu kawasan Blitar Selatan, yang mempunyai luas
689,85 km2 dan kawasan Blitar Utara. Kawasan Blitar Selatan termasuk
daerah yang kurang subur. Hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah
pegunungan yang berbatu, dimana batuan tersebut cenderung berkapur, sehingga
mengakibatkan tanah tandus sulit untuk ditanami. Sebaliknya kawasan Blitar
Utara termasuk daerah surplus karena tanahnya yang subur, sehingga banyak
tanaman yang tumbuh dengan baik. Salah satu fakor penting yang mempengaruhi
tingkat kesuburan tanah di kawasan Blitar Utara adalah adanya Gunung Kelud yang
masih aktif, serta banyaknya aliran sungai yang cukup memadai. Gunung berapi
dan sungai yang lebar berfungsi sebagai sarana penyebaran zat-zat hara yang
terkandung dalam material hasil letusan gunung berapi.
Lokasi Kabupaten Blitar berada di
sebelah selatan khatulistiwa, tepatnya terletak antara 111o401
– 112o101 BT dan 7o581 – 8o915111
LS. Hal ini secara langsung mempengaruhi perubahan iklim. Iklim Kabupaten
Blitar termasuk tipe c3, apabila dilihat dari rata-rata curah hujan dan
bulan-bulan tahun kalender selama tahun 2000. Perubahan iklimnya seperti di
daerah-daerah lain, mengikuti perubahan putaran dua iklim, yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Satu kenyataan yang dapat kita lihat sampai saat
ini bahwa betapa pun Kabupaten Blitar sebagai daerah yang kecil dengan segala
potensi alam, geografis dan iklim, serta kualitas sumber daya manusia yang
sedang, ternyata telah mampu terdepan dalam keberhasilan pembangunan. Kemajuan
demi kemajuan dan kemenangan demi kemenangan yang telah dicapai daerah ini
adalah karena besarnya partisipasi, kesadaran dan pengabdian seluruh lapisan
masyarakat.
Pembangunan pertanian di Kabupaten
Blitar merupakan prioritas pembangunan daerah, oleh karena keunggulan
komparatif yang dimiliki sebagai daerah agraris. Potensi lahan budidaya tanaman pangan dan
holtikultura yang ada adalah sawah seluas 31.702 Ha, tegal seluas 44.177 Ha dan
pekarangan seluas 34.856 Ha. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman pangan dan holtikultura,
peternakan, perikanan, serta subsektor perkebunan. Komoditi yang menonjol
antara lain: jagung, nanas, rambutan, telur ayam, gula kelapa, ikan ko’i, ikan
gurami, kopi, cengkeh, kakao dan sebagainya. Perekonomian di Kabupaten Blitar
didominasi oleh sektor pertanian, yang menyumbang PDRB sebesar 47,16%, sektor
perdagangan/restoran sebesar 25,75%, sedangkan sektor industri pengolahan hanya
menyumbang sebesar 3,11% pada tahun 2000.
Industri yang ada di Kabupaten Blitar didominasi oleh industri kecil,
terutama industri kecil skala rumah tangga. Produk yang banyak dihasilkan antara lain:
kerajinan dan makanan olahan. Dengan banyaknya potensi hasil pertanian dari
Kabupaten Blitar, sebenarnya merupakan peluang untuk memproduksi berbagai macam
makanan, gambaran potensi industri kecil pengolahan makanan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 1. Industri Makanan
Olahan di Kabupaten Blitar Tahun 2005
No.
|
Jenis Industri
|
Jumlah Unit Usaha
|
Nilai Produksi
(Rp)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Kerupuk
Kue kering dan basah
Kecap
Tahu
Tempe
Gula kelapa
Emping melinjo
Tape
Tapioka
Sambel pecel
|
246
397
11
203
714
8.980
96
411
37
18
|
4.723.200
9.528.000
211.200
7.308.000
7.711.200
25.862.400
960.000
1.775.520
355.200
864.000
|
Sumber: Industrialisasi Aneka Ragam Pangan di Kabupaten Blitar, 2005
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa industri emping melinjo masih
sedikit yang mengusahakannya, akan tetapi permintaan terhadap produk ini dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan
adanya hal tersebut, maka komoditi emping melinjo ini mempunyai banyak peluang
untuk diusahakan. Komoditas melinjo (Gnenum
gnemon L.) mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi untuk dikembangkan,
oleh karenanya emping merupakan sektor industri kecil yang potensial dan
berprospek cerah. Emping melinjo merupakan salah satu komoditas ekspor
nonmigas. Jumlah ekspor emping melinjo berfluktuatif, yang disebabkan karena
usaha agroindustri tersebut masih bersifat industri kecil (skala rumah tangga).
Selama tiga tahun
terakhir (2001-2003), Belanda masih sebagai pengimpor utama emping melinjo dari
Indonesia, dengan nilai ekspor pada tahun 2001 sebesar US$108,984 atau 37% dari
total nilai ekspor US$294,508; tahun 2002 naik menjadi US$178,877 (37,37%) dari
total nilai ekspor US$478,646; tahun 2003 naik lagi menjadi US$335,185 (50,62%)
dari total nilai ekspor US$662,107. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), selama
periode tahun 1999 s/d 2003, ekspor emping melinjo mencatat rekor pada tahun
2003, yakni US$662,107, naik 38,32% dari tahun 2002, senilai US$478,646.
Pengembangan usaha
emping melinjo oleh petani dinilai lebih menguntungkan dibandingkan dengan
menjual klatak. Klatak adalah melinjo yang kulit luarnya sudah
dihilangkan. Hal ini dapat dipahami karena perbandingan pendapatan dari hasil
menjual emping dan menjual klatak adalah 1 kg emping sama dengan 2 kg klatak.
Biaya pembuatan emping juga tidak terlalu besar, hanya diperlukan untuk
upah tenaga kerja dan bahan bakar saja. Harga emping dapat mengontrol harga klatak.
Bila harga emping melonjak, maka harga klatak pun akan ikut
terkatrol. Melihat keadaan tersebut, dapatlah dikatakan dengan agroindustri
pengolahan emping melinjo akan dapat memberikan keuntungan kepada banyak pihak,
yaitu petani sebagai penghasil bahan baku, pengolah emping, maupun penyerapan
tenaga kerja, baik dari dalam maupun luar keluarga. Kendala pemasaran dari
agroindustri emping melinjo selama ini adalah mereka baru mampu memasarkan
sendiri untuk pasar lokal, sementara untuk pasar luar daerah diambil kesempatan
oleh para tengkulak dan pedagang pengumpul.
Bertitik tolak dari
latar belakang di atas, maka perlu diadakan penelitian mengenai agroindustri
emping melinjo, dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, memberikan
nilai tambah, penyerapan tenaga kerja dan sekaligus meningkatkan perekonomian
masyarakat pedesaan.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar