BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Program Pembangunan Nasional
(Propenas) tahun 2000 – 2004 bidang ekonomi khususnya bidang pertanian dalam
arti luas mencakup tanaman pangan, holtikultura, peternakan, perikanan,
perkebunan dan kehutanan. Pengembangan pertanian dan ketahanan pangan yang
berkelanjutan industri dan ekonomi nasional. Namun sebagai bagian inti dari
sistem ekonoi kerakyatan, sampai saat ini sistem pertanian dan pangan nasional
yang banyak melibatkan usaha ekonomi rakyat berskala mikro dan kecil masih
merupakan mata rantai terlemah dari sistem pertanian nasional karenma lemahnya
keterkaitan pengembangan industri dengan pertanian dan pangan nasional.
Hal ini tercermin dari rendahnya produktivitas pertanian dan masyarakat
pertanian, tingginya jumlah masyarakat pertanian yang miskin dan rendahnya
nilai tambah pertanian dan pangan yang dinikmati masyarakat pertanian. Kedepan
pengembangan pertanian dan pangan diorentasikan pada upaya peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pertanian. Untuk itu program-program pengembangan pertanian
dan pangan dikonsentrasikan pada peningkatan produktivitas pertanian dan
masyarakat pertanian khususnya petani kecil, mengetaskan kemiskinan, dan
meningkatkan nilai tambah pertanian dan pangan bagi masyarakat pertanian
melalui peningkatan hubungan industri antara pertanian, pangan dan
sektor-sektor pertanian lainnya.
Arah program pengembangan
pertanian dan pangan dilakukan melalui proses pengembangan pertanian dan pangan
yang diintegrasikan dengan pengembangan masyarakat, pengem-bangan perdesaan dan
wilayah dalam pembangunan nasional secara holistik. Untuk pengembangan
pertanian dan pangan akan dihubungkan penuh dengan seluruh sektor dan aktivitas
ekonomi pendukungnya, termasuk didalamnya pengairan, sistem perkriditan,
penelitian dan pengembangan teknologi dan informasi, serta kelembagaan
masyarakat pertanian dan pangan. Sehingga perlu pengejawantahan berbagai sektor
dan aktivitas pembangunan ekonomi tersebut dalam kerangka program agrobisnis
dan ketahanan pangan, sektor pengairan selama ini telah memberi sumbangan atas
pengembangan pertanian, ketahanan pangan dan stabilitas pedesaan akan
memperoleh perhatian khusus karena sektor pertanian dan pangan di pedesaan
merupakan sektor ekonomi yang berdiri sendiri dan berfungsi multisektoral.
Berdasarkan kajian di atas
maka ada alasan yang mendasar mengapa kawasan perdesaan perlu dikembangkan
dengan kemasan khusus, ketika kita
berbicara masalah perdesaaan tidak dapat dilepaskan dengan masalah
pertanian sebab 90% penduduk desa hidupnya tergantung dari sektor pertanian. Isu
pokok bangsa Indonesia saat ini adalah kesenjangan sosial, rendahnya mutu
sumberdaya manusia dan kerawanan keamanan. Kesenjangan sosial disebabkan
bertambahnya jumlah penduduk miskin terutama diperdesaan sebagai akibat dari
krisis multidimensi yang dimulai sejak Juli 1997. BPS menunjukan pada
tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin Indonesia
No
|
Tahun
|
Jumlah Penduduk Miskin
( Juta 0rang )
|
1
|
1996
|
22,5
|
2
|
1997
|
79,4
|
3
|
2000
|
95,8
|
4
|
2002
|
47,9
|
Sumber : BPS, 2000
Alasan lain bahwa rendahnya mutu SDM dimana sebagian besar adalah SDM
petani dan masyarakat pelaku agribisnis. Kondisi ini didukung data yang
menunjukan 80% penduduk Indonesia berada di perdesaan, penduduk perdesaan pada
umumnya miskin, ada kesenjangan fasilitas hidup dan kesenjangan ekonomi antara
masyarakat perdesaan dengan masyarakat perkotaan, adanya sistem sosial dan
kultur yang yang menghambat masyarakat perdesaan untuk berkembang, terjadinya
dominasi pihak eksternal yang menjadikan masyarakat perdesaan dijadikan obyek
pembangunan sehingga berdampak sifat ketergantungan masyarakat cukup tinggi
dan sistem perekonomian di perdesaan
masih sederhana.
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu propinsi di Indonesia
berarti memiliki kesamaan dengan gambaran kondisi di atas sehingga Yogyakarta
juga memiliki potret yang hampir sama dengan potret Indonesia
secara umum. Pada tahun 2000 potret DIY dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel. 2. Gambaran
Potret DIY
No
|
K e t e
r a n g a n
|
A n g k a
|
1
|
Jumlah Penduduk ( Juta orang )
|
3120478
|
2
|
Pertumbuhan Penduduk ( % )
|
0,57
|
3
|
Pendidikan belum
tidak/tamat SD – SLTP (%)
|
71,7
|
4
|
Angka Buta Huruf ( % )
|
13,36
|
5
|
Lapangan Kerja Sektor Pertanian ( % )
|
43,91
|
6
|
Penduduk Miskin ( % )
|
26,11
|
7
|
Penduduk Setengah Pengangguran ( % )
|
35,04
|
8
|
Keluarga Pra Sejahtera ( % )
|
20,54
|
Sumber : Direktorat Jendral.
BSP. 2002
Program pengembangan agribisnis secara nasional bertujuan untuk
mengembangkan agribisnis yang mampu menghasilkan produk pertanian dan kehutanan
primer yang berdaya saing, meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat pertanian
dan nelayan, khususnya petani dan nelayan kecil, memperluas kesempatan kerja
dan berusaha di perdesaan, mengembangkan ekonomi wilayah dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Program pengembangan agribisnis mempunyai lima
sasaran utama yaitu :
1. Meningkatkan
produktivitas, kualitas dan komoditas unggulan tanaman pangan, holtikultura,
peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan.
2. Meningkatnya
kesempatan kerja dan berusaha di perdesaan.
3. Meningkatnya
nilai tambah bagi masyarakat pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan dan
kehutanan.
4. Meningkatnya
nilai tambah bagi masyarakat dan investasi swasta dalam pembangunan pertanian
dan perdesaaan.
5. Terpeliharanya sistem sumberdaya alam dan lingkungan.
Sedang kegiatan pokok yang dicanangkan pemerintah dalam program pengembangan agribisnis ada 31 kegiatan, diantaranya adalah :
1. Pengembangkan komoditas unggulan yang kompetitif
di pasar domestik dan internasional serta sentra-sentra pengembangannya.
2. Pemberdayaan petani dan nelayan dalam penerapan
teknologi dan pemanfaatan informasi pertanian.
3. Mengembangkan peta agribisnis serta peningkatan
efisiensi dan konsulidasi agribisnis di sentra-sentra produksi, termasuk
pengembangan metode usaha tani konservasi.
4. Penyedian sarana
dan prasarana publik untuk mendukung pengembangan agribisnis di
sentra-sentra produksi, termasuk pengembangan sistem jaringan irigasi,
rehabilitasi dan konservasi sumber-sumber air dan pasar lokal.
5. Peningkatan akses masyarakat pertanian dan
nelayan terhadap sumber-sumber permodalan, akses terhadap sumber keuangan bank
dan non bank, teknologi, informasi dan pasar.
6. Optimalisasi pemanfaatan lahan melalui
diversifikasi produksi tanaman pangan, holtikultura, perikanan, perkebunan dan
kehutanan.
7. Peningkatan efisiensi pemasaran dan pengembangan
sistem informasi agrobisnis.
8. Mengembangkan lembaga keuangan perdesaaan.
9. Peningkatan
kwalitas pelayanan publik dibidang agrobisnis, termasuk pengembangan lembaga
penyedia teknologi, informasi, penyuluhan, investasi, jasa pelayanan lainnya.
10. Penciptakan
iklim usaha yang mendorong berkembangnya
agribisnis dengan nilai tambah yang dinikmati masyarakat pertanian dan
nelayan.
11. Pengembangan
sarana dan prasaran pertanian, perikanan, perkebunan termasuk penyediaan pupuk,
bibit dan jaringan irigasi.
12. Perbaikan
posisi tawar petani/nelayan dalam kegiatan agribisnis dan silvobisnis melalui pemberdayaan kelembagaan petani/nelayan.
13. Pengembangan
areal pertanian baru melalui pengembangan perdesaan, pengembangan wilayah dan
mengembangan transmigrasi.
14. Pengembangan agribisnis peternakan yang berbasis
sumberdaya lokal.
Menurut Said ( 1997 ) dari 31 sasaran pokok agribisnis perdesaan yang
diharapkan menjadi kawasan candradimuka dalam pengembangan agribisnis, impian pemerintah terhadap
kebersilan agribinis di perdesaan senantiasa mampu diharapkan menjadi leading sector/ekonomi unggulan. Harapan
ini diduga kuat pada masa krisis ekoomi
dan moneter sektor agribisnis masih mengalami pertumbuhan positif
0,62%. Demikian halnya dengan DIY yang
terdiri 4 kabupaten ( Sleman, Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo ) dan 1 kota dalam menghadapi permasalahan yang
dipaparkan di atas sektor pertanian
merupakan salah satu unit yang harus digarap mengingat 43,91% penduduk DIY
bekerja disektor pertanian. Secara umum potret petani Indonesia
dalam kondisi sebagai berikut :
1. Rendahnya
akses petani terhadap informasi pasar.
2. Keterbatasan teknologi dan modal.
3. Sempitnya luas pemilikan tanah dan bergesernya
pengunaan lahan pertanian ke non pertanian.
4. Orentasi pembangunan pertanian masih terfokus
pada produksi, belum terfokus pada kebutuhan pasar.
5.Rendahnya pendidikan tenaga kerja yang
mengantungkan pada pertanian.
6. Belum
terjaminya kwalitas produk pertanian.
Berdasarkan informasi
di atas maka arah pembangunan ekonomi yang berkait dengan pertanian DIY pada
20003 difokuskan pada pengembangan kawasan pedesaaan berbasis agribisnis. Maka
kabupaten Sleman menjadi pilihan wilayah penelitian ini dengan alasan bahwa
kabupaten Sleman memiliki daya dukung sumberdaya alam yang potensial untuk
pengembangan agribisnis.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar