BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sumberdaya berupa hutan, tanah dan air merupakan
kekayaan alam yang harus tetap lestari, sehingga pengelolaan terhadap
sumberdaya alam dengan satuan unit pengelolaan berupa daerah aliran sungai harus
dilaksanakan secara hati-hati dan bijaksana, sehingga dapat mendukung pula
tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lestari.
Sebagai Negara tropis dengan 140 juta hektar hutan, Indonesia memegang peranan penting dan
memikul tanggung jawab berat atas mutu dan kelangsungan hidup dimuka bumi. Apalagi bila diingat bahwa di bumi Indonesia
yang luasnya kurang dari 1 % luas dunia, terdapat 325.000 makluk yang merupakan
lebih dari 16 % maklukI dunia
Indonesia, bersama sejumlah Negara tropis
lain seperti Brazilia, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu
Negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (Mega biodiversity).
Tekanan terhadap sumberdaya alam disebabkan oleh
pertambahan jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya seperti pada pengelolaan
sumberdaya lahan kering. Masih sering dijumpai dalam pengelolaan sumberdaya
lahan kering yang belum mempertimbangkan kelas kemampuan lahannya dan penerapan
teknik konservasi tanah yang baik dan benar.
Akhirnya sering timbul kondisi lahan yang mengalami degradasi dan
berubah menjadi lahan kritis yang mengancam kesejahteraan rakyat banyak
terhadap kondisi tersebut diatas, oleh karena itu dipelukan upaya-upaya untuk
memulihkan dan mempertahankan fungsi lahan kembali, yang biasa dikenal dengan
upaya konservasi dan rehabilitasi lahan.
Secara umum konservasi dan rehabilitasi lahan
merupakan perlindungan dan upaya untuk memperbaiki, meningkatkan dan
mempertahankan lahan untuk dikembalikan pada fungsinya semula. Perubahan fungsi lahan sering terjadi karena
faktor alam maupun ulah manusia yang tidak mengindahkan pengelolaan lahan
secara konservatif.
Kerusakan lahan dimaksud adalah tidak berfungsinya
lahan sebagaimana fungsinya. Dimana
lahan sebagai tempat berpijaknya tanaman yang mempunyai fungsi konservasi
berubah menjadi lahan yang marginal dan gundul (kosong). Sehingga jika terjadi turun hujan yang
seharusnya air meresap ke dalah tanah menjadi air bawah tanah, namun karena
tidak adanya tanaman maka aliran permukaan (run off) yang tejadi.
Percepatan kerusakan lahan yang terjadi jauh lebih
cepat dibandingkan dengan upaya pemulihan.
Dengan demikian penambahan lahan marginal semakin besar
dari tahun ke tahun. Hal ini akan berdampak
negative jika tidak segera dilakukan tindakan penanganan yang serius.
Seringnya
terjadi bencana alam di tanah air berupa, tanah longsor, banjir bandang,
meluapnya sungai, gelombang laut (Abrasi) merupakan indikator rusaknya lahan
baik itu dihutan maupun di lahan konservasi.
Dengan demikian banyak tudingan yang mengarah pada kurangnya tindakan
konsevatif terhadap pemerintah maupun masyarakat pelaku konservatif. Akibat dari semua itu adalah kerusakan sarana
prasarana yang ada, kerugian material yang nilainya sangat besar bahkan tidak
sedikit jiwa dan raga yang melayang.
Dalam
menghadapi situasi dan kondisi tersebut diatas biasanya sangat lambat dan
saling mencari kambing hitam siapa yang harus bertanggung jawab. Oleh karena itu diperlukan pemikiran dan tindakan yang serius dari berbagai pihak. Tanpa adanya tindakan yang serius maka akan
muncul permasalahan-permaalahan baru yang sangat komplek karena akan menyangkut
dari berbagai segi kehidupan.
Keterpaduan
antara berbagai unsur sangat diperlukan, antara lain masyarakat, pemerintah dan
pelaku konservasi. Masyarakat harus
menyadari pentingnya keberadaan dan manfaat lingkungan sehingga tanpa ada paksaan dan dengan
kesadaran sendiri turut menjaga lingkungan.
Tanpa adanya partisipasi dan peran serta dari masyarakat sendiri kecil
kemungkinan untuk terwujud lingkungan yang baik. Permasalahan tentang kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan merupakan permasalahan yang
sangat rumit. Hal ini terjadi
karena banyaknya kepentingan-kepentingan yang masuk dalam kehidupan masyarakat
itu sendiri.
Pemerintah
dalam hal ini dinas terkait merupakan instansi yang harus menfasilitasi,
mengendalikan dan memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang
terjadi. Keberadaan dinas terkait
merupakan dukungan resmi bahwa pemerintah benar-benar serius menangani
konservasi dan rehabilitasi lahan. Oleh karena itu berbagai macam program
kegiatan selalu diarahkan pada suatu tindakan yang mengarah pada pemulihan atau
pengembalian fungsi lahan. Dukungan
fisik maupun financial dari pemerintah selalu dialokasikan hampir setiap tahun
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Keberadaan
pelaku konservasi juga harus bertanggungjawab atas keberhasil konservasi dan
rehabilitasi lahan. Para pelaku
konservasi yang hanya memikirkan keuntungan justru akan menghambat keberhasilan
pemulihan lahan bahkan akan memperparah atau mempercepat kerusakan lahan. Oleh
karena itu mental dan pengawasan menjadi kunci utama dalam pelaksanaan tindakan
konservasi dan rehabilitasi lahan.
Upaya yang
sering dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan,
yang mungkin sekarang dianggap masih relevan untuk diterapkan dilapangan, yaitu
konservasi dengan system sipil tehnis
dan system vegetatif. Dimana system
sipil tehnis ini diarahkan pada pembangunan kontruksi sedangkan system vegetatif
diarahkan pada kegiatan penanaman.
Konservasi
system vegetatif dilakukan dengan melakukan penanaman di lahan-lahan kosong dan
lahan-lahan yang dianggap tidak produktif. Penanaman pohon dilakukan dengan
harapan lahan-lahan yang kosong akan tertutup oleh tanaman sehingga jika
terjadi turun hujan air yang datang terus masuk dalam tanah menjadi air bawah
tanah yang kemudian menjadi sumber mata air sehingga keberadaan sumber mata air
terus keluar sepanjang tahun. Tidak
diharapkan air hujan yang jatuh langsung mengalir menjadi air permukaan
sehingga akan merusak tanah dan mengakibatkan bencana alam karena tidak ada
kendali terhadap aliran air permukaan.
Konservasi
system sipil tehnis dilakukan dengan membangun bangunan-bangunan
konservasi. Hal ini dilakukan untuk
menghambat dan mengendalikan air permukaan sehingga arus aliran permukaan dapat
dikendalikan dan dapat diarahkan sehingga tidak akan merusak tanah maupun
lingkungan. Dilain pihak diharapkan
dengan dibangunnya bangunan konservasi mampu untuk menampung sedimentasi,
sehingga pengrusakan tanah bagian permukaan/atas masih terkendali.
Upaya
konservasi dan rehabilitasi dengan kedua system
tersebut diatas dilakukan secara bersama-sama sehingga tingkat
keberhasillannya dalam pemulihan lahan sangat tinggi. Dalam melakukan penanaman pohon perlu
dilakukan observasi lapangan guna mengetahui jenis tanaman apa yang sesuai
dengan lokasi dan kondisi didaerah tersebut terutama berkaitan dengan
ketinggian tempat, iklim dan curah hujan.
Sedangkan untuk bangunan konservasi observasi lapangan dilakukan untuk
mengetahui tingkat kelerengan tempat yang nantinya digunakan untuk menentukan
bangunan apa yang cocok dan sesuai dengan lokasi tersebut. Dengan demikian
diharapkan tunjuan dan manfaat dari bangunan tersebut sangat tepat. Ketepatan dalam menganalisa lokasi tempat
kegiatan merupakan salah satu factor penentu keberhasilan dari kegiatan
konservasi dan rehabilitasi lahan.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar