BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses belajar mengajar merupakan inti
dari kegiatan pendidikan di sekolah. Guru merupakan personel yang menduduki
posisi strategis dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, dituntut untuk
terus mengikuti perkembangan konsep-konsep baru dalam dunia pembelajaran. Menurut
Peters (dalam Sudjana, 2009: 15) mengemukakan bahwa ada tiga tugas dan tanggung
jawab guru, yakni guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, dan guru
sebagai administrator kelas.
Sebagian ahli mengatakan bahwa tugas
dan peranan guru antara lain menguasai dan mengembangkan materi pelajaran,
merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan
mengevaluasi kegiatan siswa. Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas
pedagogis dan tugas administrasi. Tugas padagogis adalah tugas membantu,
membimbing, dan memimpin. Dalam situasi pembelajaran, gurulah yang memimpin dan
bertanggung jawab penuh atas kepemimpinannya yang dilakukan itu. Ia tidak
melakukan instruksi-instruksi dan tidak berdiri di bawah instruksi manusia lain
kecuali dirinya sendiri, setelah masuk dalam situasi kelas.
|
Oleh karena itu, guru
harus mengetahui bagaimana situasi dan kondisi ajaran itu disampaikan kepada
peserta didik, saran apa saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan belajar,
bagaimana cara atau pendekatan yang digunakan dalam penbelajaran, bagaimana
mengorganisasikan dan mengelola isi pembelajaran, hasil yang diharapkan dari
kegiatan tersebut, dan seberapa jauh tingkat efektifitas, efisiennya serta
usaha-usaha apa yang dilakukan untuk menimbulkan daya tarik bagi peserta didik.
Dalam kegiatan
pembelajaran terdapat dua kegiatan yang sinergi, yakni guru mengajar dan siswa
belajar. Guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar. Sementara siswa
belajar bagaimana seharusnya belajar melalui berbagai pengalaman belajar hingga
terjadi perubahan dalam dirinya dari aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan yang efektif dan
akan lebih mampu mengelola proses belajar mengajar, sehingga hasil belajar
siswa berada pada tingkat yang optimal.
Belajar memang bukan
konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi pada anak didik, tetapi belajar
membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan dari pelajar itu sendiri. Itulah
keaktifan yang merupakan langkah-langkah belajar yang didesain agar siswa
senang mendukung proses itu dan menarik minat untuk terlibat.
Mengaktifkan belajar
siswa dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu cara menghidupkan dan
melatih memori siswa agar bekerja dan berkembang secara optimal. Guru harus
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan memorinya bekerja secara
maksimal dengan bahasanya dan melakukan dengan kreatifitasnya sendiri. Mengajar
menurut Nasution (dalam Ahmadi 2005: 39) adalah aktivitas guru dalam
mengorganisasikan lingkungan dan mendekatkannya kepada anak didik sehingga
terjadi proses belajar.
Dalam pembelajaran
terdapat beberapa komponen yang berpengaruh dalam proses pembelajaran Bahasa
Indonesia, salah satunya adalah “model atau metode pembelajaran”. Apabila
ditinjau dari karakteristik setiap individu dari anak didik pasti memiliki
perbedaan dalam hal kemampuan sikap, gaya belajar, perkembangan moral,
perkembangan kepercayaan, perkembangan kognitif, sosial budaya dan sebagainya. Untuk
itu guru harus mampu menjadikan mereka semua terlibat, merasa senang selama
proses pembelajaran.
Pendidikan yang dianggap
merupakan suatu alternatif dalam membentuk kepribadian manusia dianggap gagal. Hal
ini dipengaruhi karena kurangnya perhatian terhadap persoalan bagaimana
mengubah pengetahuan yang bersifat kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang
perlu diinternalisasikan dalam diri siswa.
Mengembangkan nilai-nilai yang
diajarkan pada siswa sangat tergantung pada peranan guru dalam mengelola
pembelajaran. Salah satu faktor yang sangat mendukung keberhasilan guru dalam
proses pembelajaran adalah kemampuan guru dalam menguasai dan menerapkan model serta
metode pembelajaran.
Model mengajar merupakan salah satu
cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan siswa pada saat
berlangsungnya pembelajaran. Oleh karena itu, peranan model mengajar sebagai
alat untuk menciptakan proses belajar mengajar terhadap keaktifan proses
pembelajaran.
Dengan model dan metode yang tepat
seseorang dapat meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Hal itu tentu
saja merupakan peluang dan tantangan yang menggembirakan bagi kalangan
pendidik. Tetapi jika bangsa Indonesia terlambat mengapresiasikan berbagai
temuan mutakhir dalam bidang metodologi pendidikan, maka posisi kita akan
semakin tertinggal di belakang.
Model pembelajaran yang tepat dapat
memberikan motivasi belajar yang tinggi, dimana sangat berpengaruh sekali pada
pembentukan jiwa anak. Motivasi belajar yang membangkitkan dan memberi arah
pada dorongan yang menyebabkan individu melakukan perbuatan belajar.
Guru dituntut untuk menguasai bermacam
model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan
siswa. Dalam memilih model pembelajaran, kadar keaktifan siswa harus selalu
diupayakan tercipta dan berjalan terus dengan menggunakan beragam model dan metode
pembelajaran. Keaktifan siswa di kelas sangat diperlukan karena proses kerja
sistem memori sangat membantu perkembangan emosional siswa.
Dengan model belajar aktif, siswa akan
mampu memecahkan masalahnya sendiri, yang paling penting melakukan tugasnya
sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki.
Persoalannya bagaimana mengaktifkan
siswa agar secara sukarela tumbuh kesadaran mau dan senang belajar, guru harus
mempunyai strategi yang baik supaya pendidikan dan pengajaran yang disampaikan
memperoleh respon positif, menarik perhatian, dapat dikembangkan dan
terimplementasi dalam sikap yang positif
pula. Untuk mencapainya, seorang guru harus dapat memilih model pembelajaran
yang menarik karena model pembelajaran yang biasa diterapkan monoton hanya
terfokus pada materi saja.
Untuk meningkatkan mutu pembelajaran
dalam kelas, banyak faktor yang harus dipertimbangkan diantaranya yaitu dalam
hal penyampaian materi dari sumber melalui saluran atau media tertentu ke
penerimaan siswa, sedangkan model pembelajaran yang digunakan di sekolah
dirasakan masih kurang menciptakan suasana kondusif dan siswa terkesan pasif. Hanya
mendengarkan penjelasan guru tanpa ada respon dari siswa, sehingga yang
diketahui siswa hanya tersimpan dalam memori saja, tidak diungkapkan. Penyebab
dari kepasifan siswa di kelas yaitu takut salah atau tidak percaya diri dan
siswa cenderung malu mengungkapkan pendapatnya.
Salah satu alternatif yang dapat
dilakukan oleh seorang guru guna lebih mengaktifkan belajar siswa di kelas
yaitu dengan menggunakan medel Jigsaw
Learning. Strategi ini dapat diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia untuk
mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan dan diketahui siswa dengan membagikan
bahan ajar yang lengkap. Dalam strategi ini, siswa dibagi secara kelompok,
siswa dapat mendiskusikan dalam kelompok kecil. Setiap anggota kelompok kecil
berusaha membuat resume untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Bentuk
kelompok baru secara acak dan setiap anggota kelompok untuk saling menjelaskan resume
kepada sesama anggota dalam kelompok baru tersebut sehingga diperoleh pemahaman
yang utuh.
Dengan model pembelajaran ini, siswa
dapat bekerja atau berpikir sendiri tidak hanya mengandalkan satu siswa saja
dalam satu kelompok tersebut. Karena setiap siswa dituntut dapat meresume dan
dapat mempresentasikan pada kelompok yang baru.
Berpijak
pada uraian latar belakang di atas, maka perlu kiranya diadakan suatu
penelitian pendidikan. Dalam hal ini, penulis ingin mengangkat satu judul yang
sesuai dengan kondisi yang dihadapi saat ini, yaitu: “Pengaruh Pembelajaran
Model Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 1 Ketapang Kabupaten Sampang”.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar