Daging merupakan salah satu jenis hasil
ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan
pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup
lengkap. Sama halnya dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur
dan lain-lain, daging bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia
dan fisik bila tidak ditangani dengan baik.
Proses
biokimia yang berlangsung sebelum dan setelah ternak mati sampai terbentuknya
rigor mortis pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang besar perannya terhadap
kualitas daging yang akan dihasilkan pascarigor. Kesalahan penanganan
pascamerta sampai terbentuknya rigor mortis dapat mengakibatkan mutu daging
menjadi rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark firm dry)
atau pucat (pale soft exudative) ataupun pengkerutan karena dingin (cold
shortening) atau rigor yang terbentuk setelah pelelehan daging beku (thaw
rigor) (Abustam, 2009).
Perubahan
otot menjadi daging meliputi perubahan sifat fisikokimia otot akibat
perubahan-perubahan secara biokimia dan biofisik pada saat prarigor,
rigormortis dan pascarigor. Namun salah satu kendala pada sifat fungsional
daging yaitu, adanya keterbatasan daging untuk mengikat air atau daging sapi fase prarigor hanya dapat
bertahan sekitar 6-8 jam. Dengan
keterbatasan waktu yang mengharuskan daging tersebut haruslah segera diolah
pada saat daging tesebut masih dalam fase prarigor mortis. Salah satu cara untuk mempertahankan sifat
fungsional yang dimiliki daging adalah dengan adanya penambahan bahan tambahan
yang bisa mempertahankan sifat fungsional daging dan juga bisa menghasilkan
kualitas yang baik pada daging tersebut.
Asap cair merupakan
suatu campuran suatu dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap hasil pembakaran kayu yang mengandung senyawa fenol yang
berperan sebagai antioksidan dan dapat meningkatakan daya tahan dan kualitas
daging. Pada umumnya, penggunaan asap
cair sering dikombinasikan dengan berbagai perlakukan seperti penggaraman,
teknik pengemasan dan suhu penyimpanan, sebagai upaya efek sinergis terhadap
mikroorganisme perusak dan meningkatkan umur simpan. Asap cair dapat digunakan untuk memberikan
karakteristik sensori terhadap produk olahan daging, dalam bentuk perubahan
warna, bau, dan rasa.
Daging fase prarigor
pada otot Longissimus dorsi merupakan
daging yang sangat baik digunakan untuk produk olahan. Namun kenyataannya sifat fungsional daging fase
prarigor tersebut hanya bertahan kisaran 6-8 jam. Melihat sifat fungsional daging prarigor, maka
dari itu dengan penambahan asap cair, sifat fungsional daging sapi Bali pada fase pascarigor bisa
dipertahankan.
Pemberian
asap cair sebagai bahan pengikat (binder)
pada pangan hewani sesuai dengan perlakuan dan konsentrasi yang digunakan,
diduga dapat mempertahankan sifat fungsional daging fase prarigor pada otot Longissimus dorsi.
Penelitian ini bertujuan untuk
melihat pengaruh pemberian level asap cair sebagai bahan pengikat dan bagaimana
kualitas yang dihasilkan. Kegunaan dari penelitian
ini adalah sebagai media informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan asap
cair
sebagai bahan pengikat.
Judul : Pengaruh Level Asap Cair Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Daging Sapi Bali Prarigor Pada Otot Longissimus Dorsi (PT-26)
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar