Kumpulan Skripsi Lengkap, Judul Skripsi Lengkap, Contoh Skripsi, Download Skripsi, daftar judul skripsi, koleksi skripsi, skripsi gratis, judul skripsi, semua jurusan
Variasi Bentuk Pranata Sekuritas Sosial Pada Masyarakat Nelayan Di Pulau Kodingareng (ANT-1)
Pada hakekatnya masalah menjadi bagian dari
kehidupan manusia. Menurut Jenssen (dikutip oleh Suharto, 2006: 83), masalah
dapat diartikan sebagai perbedaan antara harapan dan kenyataan atau sebagai
kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang sebenarnya. Kemiskinan
menjadi salah satu masalah bagi masyarakat yang dicirikan dengan bertempat
tinggal di perkampungan kumuh, tidak memadainya pelayanan kesehatan dan
pendidikan yang didapatkan. Kondisi kehidupan yang seperti ini disebut sebagai
ketidakterjaminannya sosial struktural atau kronis (Getubig dikutip oleh Tang
dkk: 2005).
Hidup segan mati tak mau adalah sebutan yang
biasa ditujukan kepada nelayan, khususnya nelayan tradisional. Orang akan
selalu menghubungkannya dengan kehidupan yang serba susah (hidup serba
kekurangan), sehingga karakteristik kemiskinan sudah melekat pada mereka.
Menurut Suyanto (1996: 8), hampir semua nelayan tradisional yang diwawancarai memiliki
pendapatan yang relatif pas-pasan atau kurang. Kondisi keterbatasan permodalan,
iklim yang tidak menentu membatasi ruang lingkup mereka. Hal ini dipengaruhi
oleh tidak terjaminnya kepemilikan alat tangkap seperti pancing, jala dan
sebagainya, yang mengharuskan mereka untuk meminjam. Konsekuensi dari
peminjaman itu pun menjadi kasus yang menambah persoalan lain bagi nelayan
tradisional.
Ketika mereka menambah jumlah tenaga kerjanya
untuk melaut, menuntut menambah persediaan pangan dan solar. Permodalan yang
diperoleh dari meminjam mengharuskannya mengambil resiko, apabila berhadapan
dengan pemiliki modal karena telah lewat dari batasan pengembalian yang telah
ditentukan (Agoes, 2007: 30). Menurut Siswanto (2008: 85) nelayan identik
dengan keterbatasan asset, lemahnya kemampuan modal, posisi tawar dan akses
pasar. Hal ini digambarkan oleh Tang dkk (2005: 47), upah yang diterima oleh
seorang sawi (nelayan kecil, yang mengoperasikan alat produksi) sebesar Rp
500.000 satu musim pendapatan di Sumpang Minangae Kota Pare-pare.
Dari sisi kesehatan dan kebersihan lingkungan
(termasuk sanitasi), misalnya di rumah nelayan Bajo di kawasan Tanjung Pasir
sangat jauh dari standar hidup sehat dan bersih. Pertama; seluruh rumah Bajo di
Tanjung Pasir tidak memiliki MCK (Mandi, Cuci, Kakus/WC) yang memadai. Untuk
urusan mandi, berbekal tirai dari bambu, seng bekas dan batang kelapa lalu
dibuatkan kamar mandi sederhana berukuran 1 x 1
m2
di samping atau di belakang halaman rumah. Kamar mandi yang dibangun terpisah
dari rumah induk juga difungsikan sebagai tempat mencuci pakaian maupun mencuci
peralatan dapur. Ada juga beberapa rumah
panggung yang dibangun sudah langsung dengan kamar mandi dan tempat mencuci
yang sederhana. Untuk urusan WC, nelayan Bajo memanfaatkan semak belukar yang
mengelilingi kawasan Tanjung Pasir sebagai WC. Kedua; untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seperti mandi, mencuci dan masak, nelayan Bajo mengambil air tawar
dari Dusun Papela (dusun tetangga) melalui pipa paralon dan selang yang sudah
disambungkan sampai ke perkampungan Tanjung Pasir. Di Tanjung Pasir tidak
terdapat sumber mata air tawar atau sumur. Ketiga; semua rumah Bajo di Tanjung
Pasir tidak memiliki dapur yang memadai. Ada beberapa keluarga Bajo
yang sudah menggunakan kompor minyak tanah sebagai alat masak namun mayoritas
masyarakat Tanjung Pasir masih menggunakan batu tungku dari tanah liat atau
batu alam dan kayu api sebagai pengganti kompor untuk memasak (Therik: 2008).
Bantuan berupa perahu lepa-lepa dan jala yang
diberikan kepada nelayan Sumpang Minangae oleh Dinas Sosial kota Pare-pare pada
tahun 2003 tidak sesuai anggaran yang dikeluarkan, karena jenis perahu yang
diserahkan tidak sesuai dengan spesifikasi perahu yang cocok digunakan di
perairan Pare-pare yaitu berukuran 3
meter x 75 centimeter, sementara nelayan di
Sumpang Minangae menggunakan perahu yang berukuran 4
meter x 60 centimeter, begitupun jala lempar
yang diberikan tidak cocok digunakan laut. (Tang dkk, 2005: 57).
Selain itu menurut Mubyarto (dikutip oleh
Bengen: 2001), motorisasi armada nelayan
skala kecil adalah
program yang dikembangkan
pada awal tahun 1980-an untuk meningkatkan
produktivitas. Program motorisasi dilaksanakan
di daerah padat nelayan, juga
sebagai respons atas dikeluarkannya
Keppres No. 39 tahun 1980
tentang penghapusan pukau
harimau. Program ini
semacam kompensasi untuk meningkatkan produksi
udang nasional. Hal ini, ternyata banyak teraplikasi (motorisasi
armada) karena tidak tepat sasaran yaitu bias melawan nelayan kecil,
dimanipulasi oleh aparat dan elit demi
untuk kepentingan mereka dan bukannya untuk kepentingan nelayan.
Program
besar lain yang
dilakukan pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan adalah
pembangunan prasarana perikanan,
khususnya pelabuhan perikanan
berbagai tipe dan
ukuran di seluruh
Indonesia. Dengan bantuan
luar negeri, selama
beberapa tahun terakhir,
pelabuhan perikanan, mulai
dari kelas yang sangat kecil
yaitu pangkalan pendaratan ikan hingga kelas yang terbesar
yaitu pelabuhan perikanan samudera, dibangun
di desa-desa nelayan dan sentra-sentra produksi perikanan. Akan tetapi, kembali, banyak pelabuhan yang masih
belum dimanfaatkan secara optimal, di bawah kapasitas, atau tidak berfungsi sama sekali. Perlahan-lahan,
banyak pelabuhan dan fasilitas daratnya mulai rusak dan
usang di makan usia. Akhirnya memang masih banyak pelabuhan
yang berfungsi, namun lebih
banyak yang tidak berfungsi atau rusak sebelum dimanfaatkan (Mubyarto dikutip oleh Bengen, 2001).
Setiap kelompok masyarakat, menurut Kluckhlon (dikutip
oleh Koentjaraningrat, 1992: 7) memiliki unsur-unsur kebudayaan yang universal,
yaitu (1) sistem peralatan dan perlengkapan hidup; (2) sistem mata pencaharian
hidup; (3) sistem kemasyarakatan; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) sistem
pengetahuan; dan (7) sistem religi. Sebagai sebuah kehidupan kolektif, setiap
kelompok masyarakat mengembangkan kebudayaan yang sesuai dengan kondisi
masyarakatnya, dan sesuai dengan kompleksitas kebudayaannya, di dalam
masing-masing kelompok masyarakat tersebut timbul pranata-pranata. Pranata ini
timbul sebagai hasil dari interaksi diantara anggotanya yang kemudian menjadi
pola-pola tindakan yang resmi serta dijadikan sebagai pedoman bagi anggota
masyarakat dalam melakukan suatu aktivitas bersama. Salah satu pranata yang
terdapat dalam masyarakat adalah pranata sekuritas sosial.
Koentjaraningrat (2000, 165) telah mendefiniskan
pranata sebagai sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas
masyarakat yang khusus. Dengan adanya pranata, terdapat berbagai keteraturan di
dalam tindakan-tindakan masyarakat guna memenuhi berbagai kebutuhan untuk
kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian sebuah pranata timbul pada masyarakat
karena pranata tersebut memiliki fungsi dalam mendukung upaya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup manusia sebagai anggota masyarakat.
Kondisi kehidupan nelayan yang telah saya
paparkan diatas tentu sangat memperhatinkan, tetapi terbukti mereka dapat
bertahan hidup ditengah himpitan kebutuhan sekarang yang serba kekurangan.
Menurut Tang dkk (2005: 46-49), sekalipun sebagian nelayan di Sumpang Minangae
Kota Pare-pare tergolong sebagai nelayan yang tidak memiliki kemampuan memenuhi
kebutuhan sehari-harinya untuk dapat bertahan hidup, tetapi dengan adanya rasa
kekeluargaan yang mereka anggap berasal dari nenek moyang yang sama maka diduga
nelayan di Sumpang Minangae itulah yang menjadikan sebab bagi nelayan yang
tidak memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan sehari-harinya untuk dapat bertahan
hidup, karena mereka dapat saja meminta bantuan dari kerabat atau warga lainnya
yang dianggapnya memiliki kemampuan dan mau menolongnya. Hal ini dapat dilihat
dari mekanisme peminjaman beras terhadap tetangga yaitu nelayan di Sumpang
Minangae meminjamkan berasnya kepada nelayan lain yang membutuhkan. Mekanisme
ini di motivasi oleh pertetanggaan (antara tetangga yang satu dengan yang
lain). Prinsip yang melatar belakangi ini yaitu keberadaan tetangga tak lain
sebagai saudara terdekat, dan tidak bisa di duga pada saat dinama tetangga
membutuhkan bantuan dari tetangga yang lain. Pranata sekuritas sosial ini
diduga menjadi alasan nelayan dapat bertahan hidup dalam kondisi kehidupan
sosial ekonomi yang serba kekurangan.
Selain itu, nelayan Dufa-dufa di Ternate
memiliki tatanan yaang diduga menjadi alasan bertahannya kondisi ekonomi sosial
ekonomi nelayan, dengan terlihat jalinan hubungan mereka sehari-hari yaitu
adanya kesepahaman bahwa mereka pada umumnya berasal dari satu ikatan keluarga
besar, seperti Baku Nyoji disebut sebagai mekanisme yang dilakukan oleh seluruh
masyarakat nelayan Dufa-dufa. Masyarakat datang menjenguk orang yang sakit dan
membawa makanan atau uang. Begitu juga pada saat ada yang meninggal, setiap
orang datang melayat dan memberi sesuatu yang dapat meringankan beban keluarga
yang meninggal. Selain itu, istilah robio disebut sebagai gotong royong atau
tolong menolong pada saat ada acara pernikahan. Hal ini dimaksud sebagai pemberian
bantuan pada saat datang ke tempat acara. Bentuk bantuanya berupa uang, minyak
kelapa, beras, dan yang tidak memiliki uang untuk membeli sesuatu yang biasanya
menyumbang tenaga.
Mekanisme sekuritas
sosial lain yang diduga berlaku dengan keluarga dekat atau pertetanggaan pada
nelayan di Dufa-dufa, misalnya ada keluarga yang sudah janda atau duda yang
tidak mampu lagi bekerja, mereka ini biasanya dibantu oleh saudara,
anak-anaknya atau tetangga terdekat (Tang dkk, 2005: 141-142). Koentjaraningrat
(2000: 166) menyebutkan bahwa pranata tolong-menolong dimasukkan ke dalam
klasifikasi domestik institutions (pranata domestik) yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dapatkan koleksi kami lainnya hanya dengan mengklik kategori dibawah ini
Tesis Manajemen SDM (MSDM)
TEsis Manajemen Pemasaran
TEsis Manajemen Pendidikan
TEsis Manajemen Administrasi Publik
TEsis Manajemen Keuangan
Tesis Manajemen Akuntansi
TEsis AgribisnisTEsis Agronomi
TEsis PeternakanTesis Administrasi Publik
Skripsi Manajemen SDM (MSDM)
Skripsi Manajemen Pemasaran
Skripsi Manajemen Pendidikan
Skripsi Manajemen Administrasi Publik
Skripsi Manajemen Keuangan
Skripsi Manajemen Akuntansi
Skripsi AgribisnisSkripsi Agronomi
Skripsi Peternakan
Skripsi Administrasi Publik
TEsis Manajemen Pemasaran
TEsis Manajemen Pendidikan
TEsis Manajemen Administrasi Publik
TEsis Manajemen Keuangan
Tesis Manajemen Akuntansi
TEsis AgribisnisTEsis Agronomi
TEsis PeternakanTesis Administrasi Publik
Skripsi Manajemen SDM (MSDM)
Skripsi Manajemen Pemasaran
Skripsi Manajemen Pendidikan
Skripsi Manajemen Administrasi Publik
Skripsi Manajemen Keuangan
Skripsi Manajemen Akuntansi
Skripsi AgribisnisSkripsi Agronomi
Skripsi Peternakan
Skripsi Administrasi Publik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar