Dewasa ini masyarakat Indonesia telah memasuki masa transisi dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Pada saat yang bersamaan telah
terjadi pula pergeseran nilai-nilai budaya yang selama ini menjadi landasan
moral struktur dalam sistem sosial yang diakibatkan derasnya arus transformasi
radikal berupa modernisasi dan globalisasi, terutama dalam komunikasi,
transportasi dan informasi.
Di sulawesi selatan sendiri, arus modernisasi dan globalisasi paling besar
dapat dirasakan di ibukota provinsi, kota Makassar. Perkembangan kota Makassar
dari tahun ke tahun semakin memperlihatkan perubahan terhadap pola hidup
masyarakat. Hal ini tentu saja berpengaruh pada sektor kepemilikan kendaraan di
Makassar yang makin meningkat dimana setiap pemilik kendaraan menginginkan
kemudahan untuk menjalankan aktifitasnya. Meningkatnya penggunaan kendaraan
serta aktifitas masyarakat dari satu tempat ke tempat lain maka meningkat pula
kebutuhan masyarakat akan lahan atau ruang parkir. Karena kendaraan tidak
selamanya bergerak, ada saatnya kendaraan itu berhenti, menjadikan tempat
parkir sebagai unsur terpenting dalam
transportasi.
Di kota Makassar sedikitnya terdapat ratusan titik parkir yang tersebar di
setiap kecamatan dan dikelola ribuan juru parkir resmi maupun juru parkir liar.
Bersamaan dengan meningkatnya penggunaan kendaraan tidak jarang tempat parkir
merupakan penyebab utama terjadinya kemacetan dalam kota. Secara umum,
masyarakat yang beraktifitas di kota kurang memahami tempat-tempat yang
merupakan daerah larangan parkir. Sehingga mereka memarkir kendaraannya sesuka
hati. Yang lebih parah lagi karena para petugas parkir di daerah tersebut
justru mengarahkan serta melegalkan para pengguna kendaraan untuk menempati
daerah larangan parkir.
Kondisi parkir on street saat ini
memang masih sangat merana, antara lain karena belum memadainya sarana
pendukung seperti rambu parkir, garis marka parkir, papan tarif retribusi
parkir dan belum optimalnya sistem pungutan parkir dan pengawasan lemah, sumber
daya manusia yang belum optimal dan banyak preman, pengawasan belum mendukung.
Dampak dari kondisi tersebut membuat pelayanan kepada konsumen pemilik
kendaraan rendah dan citra Unit Pelaksana Perparkiran terpuruk. (Pembagio, 2010)
Selain itu secara ekonomi sebenarnya perparkiran kita juga berpotensi luar
biasa namun terpuruk sebagai akibat salah urus. Tidak semua tempat
parkir dikendalikan secara resmi sehingga sering muncul juru parkir tidak resmi
yang mengumpulkan seluruh pendapatannya ke dalam kantong sendiri walaupun tidak
jarang kita temui ada juga juru parkir resmi yang kadang memasukkan sebagian
pendapatannya ke kantongnya sendiri. Untuk tempat parkir yang luas terkadang
pengaturan parkir dilakukan oleh beberapa orang yang dikelola oleh seorang
jagoan atau preman di daerah yang bersangkutan. Tidak jarang terjadi
perselisihan antar juru parkir memperebutkan kawasan atau daerah
yang dikuasai. Pengawasan merupakan hal yang penting dalam pengumpulan
pendapatan dari juru parkir resmi, untuk mendapatkan kisaran target yang hendak
dicapai perlu dihitung dari data perputaran parkir
dalam satu hari, sehingga perkiraan pendapatan dalam satu hari adalah jumlah ruang
parkir dikali perputaran parkir dikali tarif parkir.
Untuk
mengatasi masalah parkir yang sangat kompleks dibutuhkan suatu wadah yang
mengatur yaitu Perusahaan Daerah Parkir. Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya
adalah perusahaan daerah yang didirikan oleh pemerintah kota makassar sebagai
salah satu sumber pendapatan asli daerah untuk mengelola perparkiran di wilayah
kota makassar. Tujuan utama dari pendirian Perusahaan Daerah Parkir Makassar
Raya adalah untuk meningkatkan efisiensi efektifitas dalam pemberian pelayanan
perparkiran kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan pendapatan asli
daerah dari sektor retribusi parkir. (www.pdparkirmakassarraya.com)
Saat jumlah kendaraan terus
bertambah, pengelolaan parkir di kota Makassar perlu ditata dengan aturan
tegas. Sehingga tidak dikuasai kemacetan seperti Jakarta dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) meningkat. Sudah puluhan tahun, pengelolaan parkir belum serius
dipraktekkan di bawah kendali Badan Pengelola Perparkiran (BPP) Kota Makassar.
Hal ini dibuktikan arus lalu lintas yang macet akibat parkir kendaraan di badan
jalan, retribusi parkir yang seharusnya untuk PAD malah bocor ke sana-sini.
Perolehan PAD terlalu kecil dibandingkan jumlah kendaraan, penggerakan dari
satu tempat ke tempat lain karena aktivitas. Tak dapat dipungkiri lahan parkir
pun jadi rebutan di tengah kesibukan masyarakat, tak peduli harus dikuasai
dengan cara apa yang penting mendapatkan lahan parkir. (www.hariansumutpos.com)
Profesi Juru
Parkir (jukir) sebenarnya membantu pengendara dalam memarkir kendaraannya.
Namun profesi ini seringkali mengundang ejekan dan dipandang rendah, tapi tetap
saja profesi ini tetap menjadi lahan rebutan, sehingga terjadi pembagian lahan
kekuasaan dikalangan juru parkir sendiri. Akibat kondisi kehidupan yang sangat
keras, kurangnya lapangan pekerjaan dan didukung dengan kondisi pendidikan
masyarakat yang tergolong rendah, maka banyak orang yang memilih berprofesi
sebagai juru parkir. Banyak juru parkir yang berfikir bagaimana bertahan guna
memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Tekad untuk dapat bertahan hidup
mengharuskan mereka terjun menjadi juru parkir. Seperti yang kita lihat
pekerjaan sebagai juru parkir tidaklah mudah
banyak keluh kesah yang mereka alami. Di antara pemilik kendaraan, ada
yang peduli dengan nasib juru parkir dan ada pula yang tidak peduli sama sekali
dengan nasib juru parkir, tidak mau membayar parkir. Bagi juru parkir panas
matahari maupun hujan tidak menjadi rintangan dan harus dilalui juru
parkir agar setoran parkir yang sudah
ditetapkan dapat terpenuhi. Juru parkir dapat diidentifikasi karena memiliki
ciri khas tersendiri memakai pakaian rompi berwarna orange bertuliskan “juru
parkir” dibelakangnya, membawa pluit dan karcis. Mereka melakukan aktifitasnya
setiap hari untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, serta menyisihkan untuk di
setorkan pada pihak pengelola setiap harinya. Banyak juru parkir yang
beranggapan lebih baik jadi juru parkir dari pada harus menjadi pengemis, menipu
atau mencuri. Tetapi pada kenyataannya banyak juga juru parkir yang melakukan
penipuan. Jika ada kendaraan yang parkir para juru parkir yang nakal tidak
memberikan karcis tetapi tetap meminta uang biaya parkir untuk dimasukkan di
kantongnya sendiri. Sebagai warga miskin banyak juru parkir berharap agar
pengelola parkir mengurangi beban setoran yang ditargetkan agar sisa
penghasilannya dapat dipergunakan untuk keperluan hidup sehari-hari.
Pada dasarnya
manusia adalah makhluk sosial dan selalu hidup berkelompok dengan hal itu
menyatakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri dan dan memenuhi seluruh
kebutuhan pribadinya dan juga untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan
diperlukan orang lain untuk membantu dan melanjutkan kelangsungan hidupnya dan diperlukan
orang lain untuk mengatasi keterbatasannya.
Naluri dan
keinginan manusia untuk hidup selalu berhubungan dengan orang lain menjadikan
manusia itu berbeda dalam berfikir dan bertindak. Dengan adanya naluri ini,
manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kehidupannya dan memberi
makna kepada kehidupannya, sehingga timbul apa yang kita kenal sebagai
kebudayaan yaitu sistem terintegrasi dari perilaku manusia dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. dan dengan demikian manusia disebut dengan manusia
berbudaya dimana manusia adalah elemen penting pembentuk kebudayaan itu sendiri
Manusia dalam
hidupnya dituntut untuk terus berusaha karena keadaan berubah-ubah dan
tantangan hidup selalu bertambah sesuai dengan perkembangan zaman. Tiap
individu manusia berusaha memperoleh kesejahteraan untuk dirinya maupun untuk
keluarganya.
Bertolak dari uraian
diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai masalah JURU PARKIR DI KOTA MAKASSAR (Suatu Studi Antropologi Perkotaan).
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar