Segala
upaya untuk mewujudkan negara yang maju dan mandiri serta masyarakat adil dan
makmur, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan dan sekaligus peluang
memasuki millenium ke-3 yang dicirikan oleh proses transformasi global yang
bertumpu pada perdagangan bebas dan kemajuan IPTEK. Sementara itu, di sisi lain
tantangan yang paling fundamental adalah bagaimana untuk keluar dari krisis
ekonomi yang menghantam bangsa Indonesia sejak tahun 1997 dan mempersiapkan
perekonomian nasional dalam percaturan global abad 21.
Tantangan dan pemanfaatan peluang
tersebut, diperlukan peningkatan efisiensi ekonomi, pengembangan teknologi,
produktivitas tenaga kerja dalam peningkatan kontribusi yang signifikan dari
setiap sektor bidang kelautan dan pesisir yang didefinisikan sebagai sektor
perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan
laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan. Sehingga tidak salah jika Indonesia
dikatakan negara kepulauan yang merupakan gugusan yang terpanjang dan terbesar
didunia, luas lautanya 5 juta km2 merupakan sumberdaya laut yang
dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia karna laut-laut Di
Indonesia kaya akan ikan. Keadaan ini memberikan kesempatan yang besar bagi
masyarakat yang khususnya berada didaerah pesisir dan pulau-pulau untuk
memanfaatkan sebaik-baiknya sumber daya yang ada dilaut.
Kawasan
pesisir merupakan bagian dari daerah yang menjadi batas antara wilayah laut
dengan daratan. Kawasan ini sangat kompleks dengan berbagai isu dan
permasalahan yang memerlukan penanganan yang komprehensif dengan strategi
khusus dan terpadu. Selama ini kawasan pesisir belum mendapat perhatian yang
cukup serius dari pemerintah, dalam pengelolaannya. Sehingga belakangan ini
baru dirasakan berbagai permasalahan yang muncul tentang kawasan pesisir. Salah
satu konsep penanganan kawasan pesisir yang dikembangkan adalah konsep Integrated Coastal Zone Management,
yaitu pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dengan memperhatikan segala
aspek terkait di pesisir yang meliputi antara lain aspek ekonomi, sosial,
lingkungan dan teknologi. Melalui aplikasi konsep tersebut diharapkan dapat
diatasi berbagai permasalahan yang muncul belakangan ini dalam pengelolaan
kawasan pesisir. (http://hukum.bunghatta.ac.id/tulisan.php?dw.8). Tidak
salah jika dikatakan bahwa Di Indonesia sektor kelautan perikanan merupakan
salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pangan, perolehan devisa
dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya (Mulyadi, 2005:13). Sehingga secara
proporsional bila dikaitkan dengan luas wilayah dan juga potensi yang
terkandung didalamnya dan banyaknya kelompok masyarakat yang menggantungkan
hidupnya pada pengolahan sumber daya laut.
Ini membuktikan laut kita yang kaya akan ikan dan beranekaragam biota
laut lainnya, dengan demikian laut dimanfaatkan seefektif mungkin sebagai mata
pencaharian nelayan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemanfaatan lingkungan laut
sesungguhnya merupakan serangkaian upaya yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok masyarakat dengan menggunakan sejumlah potensi untuk memenuhi sejumlah
kebutuhan. (Naping, 2007:2). Potensi
sumber daya daerah pesisir dan pulau-pulau yang berada di laut Indonesia terutama di Sulawesi Selatan,
selain menjadi tumpuan hidup masyarakat nelayan, dapat pula menjadi wadah
ekonomi bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka. Hal ini tidak
lepas dari kekayaan sumber daya alam yang terdapat di laut Indonesia, yang
tersebar pada 17.508 Pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 juta km dengan
luas 31 juta km (Hadelia, 2005:1). Namun
untuk memanfaatkan potensi sumber daya laut biotik maupun abiotik masyarakat
nelayan tidaklah mudah nelayan harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri
dengan mengatasi rintangan-rintangan alam yang ganas, cuaca yang sewaktu-waktu
bisa berubah tergantung pada keadaan angin muson
sehingga nelayan diharuskan selalu hati-hati (Poelinggomang, 2002:17) dan
bagaimana cara mereka memanfaatkan sebaik mungkin semua hasil yang di dapatkan
sehingga sebisa mungkin hasil tersebut tidak ada yang terbuang percuma ini
dilakukan masyarakat baik pesisir maupun pulau untuk meningkatkan penghasilan
mereka semaksimal mungkin. Laut
yang luas dan kaya akan sumber daya baik biotik maupun abiotik yang tersebar
hampir disemua daerah terutama di
Sulawesi Selatan termasuk pulau-pulaunya baik itu pulau besar maupun pulau
kecil. Salah satunya yaitu pulau terdapar di Sulawesi Selatan yaitu Pulau
Saugi. Laut yang berada Di Pulau Saugi yang kaya akan sumber daya biotik maupun
abiotik di manfaatkan oleh masyarakat pulau tersebut sebagai mata pencaharian
hidup karena sebagian besar dari mereka adalah nelayan. Sehingga untuk menagkap
ikan teknologi penangkapan yang digunakan merupakan salah satu bentuk upaya
pemanfaatan sumber daya perikanan khususnya sumber daya ikan yang ada dilaut.
Dalam perkembangan teknologi alat tangkap (koentjaranngrat, 1990:33) mengatakan
bahwa mata pencaharian nelayan lebih banyak tergantung pada perkembangan
teknologi.
Dengan demikian dibutuhkan alat tangkap yang mempunyai nilai dan mutu
yang berkualitas tinggi serta tidak merusak ekosistem laut namun teknologi alat
tangkap yang dibutuhkan tidak harus canggih dan modern. Hal inilah yang
dilakukan oleh salah satu masyarakat yang ada Pulau Saugi, dari pengamatan
memperlihatkan beraneka ragam jenis alat tangkap. Dengan berbekal pengtahuan
dan pengalaman yang di milikinya dengan berbagi pengalaman dengan masyarakat
lainnya yang ada di Pulau Saugi sehingga masyarakat Pulau Saugi berinisiatif
untuk membuat teknologi penangkapan mereka sendiri. Walaupun alat tangkap yang
mereka kembangkan masih sederhana namun alat tangkap ini dapat menghasilkan
lumayan dalam sekali mereka melaut. Alat tangkap yang mereka kembangkan adalah
masyarakat Pulau Saugi menyebutnya dengan Renreng
(troll). Sehingga nelayan yang selama ini masih menggunakan bom dan bius dapat
beralih ke alat tangkap yang mereka sebut dengan Renreng (troll). Dikarenakan selain penggunaanya dilarang oleh
pemerintah penggunaan bom dan bius juga dapat merusak trumbu karang tempat
bermainnya ikan sehingga dapat mempercepat berkurangnya sumber daya hayati yang
ada di laut. Jika
pada tahun 1960-1970 an mereka menggunakan Sikuyu,
Rawe, Nambe, Pukat Juku, dan Pekang
cumi, dan tahun 1970 mereka menggunakan Panyangkara
walaupun alat tangkap Masyarakat Pulau Saugi sering mengalami perubahan
namun alat tangkap Masyarakat Pulau Saugi tetap yang ramah lingkungan. Saat ini 1970-2011 masyarakat
Pulau Saugi menggunakan alat tanggkap yang mereka sebut dengan Renreng (troll). Bentuk Renreng dimasukkan kedalam kategori
troll, namun jenis troll ini merupakan alat tangkap penggabungan antara troll
dengan panyungkara yaitu sebuah pukat yang ditarik oleh perahu bermesin,
disebut penggabungan sebab bentuk Renreng
mirip dengan troll sedangkan
ukurannya mengikuti panyangkara.
Renreng merupakan alat tangkap yang
dioperasikan oleh 1-2 orang. Renreng
masuk ke Pulau Saugi sekitar tahun 1985-1988. Perkembangan renreng di Pulau
Saugi termasuk sangatlah pesat hanya selang beberapa tahun sejak pertama
masuknya ke pulau saugi kini hampir keseluruhan masyarakat pulau Saugi
menggunakan alat tangkap tersebut. Mekipun sebagian besar masyarakat Pulau Saugi
menggunakan Renreng sebagai alat
tangkap namun ada juga yang tidak beralih menggunakan Renreng dengan berbagai alasan. Ada yang mengatakan pukat lebih
menguntungkan, namun ada juga yang mengatakan karena mereka tidak mampu untuk
membeli Renreng dan alat lainya yang
digunakan untuk mengoprasikan Renreng.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar