Strategi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (Gerhan) Dalam Rangka Penanggulangan Bencana Alam Di Kabupaten …(PRT-36)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Kondisi kerusakan hutan dan lahan baik kualitas maupun kuantitas di Indonesia saat ini telah menjadi keprihatinan banyak pihak baik nasional maupun internasional. Kerusakan ini mencapai sekitar 43 juta ha hutan dan lahan, yang terdiri dari 24 juta ha di dalam kawasan dan 19 juta ha di luar kawasan, mengalami kerusakan dengan laju kerusakan selama 12 tahun terakhir mencapai 1,6 juta ha per tahun. Dalam pada itu, kemampuan usaha rehabilitasinya masih jauh dari harapan, sehingga apabila tidak segera diatasi, maka akan mengancam sistem kehidupan, termasuk kelangsungan pembangunan nasional.

Kerusakan hutan dan lahan tersebut telah mengakibatkan bencana alam antara lain banjir, tanah longsor dan kekeringan. Bencana tersebut telah menanggung kerugian besar berupa kerusakan infrastruktur, berbagai aset pembangunan serta terganggunya tata kehidupan masyarakat.

Penyebab utama terjadinya bencana tersebut adalah kerusakan lingkungan terutama di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai daerah tangkapan air. Untuk menanggulangi hal tersebut, perlu dilakukan upaya pemeliharaan dan peningkatan kemampuan fungsi dan produktifitas lahan melalui kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Karena berskala nasional kegiatan ini diharapkan terencana, terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik pemerintah, swasta dan masyarakat luas melalui suatu perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efisien. Departemen kehutanan, sebagai penanggung jawab program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (GERHAN), mencanangkan era rehabilitasi dan konservasi pada 10-20 tahun ke depan. Dengan demikian upaya Gerakan Nasional Rehabilitas Hutan Dan Lahan (GERHAN) telah menjadi komitmen nasional yang harus diperjuangkan keberhasilannya di seluruh wilayah indonesia.


Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Strategi Pengembangan Agribisnis Salak Di Kabupaten …(PRT-35)

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang
Globalisasi ekonomi telah mendorong kondisi perekonomian menjadi semakin komplek dan kompetitif sehingga menuntut tingkat efisiensi usaha yang tinggi, yang mengharuskan orientasi pembangunan pertanian dirubah dari orientasi produksi kearah orientasi peningkatan pendapatan petani. Guna mendukung perubahan orientasi pembangunan pertanian ini pendekatan pembangunan pertanian tidak lagi melalui pendekatan usahatani melainkan melalui Pendekatan agribisnis. 

Pengertian agribisnis dalam arti sempit adalah perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Sedangkan menurut Anonimous ( 2000 ), yang dimaksud dengan Sistem Agribisnis adalah rangkaian dari berbagai sub sistem penyelesaian prasarana dan sarana produksi, subsistem budidaya yang menghasilkan produk primer, sub sistem industri pengolahan ( agroindustri ), sub sistem pemasaran dan distribusi serta sub sistem jasa pendukung.

Bagi Indosensia pengembangan usaha pertanian cukup prospektif karena memiliki kondisi yang menguntungkan antara lain; berada di daerah tropis yang subur, keadaan sarana prasarana cukup mendukung serta adanya kemauan politik pemerintah untuk menampilkan sektor pertanian sebagai prioritas dalam pembangunan.

Tujuan pembangunan agribisnis adalah untuk meningkatkan daya saing komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta mengembangkan kemitraan usaha. Dengan visi mewujudkan kemampuan berkompetisi merespon dinamika perubahan pasar dan pesaing, serta mampu ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Strategi Pengembangan Usaha Industri Tahu (Studi Kasus Di Kecamatan …(PRT-33)

BAB  I 
PENDAHULUAN

1.1.           Latar Belakang
Salah satu ciri pembangunan pertanian yang dimiliki Indonesia yang mempunyai potensi sebagian dari sektor pertanian dengan sektor perindustrian, kaitan yang paling sesuai adalah pengolahan produk-produk pertanian kedalam pembangunan agroindustris. Kegiatan industri pertanian mempunyai manfaat ekonomis khususnya dari agroindustri pengolahan  produk pertanian yang beralokasi di pedesaan dengan berlandaskan pada sumber daya yang ada (Banoewidjojo, 1983).
Visi pembangunan pertanian nasional ke depan adalah membangun pertanian modern yang berbudaya industri dalam rangka membangun industri pertanian berbasis di pedesaan (Santoso, 1999). Makna yang dapat ditangkap dari misi tersebut adalah bahwa pembangunan pertanian mendatang pada hakekatnya merupakan kelanjutan, pendalaman dan peningkatan dari pembangunan pertanian kita saat ini sebagai upaya mewujudkan pertanian yang tangguh, maju dan efisien yang dicirikan oleh kemampuannya dalam menyejahterakan para petani, pekebun, peternak dan nelayan (Bahasyah, 1997). Untuk itu misi pembangunan pertanian nasional dirumuskan sebagai pendekatan agribisnis, pemanfaatan sumber daya pertanian secara optimal, meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, dan menciptakan kondisi yang menjamin pembangunan pertanian yang berkelanjutan. 
Kabupaten Nganjuk memiliki wilayah pertanian yang cukup luas, yaitu sebesar 331.660 ha, yang terdiri dari 48.158 ha lahan sawah dan 283 502 ha lahan kering, Persentase rumah tangga tani sebesar 75,64% dari total rumah tangga di Kabupaten Nganjuk (Diperta  Pembangunan agroindustri khususnya yang beralokasi di pedesaan berarti menempatkan kebijaksanaan pertanian pada posisi yang sebenarnya dengan berlandaskan pada pemanfaatan sumber daya yang ada. Manfaat ekonomis dari kegiatan industri di pedesaan adalah meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan mutu dari hasil pertanian yang pada gilirannya nanti dapat memenuhi syarat untuk memasuki pasar luar negeri atau dapat menghemat devisa negara. Bahkan yang lebih penting sebenarnya adalah keterkaitan antara sektor pertanian, sektor industri, sektor perdagangan dan sektor lain dalam perekonomian. 


Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Analisis Daya Saing Komoditas Bawang Merah Di Kabuapaten .... (Tinjauan Keunggulan Komparatif Dan Keunggulan Kompetitif Di Daerah Sentra Produksi, Desa ... (PRT-32)

BAB  I 
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Globalisasi perdagangan merupakan implikasi dari kesepakatan general Agreement of Tariff And Trade (GATT), Word Trade Organization (WTO) dan Organisasi perdagangan lainnya di kawasan Asia. Dalam kaitannya dengan sektor pertanian, GATT ingin meletakan perdagangan produk pertanian di pasar internasional berdasarkan kesepakatan yang ditetapkan oleh GATT. Indonesia sebagai anggota WTO dan AFTA yang menganut ekonomi terbuka akan menerima konsekwensi peraturan perdagangan global.

Kesepakatan-kesepakatan GATT, WTO, AFTA dan AFEC satu sisi memberi peluang terhadap perekonomian nasional jika sektor perekonomian di Indonesia memiliki keunggulan kompetitif, sisi lain merupakan ancaman terhadap komoditas pertanian jika tidak memiliki daya saing. Efisiensi  dan daya saing produk dalam negeri harus ditingkatkan agar dapat bersaing dengan produk di era pasar bebas (Rusastra, Simatupang, dan Syafa’at, 2000). 

GBHN tahun 1999 – 2004 mengamanatkan, pembangunan pertanian di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip pokok antara lain : (a) membangun perekonomian yang berorientasi global dengan mengembangkan kompetensi dan produk unggulan daerah berbasis sumberdaya domestik dan menghilangkan segala bentuk perlakuan distortif dan diskriminatif ; (b) mengoptimalkan peran pemerintah dengan mengembangkan kekuatan pelaku ekonomi pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar; (c) mengembangkan sistem ketahanan pangan dengan mengembangkan aspek ketersediaan dan distribusi pangan, diversifikasi pangan dan gizi dan peningkatan pendapatan petani. Salah satu upaya meningkatkan kontribusi sektor pertanian adalah dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulkan komparatif.  


Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Analisis Program Bongkar Ratoon Tanaman Tebu Untuk Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula (Studi Di Pg. Tjoekir Kabupaten …(PRT-31)

BAB  I. 
PENDAHULUAN

1.1.            Latar  Belakang
Gula pasir merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang berfungsi sebagai pemanis dan sumber kalori. Gula pasir memberikan kontribusi lebih dari     90% terhadap total pemanis di Indonesia. Produksi gula pasir di Indonesia saat ini sekitar 2,0 juta ton yang dihasilkan oleh 58 Pabrik Gula (PG). Sementara kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 3,5 juta ton sehingga masih terjadi defisit 1,5 juta ton atau sekitar 42 % yang dicukupi melalui impor.

Dari sejarah perkembangannya, industri gula pasir di tanah air mengalami fluktuasi. Pada zaman penjajahan Belanda gula pasir pernah menjadi primadona sebagai komoditas ekspor utama. Gula pasir dari Jawa masuk ke pasaran Eropa. Pada waktu itu tebu sebagai penghasil gula ditanam pada tanah – tanah subur dengan pengairan teknis. Biaya Input produksi relatif murah karena lahan disewa sangat murah dan buruh yang bekerja di perkebunan tebu diperkerjakan secara paksa dengan upah rendah.  

Sejak krisis gula pada awal tahun tujuh puluhan, industri gula Indonesia menghadapi persoalan berat. Indonesia berubah posisi dari negara eksportir menjadi importir gula, dengan volume gula impor yang terus meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai kebijakan di bidang gula diterapkan. Pemerintah menetapkan Inpres no. 9 tahun 1975 untuk membantu dukungan penyediaan bahan baku tebu, melakukan rehabilitasi PG-PG di Jawa serta pendirian beberapa PG di luar Jawa, serta menerapkan regulasi tata niaga gula dengan harga provenue. Kebijakan tersebut mampu meningkatkan produksi gula. Namun seiring dengan perubahan arus global yang menghendaki perubahan orientasi  kebijakan  gula dari  pendekatan  produksi  ke pendekatan efisiensi  dan  daya saing, maka kebijakan yang telah diterapkan diatas mulai diperdebatkan dan tampaknya mulai tidak efektif. Pada kurun 1986 – 1992 produksi gula hanya berfluktuasi pada kisaran 1,9 – 2,3 juta ton, sementara impor gula terus meningkat guna memenuhi kebutuhan domestik.


Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan