A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan adalah suatu investasi. Jadi, ketika kita sedang memperjuangkan kesehatan berarti kita juga sedang menanam investasi baik dari sosial maupun dari segi ekonomi. Jika demikian keadaanya, maka kesehatan harus diperjuangkan semaksimal mungkin.
Walaupun demikian, kesehatan merupakan hak setiap orang. Karena itu prinsip-prinsip investasi di dunia perekonomian tidak seluruhnya diterapkan di dunia kesehatan. Maksudnya, ketika kita membuat orang yang tidak sehat menjadi sehat maka tidak etis kalau kita mengharapkan produktifitasnya sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk membuat orang yang tidak sehat menjadi sehat. Karena kesehatan merupakan hak setiap orang maka kesehatan harus diusahakan dan dinikmati oleh setiap orang. Usaha itu bukan saja kewajiban pemerintah semata, melainkan kewajiban setiap orang (Depkes. RI, 1992:2).
Salah satu penyebabnya masalah kesehatan yang ada hampir seluruh negara didunia termasuk Indonesia saat ini yaitu merokok. Merokok menjadi penyebab masalah karena menimbulkan kehilangan ataupun kerugian sumber daya baik tingkat keluarga, tingkat perusahaan, maupun tingkat nasional. (Gani, 1993:5).
Kesakitan dan kematian yang diakibatkan rokok adalah bagian dari bentuk kelalaian atau kealahan yang disengaja, karena itu identik dengan bunuh diri. Padahal dalam sudut pandang agama apapun, tindakan itu tidak akan diridhoi oleh tuhan yang Maha Bijaksanan. Menurut data di Indonesia 6,5 juta orang dewasa menderita penyakit akibat merokok. Berbagai penyakit tersebut antara lain kanker terutama kanker paru, jantung dan peredaran darah, bayi lahir dengan berat rendah serta sindroma bayi meninggal medadak (studden death) dari ibu yang merokok (Depkes RI, New Letter, Mei 2003).
Dari segi kesehatan telah terbukti bahwa merokok berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit yang diakibatkan diantaranya penyakit kardiovaskuler (seperti jantung koroner, stroke, aneurisma arterosklerosis aorta, arteroklerosis pembuluh darah perifer), penyakit kanker (seperti kanker paru, mulut, tenggorokan, pankreas, ginjal dan lambung), keadaan alergi dan penurunan daya tahan tubuh, diabetes melitus, perubahan genetik, gangguan kromosom, menghambat perbaikan DNA yang rusak serta mengganggu sistem enzimetik. Akhir-akhir ini para ahli juga menghubungkan kebiasaan merokok dengan katarak mata dan osteoporosis. (Aditama, 1996:20).
Dengan melihat begitu luas dan fatalnya dampak negatif merokok terhadap kesehatan juga ekonomi yang tentunya akan berdampak pada kelanggengan pembangunan bangsa, maka seharusnya merokok bukan menjadi pilihan setiap orang dan banyak laporan hasil penelitian mengenai rokok menemukan bahwa sampai saat ini perilaku merokok masih disukai banyak orang dari berbagai kalangan, dari mulai anak-anak, remaja, pemuda dan orang tua sehingga merokok merupakan masalah kesehatan dalam masyarakat.
World Health Organization (WHO) memperkirakan dewasa ini terdapat sekitar 1,1 milyar perokok didunia ini, tiga ratus juta diantaranya (200 juta pria dan 100 juta wanita) merupakan penduduk negara maju. Di negara berkembang diperkirakan jumlah perokok hampir tiga kali lebih banyak dibanding di negara maju yaitu sekitar 800 juta orang yang terdiri dari 700 juta perokok pria dan 100 juta perokok wanita. Di dunia ini 48% pria dan sekitar 12% wanita adalah wanita. Data yang dikeluarkan WHO pada tahun 1996 menyebutkan bahwa 41% pria dan 21% wanitanya adalah perokok, sementara di negara berkembang 50% pria dan 8% wanita punya kebiasaan merokok. (Aditama, 1996:43).
Setiap orang yang meninggal akibat rokok pada usia pertengahan rata-rata meninggal 22 tahun lebih cepat dari pada rata-rata. Dalam dekade 1990-an terdapat 2 juta orang yang meninggal akibat rokok diberbagai negara maju dimana 1,44 juta diantaranya adalah pria dan 0,48 juta lainnya adalah wanita, di pihak lain data yang terkumpul menunjukkan bahwa di negara berkembang di dekade yang sama terdapat 1 juta kematian akibat rokok yang angkanya akan naik tajam menjadi 7 juta kematian di tahun 2000 kelak.
Menteri Kesehatan Dr. Akhmad Sujudi mengatakan, bahwa rokok menjadi penyebab kematian diantara 10 orang dewasa di dunia. Kecenderungannya makin meningkat, tahun 2030 diperkirakan akan menyebabkan 10 juta kematian setahun. Di Indonesia konsumsi rokok tumbuh paling cepat di dunia, penyebab utamanya perokok pemula. (IDI, 2002:1).
Menurut World Health Organization (WHO) kematian akibat rokok adalah 4 juta jiwa pertahun yang 500.000 diantaranya adalah perempuan. Data Departemen Kesehatan RI, Indonesia pada akhir tahun 1999 kematian akibat rokok sudah mencapai 57.000 jiwa pertahun. Angka konsumsi rokok di Indonesia termasuk yang paling cepat pertumbuhannya di dunia karena melonjaknya perokok pemula yang sebagian besar berumur antara 10-19 tahun. (Djunaedi, 2002:19).
Berdasarkan hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Tahun 1980 telah menunjukan bahwa kebiasaan merokok pria mencapai 46,5% dan pada tahun 1988 meningkat menjadi 52,9% hasil SKRT tahun 1995 didapat 22,9% orang berumur 10 tahun keatas telah menghisap 100 batang rokok dalam hidupnya dan berstatus merokok. Dilihat dari usia mulai merokok berdasarkan kelompok umur penduduk yakni 53,2% adalah penduduk berusia 15-19 tahun (SKRT 1995:18). Sedangkan hasil penelitian yan dilakukan oleh LM3 tahun 1998 menunjukan bahwa perilaku 59,04% laki-laki usia 10 tahun keatas, 4,83% perempuan berusia 10 tahun keatas (LM3, 1998:6). Padahal seorang pada usia tersebut masa perkembangan yang seyogyanya terbatas dari hal-hal yang dapat merusak dan mengganggu kesehatannya.
Merokok dapat menjadi penyebab masalah kesehatan di Indonesia sangat nyata terlihat sejak tahun 1980 dengan dimunculkannya hasil survai tentang kebiasaan merokok dan beberapa aspek lainnya yang berhuungan dengan merokok sekalipun data yang ada belum transparan menggambarkan situasi sebenarnya. Sejak SKRT tahun 1992 hingga sekarang ditemukan bahwa penyakit jantung koroner (PJK) menempati tingkat pertama penyebab kematian di Indonesia. Hal ini juga mempertegas bahwa Indonesia sedang pada kondisi transisi epidemiologi yaitu sementara penyebab kematian akibat infeksi belum teratasi dengan tuntas ternyata penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner sudah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia.
Peyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan kelainan myocardium yang disebabkan oleh insufiensi aliran darah koroner. (Himawan, 1973:57). Dari segi etiologi, merokok memang bukan penyebab tunggal Penyakit Jantung Koroner. Beberapa faktor resiko Penyakit Jantung Koroner, yaitu kebiasaan merokok, kadar kolesterol yang tinggi dalam darah, kadar lemak yang tinggi dalam darah, hipertensi, diabetes melitus, obesitas dan sedentary living (gaya hidup dengan aktivitas fisik yang sedikit). Dari kesemuanya itu, ternyata kebiasaan merokok merupakan faktor resiko yang relatif besar menyebabkan terjadinya Penyakit Jantung Koroner. (Siagian, 1998:5).
Logikanya, menghilangkan salah satu faktor resiko atau mengurangi resiko akan berarti menurunkan kemungkinan terjadinya Penyakit Jantung Koroner. Sebaliknya kematian akibat Penyakit Jantung Koroner yang disebabkan merokok akan terus meningkat jika upaya untuk mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab tidak sungguh-sungguh dilakukan.
Dari SKRT tahun 1995 juga menunjukan bahawa perilaku merokok tidak saja tersebar di kota-kota besar melainkan di pedesaan juga. Hal ini berarti bahwa masalah merokok tersebar di desa dan di kota. Karena itu, upaya penanggulangannya pun harus tersebar di desa dan di kota dengan lebih terencana dan komprehensif.
Beberapa penelitian terdahulu sudah membuktikan bahwa umur mulai merokok terbanyak terdapat pada kelompok remaja. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Soekidjo Notoadmodjo di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta pada tahun 1981 menemukan umur mulai merokok pertama kali, 11% pada umur sebelum 12 tahun, 31% pada kelompok umur 13-17 tahun, 41% pada kelompok umur 18-22 tahun dan diatas 22 tahun sebesar 17%. Dari penelitian itu juga didapatkan alasan merokok karena iseng (38,5%), sebagai alat pergaulan (21,1%), mengganggap rokok sebagai kebiasaan saja (9,3%), untuk mengisi kesepian (6,2%), tidak tahu (3,1%) dan dengan alasan lainnya sebesar 6,2%. (Notoadmodjo, 1982:68).
Dari beberapa penelitian terdahulu juga menunjukan angka orang yang berhenti merokok sangat kecil yaitu 2,1% pernah merokok (SKRT, 1992). Hal itu diakibatkan efek adiksi dari kandungan zat kimia dalam rokok sehingga orang yang sudah merokok tanpa disertai pengalaman menyakitkan secara fisik cenderung akan mempertahankan perilaku tersebut.
Setelah mengetahui dampak negatif merokok di dunia termasuk di Indonesia, kelompok resiko tinggi mulai merokok, penyebaran masalah rokok, sekarang kita telah sampai pada pemikiran cara mengatasi masalah tersebut.
Untuk penanggulangan masalah merokok tersebut WHO telah memulainya dengan menetapkan tanggal 31 Mei 1988 sebagai Hari Tidak Merokok Sedunia (World No Tobacco Day) pertama dengan tema “Tembakau Atau Sehat, Pilihlah Sehat”, yang selanjutnya ditetapkan setiap tanggal 31 Mei sebagai Hari Tidak Merokok Sedunia.
WHO menganjurkan tiga upaya pokok untuk menanggulangi masalah akibat merokok yaitu: (Aditama, 1996:5).
1. Upaya pengorganisasian yang mantap
2. Upaya di bidang peraturan yang tegas
3. Upaya pendidikan kesehatan yang luas
Departemen Kesehatan sendiri dalam upaya mendukung langkah-langkah yang telah diambil oleh WHO telah mengeluarkan peraturan melalui instruksi Menkes RI No.
161/Menkes/Ins/III/1990 tanggal 28 Maret 1990 Tentang Lingkungan Kerja Bebas Rokok (TLKBR) yang ditujukan seluruh jajarannya mulai dari Tingkat Pusat sampai tingkat Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia, yang isinya antara lain: (Hanafiah,1993:32).
1. Menjadikan lingkungan bebas rokok masing-masing unit
2. Melaksanakan larangan merokok terhadap pejabat dan tamu/pengunjung di lingkungan kerja masing-masing unit.
3. Menyediakan tempat atau ruangan khusus bagi mereka yang ingin merokok sehingga tidak mengganggu orang di lingkungan kerja.
4. Larangan merokok di lingkungan atau tempat kerja bagi pejabat/karyawan kesehatan agar dilaksanakan secara konsekuen dan bertanggung jawab sehingga dapat menjadi panutan bagi masyarakat.
Pemerintah juga sudah melakukan pembatasan iklan rokok yakni dengan melarang iklan rokok yang menampilkan orang-orang yang sedang merokok. Tetapi, sepertinya larangan total iklan rokok perlu diterapkan juga di Indonesia. Pemerintah juga sudah melakukan pencantuman peringatan bahaya merokok pada setiap bungkus tapi sepertinya belum efektif. Respon yang menunjukan bahwa tidak tertarik sering dijumpai penulis, baik dari perokok maupun non perokok, (Aditama, 1996:13) dan juga melaui Interuksi Direktur Jendral Pendidikan dasar dan menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 019/C/I/Inst/1978 tentang Larangan Pelajar Membawa Rokok.
Mendidik remaja (kelompok usia rawan mulai merokok) dapat dilakukan dengan pendidikan masyarakat di sekolah atau melalui media lainnya. (Aditama, 1996:21). Agar materi yang diberikan dapat efektif, maka langkah awal yang perlu diketahui yakni gambaran pengetahuan, sikap dan kecenderungan berperilaku remaja tentang kebiasaan merokok.
Berdasarkan masalah diatas membut penulis tertarik untuk mengangkat tema tentang perilaku merokok dikalangan Siswa Menengah Umum (SMU). Untuk lokasi penelitian penulis mengambil sampel di SMU Negeri 3 Padang Sidimpuan Sumatera Utara. Alasannya karena belum pernah ada penelitian tentang perilaku merokok siswa di SMU Negeri 3 Padang Sidimpuan dan karena keterbatasan yang dimilki penulis, maka populasi penelitian ini hanya terbatas pada siswa kelas satu dan dua SMU Negeri 3 Padang Sidimpuan Sumatera Utara dengan peritmbangan karena kelas 3 SMU tesebut mau mengahdapi Ujian Akhir Nasional 2005.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar