A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan ilmu pengetahuan, matematika memegang peranan penting dalam pendidikan baik sebagai objek langsung (fakta, konsep, prinsip) maupun objek tak langsung (sikap kritis, logis, dan tekun). Karena pentingnya matematika, mata pelajaran matematika menjadi salah satu mata pelajaran wajib yang diberikan di sekolah mulai dari jenjang terendah yaitu sekolah dasar sampai jenjang tertinggi yaitu sekolah menengah atas. Bahkan matematika juga dipelajari sampai tingkat perguruan tinggi terutama pada jurusan ilmu eksakta.
Mata pelajaran matematika diberikan dalam suatu proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran merupakan suatu sistem dengan komponen-komponen yang saling berkaitan. Komponen-komponen pembelajaran meliputi: peserta didik, guru, bahan ajar, kurikulum, sarana prasarana, serta srategi pembelajaran. Suatu sistem akan mencapai suatu keberhasilan jika komponen-komponen yang saling terkait bekerja secara seimbang. Jika salah satu komponen saja tidak bekerja, maka dapat dipastikan tidak akan memberikan hasil yang optimal.
Sebagai salah satu komponen pembelajaran, guru memegang fungsi dan tanggungjawab paling besar dalam proses pembelajaran. Dari penelitian untuk guru-guru di California, Michigan, dan Georgia (1976), guru-guru melaporkan bahwa mereka hanya menerima sedikit bantuan pengembangan profesional pada saat mulai mengajar dan pada akhir-akhir pembelajaran pun bantuan yang diterima sangat sedikit. Hal ini juga mungkin terjadi di Indonesia.
Selain guru, komponen pembelajaran yang lain adalah kurikulum. Salah satu kurikulum yang sedang berlaku di Indonesia saat ini adalah kurikulum 2004 atau sering disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada kurikukum 2004 pembelajarannya harus dikaitkan dengan situasi di dunia nyata peserta didik. Peserta didik dituntut untuk menguasai materi sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Selain itu dalam kurikulum ini peserta didik harus aktif untuk mencari, mengolah dan menemukan dengan bimbingan proporsional dari guru dalam menemukan suatu konsep.
Penggunaan sarana-prasarana juga sangat membantu proses pembelajaran. Sarana-prasarana yang digunakan dalam pembelajaran matematika adalah media pembelajaran. Salah satu dari media pembelajaran adalah alat peraga. Hasil penelitian Isti dkk. (1999-2000) tentang implementasi pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga menunjukkan bahwa pemanfaatan alat peraga dalam pembelajaran matematika menjadikan pembelajaran matematika mudah dipahami oleh peserta didik, peserta didik menjadi aktif (aktivitas belajar peserta didik meningkat), dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan hal-hal yang harus diperhatikan dalam setiap pelaksanakan pembelajaran dalam Standar Kompetensi Kurikulum 2004. Hal senada juga diungkapkan oleh Piaget (Suherman, 2003:37) bahwa perkembangan mental anak Sekolah Dasar (SD) berada pada tingkat operasi konkret, tahap di mana pengerjaan-pengerjaan logis dapat dilakukan dengan bantuan benda-benda konkret. Kekonkretan ini membantu peserta didik dan guru memahami makna kata. Dengan demikian dalam pendidikan matematika (pembelajaran matematika) dituntut adanya benda-benda konkret yang merupakan model dari ide-ide matematika, dan juga benda konkret dapat digunakan untuk penerapan matematika (Tim PKG, 1988: 1). Namun mereka (para guru) belum mampu mengimplementasikan model-model pembelajaran yang sesuai dengan rambu-rambu kurikulum 2004 dalam pembelajaran di kelas (real teaching). Para guru masih mengalami kesulitan saat melaksanakan tugas mengajar sesuai kurikulum 2004, diantaranya adalah pemanfaatan alat peraga secara benar. Kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran masih kurang, sehingga pembelajaran matematika yang ada belum optimal. Hal ini menyebabkan peserta didik tidak menguasai konsep yang diajarkan dan hasil belajarnya rendah. Oleh karena itu, kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran perlu ditingkatkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesiapan guru adalah dengan memberi pelatihan.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimanakah strategi efektif untuk melatih guru dalam melaksanakan pembelajaran atematika sesuai kurikulum 2004? Dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi, penelitian ini dirancang untuk menerapkan strategi pelatihan dalam mengimplementasikan pembelajaran matematika sebagai implementasi kurikulum 2004. Sesuai dengan komponen-komponen utama pelatihan, strategi pelatihan yang akan diterapkan adalah pemodelan pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga riil di dalam kelas melalui VCD. Hal ini dimaksudkan agar guru bisa menggunakan alat peraga secara benar dan guru lebih siap melaksanakan pembelajaran matematika, karena seperti diketahui bahwa penggunaan alat peraga pada pembelajaran matematika SD dapat meningkatkan pemahaman konsep. Setelah adanya pendemonstrasian model- model, selanjutnya diperlukan praktek yang disimulasikan dan seting kelas, umpan balik terstruktur maupun open ended, serta pembekalan untuk aplikasi. Maka dari itu setelah adanya pemodelan melalui VCD, penelitian ini dirancang dengan adanya suatu pendampingan sebagai bentuk tindak lanjut dari pemodelan. Dalam pendampingan ada suatu umpan balik dari pelatih (guru model) baik secara terstruktur maupun open ended dengan harapan setelah adanya suatu pendampingan guru mampu mengaplikasikan dan mengembangkan sendiri dalam suatu pembelajaran di kelas.
Penelitian ini diawali dengan suatu pengamatan dan wawancara di SD sekaran 2. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika guru kelas V selalu menggunakan metode ekspositori tanpa adanya penggunaan alat peraga. Padahal penggunaan alat peraga memudahkan peserta didik dalam memahami konsep. Hal ini menjadi salah satu sebab nilai matematika peserta didiknya belum optimal. Sehingga untuk mata pelajaran matematika guru hanya berani menetapkan batas ketuntasan nilai ≥60 sebesar 60%. Padahal, pemahaman konsep merupakan pengetahuan dasar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Peserta didik harus menguasai pemahaman konsep dengan baik agar bisa belajar untuk pengetahuan yang ada di atasnya yaitu pemecahan masalah, penalaran komunikasi, dan analisis, dengan demikian pembelajaran akan berlangsung secara potimal. Oleh karena itu, batas ketuntasan pada penelitian ini yaitu jika nilai rata-rata kelas ≥ 75 dengan batas ketuntasan 70% dan sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika ≥ 75% adalah positif. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap peserta didik kelas V SD Sekaran 2 sesuai indikator yang telah ditetapkan adalah dengan pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga yang didukung dengan kesiapan guru sebagai pelaksana pembelajaran. Untuk meningkatkan kesiapan guru dapat dilakukan dengan pelatihan melalui VCD pemodelan yang disertai pendampingan.
Berdasarkan uraian di atas maka dilaksanakanlah penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan sikap peserta didik kelas V SD Sekaran 2. Selanjutnya penelitian tindakan kelas ini diberi judul “Meningkatkan pemahaman konsep dan sikap peserta didik melalui pelatihan guru dengan VCD pemodelan dan pendampingan pada pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga materi pokok luas bangun datar kelas V SD Sekaran 2 tahun pelajaran 2006/2007”.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar