BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zaman terus berubah seiring dengan
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam proses perubahan
tersebut pendidikan memegang peranan penting sebagai wahana untuk mempersiapkan
anak didik menghadapi dunianya di masa depan.
Oleh karena itu semua warga negara Indonesia
memiliki hak yang sama untuk mengikuti pendidikan yang diselenggarakan di semua
satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Sehingga nilai-nilai dalam
pendidikan diharapkan dapat ditransformasikan dalam bentuk perilaku, anak didik
yang tidak hanya berhenti pada pikiran dan wacana saja, tetapi dapat hadir
dalam tindakan nyata keseharian anak didik.
Matematika adalah suatu alat untuk
mengembangkan cara berfikir. Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk
kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga
matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak SD, bahkan sejak
TK. Untuk itu diharapkan agar pelajaran matematika yang diberikan di semua
jenjang pendidikan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi bangsa di masa
depan.
Matematika merupakan satu kekuatan utama dari jatuh
bangunnya suatu negara karena fungsi matematika atau berhitung dalam kehidupan
sehari-hari manusia telah menunjukkan hasil nyata. Metode matematis dapat
memberikan inspirasi dalam segala bidang. Pengetahuan mengenai matematika dan
kekuasaan yang akhirnya matematika merupakan salah satu kekuatan utama
pembentukan konsepsi tentang alam suatu hakekat dan tujuan manusia dalam
kehidupannya. Seperti yang dikemukakan Morris Kline (1961) bahwa jatuh
bangunnya negara dewasa ini tergantung dari kemajuan di bidang matematika.
Dalam jenjang pendidikan tahun pertama dari suatu
jenis sekolah (SMP) merupakan tahun genting bagi siswa yang belajar matematika.
Tahun pertama ini merupakan pengalaman sebagai suatu langkah untuk belajar
matematika lebih lanjut. Sikap siswa selanjutnya pada umumnya sangatlah ditentukan
pada pengalaman pertama dalam bidang matematika tersebut, sebagai perhatian
yang serius harus diutamakan sebagaimana mengembangkan pembelajaran matematika dengan
metode yang efektif. Karena pada umumnya pelaksanaan proses belajar mengajar
matematika setelah di sekolah masih dihadapkan pada masalah pembelajaran itu
sendiri. Proses pembelajaran matematika diharapkan juga dapat dilangsungkan
secara manusiawi. Sehingga maematika tidak dianggap lagi menjadi momok yang
menakutkan bagi siswa: sulit, kering, bikin pusing, dan anggapan-anggapan negatif
lainnya.
Sejauh ini paradigma pembelajaran matematika di
sekolah masih didominasi oleh paradigma pembelajaran konvensional, yakni
paradigma mengajar. Siswa diposisikan sebagai objek, siswa dianggap tidak tahu
atau belum tahu apa-apa, siswa dianggap seperti gelas kosong yang harus diisi
air sampai tumpah. Sementara guru memosisikan diri sebagai orang yang mempunyai
pengetahuan, sebagai satu-satunya sumber ilmu. Guru ceramah, menggurui, dan otoritas
tertinggi terletak pada guru. Penekanan yang berlebihan pada isi dan materi
diajarkan secara terpisah-pisah. Pembelajaran matematika pun diberikan dalam bentuk jadi, sehingga
membuat siswa tidak mampu memahami dengan baik apa yang mereka pelajari.
Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika sangat lemah
dan tidak mendalam.Akibatnya, prestasi belajar matematika siswa rendah. Hampir
setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi kelulusan sebagian
besar siswa. Selain itu, pengetahuan yang diterima siswa secara pasif
menjadikan matematika tidak bermakna bagi siswa. Menurut Marpaung (1998),
paradigma mengajar seperti itu tidak dapat lagi dipertahankan dalam
pembelajaran matematika di sekolah sekarang. Sudah saatnya paradigma belajar
ini sejalan dengan teori konstruktivisme. Dalam paradigma belajar, siswa
diposisikan sebagai subjek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi,
melainkan suatu proses yang harus digeluti, dipikirkan dan dikonstruksi oleh
siswa, tidak dapat ditransfer kepada mereka yang hanya menerima secara pasif.
Dengan demikian, siswa sendirilah yang harus aktif.
Oleh karena itu, paradigma pembelajaran juga harus
dirubah dari yang semula hanya belajar secara individu yaitu siswa hanya
mentransfer dari seorang pendidik, dari yang semula di sekolah hanya
menyelesaikan latihan-latihan mandiri menjadi belajar secara gotong royong atau
kelompok antar siswa. Karena siswa bukan hanya sebuah botol kosong yang bisa
diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru.
Dalam pembelajaran sistem gotong royong atau kelompok
antar siswa ini biasa dianggap sebagai cooperative
learning, karena pembelajaran cooperative
learning dapat menciptakan interaksi yang silih asah dan sumber belajar
bagi siswa bukan hanya guru tetapi sesama siswa. Karena manusia atau makhluk
sosial yang saling membutuhkan sama lain, maka akan ada interaksi yang saling
membantu satu sama lain.
Cooper (1999) dan Heinich (2002) mejelaskan bahwa,
pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok
kecil yang heterogen dan siswa bekerja sama belajar keterampilan-keterampilan
kolaboratif dan sosial
Berdasarkan
prinsip pembelajaran kooperatif, maka cara melaksanakan pembelajaan kooperatif
dibagi menjadi empat yaitu jigsaw, Group
Investigation (GI), Think-Pair Share
dan Numbered Head Together (NHT).
Semua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dan setiap materi punya
karakteristik sendiri sehingga tidak semua materi sesuai apabila diterapkan
dengan metode tersebut. Selain penguasaan cara penyampaian pembelajaran melalui
metode pembelajaran, seorang guru juga harus lebih menguasai secara luas dan
mendalam. Karena dengan itu guru akan mampu dan mengerti tentang apa yang
diajarkan dan lebih mengetahui cara penyelesaian masalahnya tanpa terpaku pada
satu cara saja. Karena apabila metode itu diterapkan antar kelompok akan
memiliki cara sendiri-sendiri sesuai kelompoknya sehingga lebih luas
pemahamannya dari pelajaran tersebut.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajar kooperatif ini
perlu dipakai di sekolah-sekolah. Seiring dengan globalisasi, juga terjadi
transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan
perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik dengan
ketrampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang
berubah dan berkembang pesat. Belajar kooperatif merupakan salah satu metode
pembelajaran yang diyakini mampu meningkatkan pemahaman siswa, karena
pembelajaran ini berorientasi pada siswa.
Dengan tidak menyadari dan tidak menjadi alternatif
satu-satunya sebagai satu metode pembelajaran yang benar. Kerja sama dan
perolehan pengetahuan dengan lebih bertanggung jawab sehingga pemikiran siswa
akan lebih berkembang dan dewasa maka metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together (NHT) dapat
memberikan kebebasan berfikir dan belajar, berkelompok dengan siswa lain dan
lebih efektif dan siswa belajar bertanggung dalam saling keterkaitan pada
kelompoknya.
Metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together (NHT) adalah
suatu pembelajaran yang melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka
mengenai pelajaran tersebut. Teknik ini juga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Selain itu teknik ini dapat meningkatkan semangat kerjasama mereka.
Numbered Head Together pada dasarnya sebuah variasi
diskusi kelompok yang ciri khasnya guru hanya menunjuk seorang siswa yang
mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili
kelompoknya itu.
Cara seperti ini menjamin keterlibatan total semua
siswa sehingga merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung
jawab individual dalam diskusi kelompok. Langkah-langkah dari metode NHT disini
adalah : 1) Siswa dibagi dalam kelompok, 2) Setiap siswa dalam setiap kelompok
akan mendapatkan nomornya, 3) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakan, 4) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya, 5) Guru memanggil
salah satu nomor, 6) Siswa yang dipanggil dengan nomor melaporkan hasil
kerjasamanya. Dengan demikian akan memudahkan dalam pembagian tugas dan
mengetahui berapa besar pengetahuan siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika
bahwa di UPTD SMP Negeri 2 Sumbergempol hasil belajar siswa pada pokok bahasan bangun
ruang sisi datar (kubus dan balok) belum memuaskan. Selain itu belum pernah
diadakan model-model pembelajaran yang bervariasi seperti model Numbered Heads Together.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk
mengadakan penelitian yang berjudul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
(NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi
Datar (Kubus dan Balok) siswa kelas VIII UPTD SMP Negeri 2 Sumbergempol Tahun Ajaran 2009/2010.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar