Hubungan Antara Kekuatan Otot Punggung Dan Kekuatan Otot Lengan Dengan Kecepatan Gerak Bantingan Bahu Pada Atlet Gulat Kota Semarang Tahun 2006 (POL-16)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul.
Olahraga Gulat adalah olahraga beladiri kuno, kemungkinan sudah ada sekitar tahun 2050 sebelum Masehi. Mula-mula dilakukan oleh bangsa Sumeria kemudian berkembang di Mesir. Hal ini  terbukti dengan banyaknya peninggalan sejarah di Mesir yang mengungkapkan bahwa di Mesir pada sekitar 1 atau  2 abad sebelum Masehi sudah terdapat olahraga gulat. Lukisan  dinding pada makam di Benni Hassan misalnya. Di sana banyak terdapat gambar-gambar orang gulat. Di Benni Hassan sendiri ada sekitar 40 lukisan, di makam Bahti III ada sekitar 219, dan di makam Setti ada sekitar 122  lukisan. Dari gambar-gambar tersebut sudah nampak adanya teknik–teknik dalam gulat, seperti teknik berdiri pada posisi yang kokoh  dan  teknik  serangan  kaki.  
Di  Yunani  gulat  berkembang  sangat  pesat bahkan termasuk satu di  antara tiga hal yang sangat dijunjung tinggi di Yunani ialah Ilmu Pengetahuan, Seni dan Olahraga yang dalam hal ini adalah gulat. Dari perkembangan  di  Yunani  inilah  selam berabad-abad, gulat  masuk  dalam olahraga dunia dan dipertandingkan dalam even olahraga dunia. ( Petrov, 1987 : 20-22 ). Penelitian ahli sejarah dan antropologi mengatakan bahwa di beberapa negara di dunia terdapat jenis perkelahian yang dapat dikategorikan sebagai gulat. Di Jepang gulat diberi nama  Sumo, di Icelandors diberi nama Clima, di Swiss bernama Schwingen,  di  Scotlandia  bernama  Lancasshimci,  di  Irish  bernama Cumberland, Catch as Catch di Amerika dan Greco Roman di Yunani. 
Di negara China gulat telah menjadi mata pelajaran di sekolah olahraga sejak tahun 2000 sebelum masehi. ( PGSI, 1985 : 8-9 ). Di Yunani gulat berkembang sangat pesat bahkan termasuk satu di  antara tiga hal yang sangat dijunjung tinggi di Yunani ialah Ilmu Pengetahuan, Seni dan Olahraga yang dalam hal ini adalah gulat. Dari perkembangan  di Yunani  inilah  selam berabad-abad,  gulat  masuk  dalam olahraga dunia dan dipertandingkan dalam even olahraga dunia. ( Petrov, 1987 : 20-22 ).

Gulat sudah  dipertandingkan  dalam  Olympiade  I  di  Yunani  tahun 1896.(Olympiade Modern).  Pada  Olympiade  modern  gulat  dipertandingkan dengan dua  gaya ialah gaya Bebas ( Free Style )   dan gaya Greco Roman atau Yunani Romawi. Perbedaan pokok kedua gaya tersebut adalah : Dalam gulat gaya Romawi Yunani, dilarang keras menangkap bagian bawah pinggang lawan, atau menggunakan  kaki  secara  aktif  untuk  melakukan  setiap  gerakan.  Sedangkan dalam gaya bebas menangkap kaki lawan dan penggunaan kaki secara aktif untuk melakukan setiap pergerakan diperbolehkan. Seperti halnya olahraga yang lain, peraturan  pertandingan  sudah  tersusun  secara  baik  dalam  rule  of  game  dan membatasi   palaksanaannya   yang   betujuan   untuk   menjatuhkan   lawan   atau melaksanakan   jatuhan            untuk   memenangkan   pertandingan   dengan   angka. Peraturan–peraturan  tersebut  diterapkan  pada  semua  gaya  gulat  modern  yang diakui dan dibawah pengawasan FILA ialah   Persatuan  Olahraga Gulat Amatir Internasional   (  Moh. Sidharta, 1985   : 11-12 ).
Masuknya gulat di Indonesia dibawa oleh para serdadu Belanda. Walapun di Indonesia  sendiri sudah ada gulat tradisional, namun gulat yang dibawa oleh para serdadu Belanda ini menjadi populer terutama pada menjelang abad XX. Hal ini tidak disia-siakan oleh para pembina gulat pada waktu itu, maka latihan gulat dilakukan secara efektif dan pada jaman sesudah kemerdekaan ialah tahun 1960 terbentuklah  organisasi  gulat  seluruh  Indonesia  ialah  PGSI  (  Persatuan  Gulat Seluruh Indonesia ) dengan ketua umumnya R. Rusli.( Moh Sidharta, 1985 : 9 ). Tahun 1962 Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV di  Jakarta. Gulat termasuk cabang yang dipertandingkan dalam pesta olahraga Negara-negara  Asia tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa olahraga gulat di Indonesia sudah berdiri mapan  walaupun pada saat itu usia persatuan gulat baru dua tahun. Sejak itu Indonesia tidak pernah  ketinggalan mengikuti even-even gulat tingkat Asia dan dunia.
Di  Semarang  sasana-sasana  gulat  banyak  bermunculan.  Kebanyakan sasana-sasana  ini menampung atlet-atlet berusia muda. Beberapa sasana yang cukup baik dan hidup di kota Semarang adalah :
1)      Sasana  SMK  Negeri  1  Semarang  yang  berkedudukan  di  SMK  Negeri  1 Semarang di jalan Dr. Cipto. Sasana ini berdiri pada tahun 1990, dengan pelatih Drs. Rubianto Hadi, M,.Pd. yang pada masa lalunya adalah atlet gulat internasional  yang  cukup   handal  dan  sekarang  dosen  di  FIK  UNNES. Anggotanya ada 30 atlet, dan sudah menghasilkan  atlet baik tingkat nasional maupun internasional yang ikut ambil bagian  dalam penyelenggaraan SEA Games.
2)      Sasana  SMP  Negeri  16,  yang  berkedudukan  di  SMP  Negeri  16  di  Jalan Ngaliyan, dengan pelatih Haryanto dan Aris yang juga mantan atlet gulat nasional. Anggotanya ada 20 atlet dan sudah menghasilkan beberapa atlet nasional.
3)      Sasana SMP Negeri 4 yang berkedudukan di SMP Negeri 4 Jl. Sukarno-Hatta Semarang dengan pelatih Bapak Arief. Anggotanya ada 25 atlet.
4)      Sasana  UNNES  atau  Universitas  Negeri  Semarang  yang  berkedudukan  di kampus  UNNES  Sekaran  Gunungpati  dengan  pembina  Bp.  Drs.  Wahadi, M.Pd. dan pelatih Bp. Drs. Rubianto Hadi,  M.Pd. Berdiri pada tahun 2002. Sasana  ini  tergabung  dengan  Unit  Kegiatan  Mahasiswa  UNNES  dengan anggota 30 orang atlet dan telah menyumbangkan banyak atlet nasional.
Di Indonesia sendiri gulat telah menorehkan beberapa prestasi. Prestasi itu sendiri   adalah   salah  satu  tujuan  pembinaan  dan  pembangunan  olahraga  di Indonesia  dan  prestasi  bagi  seorang  atlet  merupakan  kebanggaan  dan  tujuan utama. Untuk dapat mencapai prestasi maksimal dalam olahraga dipengaruhi oleh banyak faktor yang menurut M. Sajoto  (1988 : 5 ) ada empat unsur dominan ialah : 1) pengembangan fisik, 2) pengembangan mental, 3) pengembangan teknis dan 4) kematangan jiwa.
Seperti  halnya   olahraga-olahraga   yang   lain,   dalam   olahraga   gulat dibutuhkan  teknik yang baik untuk dapat memenangkan pertandingan. Sebelum seorang pegulat belajar teknik-teknik gulat syarat utama yang harus dipenuhi oleh seorang  pegulat  adalah  penguasaan   teknik  dasar.  Penguasaan  teknik  dasar menururt Rubianto Hadi ( 2004 : 16 ) biasanya  dilakukan dengan secara drill yaitu  dilakukan  secara  berulang-ulang  sampai  teknik  dasar  tersebut  dikuasai. Latihan teknik dasar harus dilakukan dalam keadaan kondisi atlet masih  segar atau prima agar teknik dasar tersebut dapat dikuasai dengan sempurna. Apabila latihan  teknik  dasar  dilakukan  pada  waktu  kondisi  atlet  sudah  lemah  dapat merusak teknik dasar itu sendiri.            Salah satu teknik dasar yang harus dikuasai oleh  atlet  gulat  adalah  teknik  bantingan,  yang  terdiri  dari  bermacam-macam bantingan yang salah  satunya adalah teknik bantingan            bahu ( Rubianto Hadi, 2004 : 20 ). Teknik bantingan bahu dilakukan sebagai berikut : Tangan kiri memegang tangan kanan di atas siku, tangan kanan memegang bahu, kaki kanan di  depan  kaki  kanan  lawan  kaki  kiri  di  antara  kedua  kaki,  pinggul  kanan menempel badan lawan kemudian  pinggul didorong ke atas dan tangan kanan lawan  ditarik  ke  depan  bawah,  sehingga  lawan  jatuh  pada  posisi  terlentang. ( Petrov, 1987 : 232 ). Agar teknik batingan dapat dilakukan dengan sempurna, kekuatan dorong dan angkat harus benar-benar kuat dan ini adalah kerja beberapa otot. Otot yang dimaksud dalam hal ini adalah otot punggung dan otot lengan.
Otot  punggung  adalah  dua  buah  jurai  yang  amat  rumit  susunannya, terletak di sebelah belakang kanan dan kiri tulang belakang, mengisi ruang antara taju duri dan taju lintang  (  Raven, 1992 : 14 ). Otot punggung yang berfungsi sebagai penegak batang badan sangat berperan dalam membentuk kekuatan otot tubuh pada umumnya. Terlebih untuk teknik  bantingan bahu yang merupakan teknik yang banyak memerlukan tenaga.
Sementara otot lengan adalah otot yang terdapat pada lengan seseorang dalam melakukan kerja dengan menekan beban yang ditanggungnya dalam satu kontraksi maksimal selama melakukan aktivitas menolak atau melempar.
Dalam bantingan  bahu  salah  satu  organ  tubuh  yang  berperan  adalah lengan, oleh karena itu kekuatan otot lengan sangat penting untuk mencapai suatu prestasi dalam bantingan bahu.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti teknik bantingan bahu  dengan  meneliti  kemungkinan  adanya  hubungan  yang  signifikan  antara kekuatan otot punggung dan kekuatan otot lengan dengan teknik bantingan bahu, dengan menyusun penelitian  dengan judul : Hubungan Antara Kekuatan Otot Punggung Dan Kekuatan Otot Lengan Dengan Kecepatan Gerak Bantingan Bahu Atlet Gulat Kota Semarang Tahun 2006”.
Dari penjelasan-penjelasan  tersebut  di  muka  dapat  ditarik  kesimpulan bahwa alasan pemilihan judul dalam penelitian ini adalah :
1.1.1 Kemampuan  teknik  gerakan  bantingan  bahu  merupakan  salah  satu  teknik bantingan yang perlu diperhatikan dan dikuasai oleh pegulat.
1.1.2 Kekuatan otot punggung dan  otot lengan merupakan penunjang utama dalam gerakan bantingan bahu.
1.1.3 Sepengetahuan peneliti belum ada peneliti lain yang meneliti hubungan antara kekuatan otot punggung dan kekuatan otot lengan.



Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan