BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul.
Olahraga Gulat adalah olahraga
beladiri kuno, kemungkinan sudah ada
sekitar tahun 2050 sebelum Masehi.
Mula-mula dilakukan oleh bangsa Sumeria
kemudian berkembang di Mesir. Hal ini
terbukti dengan banyaknya peninggalan sejarah di Mesir yang mengungkapkan bahwa di Mesir pada sekitar 1 atau 2 abad
sebelum Masehi sudah terdapat olahraga
gulat. Lukisan dinding pada makam di Benni Hassan misalnya. Di sana banyak terdapat gambar-gambar orang gulat. Di Benni Hassan sendiri
ada sekitar 40 lukisan, di makam Bahti III ada sekitar 219,
dan di makam Setti ada sekitar 122 lukisan. Dari gambar-gambar tersebut sudah nampak adanya teknik–teknik dalam gulat, seperti teknik berdiri pada posisi yang
kokoh dan
teknik
serangan
kaki.
Di
Yunani
gulat
berkembang
sangat
pesat
bahkan termasuk satu di
antara tiga hal yang sangat dijunjung
tinggi di Yunani ialah Ilmu Pengetahuan, Seni dan Olahraga yang dalam hal ini adalah gulat. Dari
perkembangan di Yunani
inilah
selama berabad-abad, gulat masuk dalam olahraga dunia dan dipertandingkan dalam even olahraga
dunia. ( Petrov,
1987 : 20-22 ). Penelitian ahli sejarah dan antropologi mengatakan bahwa di beberapa negara di dunia terdapat jenis perkelahian yang dapat dikategorikan sebagai gulat. Di Jepang
gulat diberi nama
Sumo, di Icelandors diberi nama Clima, di Swiss bernama Schwingen, di Scotlandia bernama
Lancasshimci, di Irish bernama
Cumberland, Catch as Catch di Amerika dan Greco Roman di Yunani.
Di negara
China gulat telah menjadi
mata pelajaran di sekolah
olahraga sejak tahun 2000
sebelum masehi. ( PGSI, 1985 : 8-9 ). Di Yunani gulat berkembang sangat pesat bahkan termasuk satu di antara tiga hal yang sangat dijunjung tinggi di Yunani ialah Ilmu Pengetahuan, Seni dan Olahraga yang dalam hal ini adalah gulat. Dari
perkembangan di Yunani
inilah
selama berabad-abad, gulat masuk dalam olahraga dunia dan dipertandingkan dalam even olahraga
dunia. ( Petrov,
1987 : 20-22 ).
Gulat sudah
dipertandingkan
dalam
Olympiade I di Yunani tahun 1896.(Olympiade Modern).
Pada
Olympiade modern
gulat
dipertandingkan
dengan dua gaya ialah gaya Bebas ( Free
Style ) dan gaya Greco
Roman atau Yunani Romawi. Perbedaan pokok kedua gaya tersebut adalah : Dalam gulat gaya Romawi Yunani,
dilarang keras menangkap bagian
bawah pinggang lawan, atau menggunakan kaki secara aktif untuk
melakukan setiap gerakan. Sedangkan
dalam gaya bebas menangkap kaki lawan dan penggunaan kaki secara aktif untuk
melakukan setiap pergerakan diperbolehkan. Seperti
halnya olahraga yang lain,
peraturan pertandingan sudah tersusun
secara
baik
dalam
rule
of
game
dan membatasi
palaksanaannya yang
betujuan untuk
menjatuhkan lawan atau melaksanakan jatuhan untuk memenangkan pertandingan dengan
angka. Peraturan–peraturan
tersebut
diterapkan
pada
semua gaya gulat modern
yang
diakui dan dibawah pengawasan FILA ialah Persatuan Olahraga Gulat Amatir
Internasional ( Moh. Sidharta, 1985 : 11-12 ).
Masuknya gulat di Indonesia dibawa oleh para serdadu Belanda. Walapun di
Indonesia sendiri sudah ada gulat tradisional,
namun gulat yang dibawa oleh para
serdadu Belanda ini menjadi populer terutama pada menjelang abad XX. Hal ini tidak disia-siakan oleh para pembina gulat pada waktu itu, maka latihan gulat dilakukan secara efektif dan pada jaman sesudah
kemerdekaan ialah tahun 1960 terbentuklah organisasi gulat seluruh Indonesia ialah PGSI ( Persatuan Gulat Seluruh Indonesia
) dengan ketua umumnya R. Rusli.(
Moh Sidharta,
1985 : 9 ). Tahun 1962 Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV di Jakarta. Gulat termasuk cabang yang dipertandingkan dalam pesta olahraga Negara-negara Asia tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa olahraga gulat di Indonesia sudah
berdiri mapan walaupun pada saat itu usia persatuan gulat baru dua tahun. Sejak itu
Indonesia tidak pernah ketinggalan mengikuti even-even
gulat tingkat Asia dan
dunia.
Di Semarang sasana-sasana gulat banyak
bermunculan. Kebanyakan sasana-sasana ini menampung atlet-atlet berusia muda. Beberapa sasana yang cukup baik dan hidup di kota Semarang adalah :
1) Sasana
SMK
Negeri
1
Semarang yang
berkedudukan
di
SMK
Negeri
1
Semarang di jalan Dr. Cipto. Sasana ini berdiri
pada tahun 1990, dengan
pelatih Drs. Rubianto Hadi, M,.Pd. yang pada masa lalunya
adalah atlet gulat
internasional yang cukup
handal dan sekarang dosen di FIK UNNES.
Anggotanya ada 30 atlet, dan sudah menghasilkan
atlet baik tingkat nasional maupun internasional yang ikut ambil bagian
dalam penyelenggaraan SEA Games.
2) Sasana
SMP
Negeri
16,
yang
berkedudukan
di
SMP
Negeri
16
di
Jalan
Ngaliyan, dengan pelatih
Haryanto dan Aris yang juga mantan atlet
gulat nasional. Anggotanya ada 20 atlet
dan sudah menghasilkan beberapa
atlet nasional.
3) Sasana SMP Negeri 4 yang berkedudukan di SMP Negeri 4 Jl. Sukarno-Hatta
Semarang
dengan pelatih Bapak Arief. Anggotanya ada 25 atlet.
4) Sasana
UNNES
atau
Universitas
Negeri
Semarang
yang
berkedudukan
di
kampus UNNES Sekaran
Gunungpati
dengan pembina
Bp.
Drs.
Wahadi,
M.Pd. dan pelatih Bp. Drs. Rubianto Hadi, M.Pd. Berdiri
pada tahun 2002. Sasana ini tergabung
dengan
Unit
Kegiatan
Mahasiswa
UNNES dengan
anggota 30 orang atlet dan telah menyumbangkan
banyak atlet nasional.
Di Indonesia sendiri gulat telah menorehkan beberapa prestasi. Prestasi itu
sendiri adalah salah satu tujuan pembinaan dan pembangunan olahraga di Indonesia dan prestasi
bagi
seorang
atlet
merupakan
kebanggaan
dan
tujuan
utama. Untuk dapat mencapai prestasi maksimal dalam olahraga dipengaruhi oleh banyak faktor yang menurut
M. Sajoto (1988 : 5 ) ada empat
unsur dominan ialah : 1) pengembangan fisik, 2) pengembangan mental, 3) pengembangan teknis dan 4) kematangan
jiwa.
Seperti halnya
olahraga-olahraga yang
lain,
dalam
olahraga gulat dibutuhkan teknik yang baik untuk dapat memenangkan
pertandingan. Sebelum seorang pegulat
belajar teknik-teknik gulat syarat utama yang harus dipenuhi
oleh seorang pegulat adalah penguasaan teknik dasar. Penguasaan
teknik
dasar
menururt Rubianto Hadi ( 2004 : 16 ) biasanya
dilakukan dengan secara drill yaitu dilakukan secara berulang-ulang sampai
teknik
dasar tersebut
dikuasai. Latihan teknik dasar harus
dilakukan dalam keadaan kondisi
atlet masih segar
atau prima agar teknik dasar
tersebut dapat
dikuasai dengan sempurna. Apabila latihan teknik dasar
dilakukan
pada
waktu
kondisi
atlet
sudah
lemah dapat merusak teknik
dasar itu sendiri. Salah satu teknik dasar yang harus dikuasai
oleh atlet
gulat adalah
teknik
bantingan,
yang terdiri
dari
bermacam-macam
bantingan yang salah satunya adalah teknik bantingan bahu ( Rubianto Hadi, 2004 : 20 ). Teknik bantingan bahu dilakukan
sebagai berikut : Tangan kiri memegang tangan kanan di atas siku, tangan kanan memegang bahu, kaki kanan di depan kaki kanan lawan
kaki
kiri
di
antara
kedua
kaki,
pinggul
kanan
menempel badan lawan kemudian pinggul didorong ke atas dan tangan kanan
lawan ditarik ke depan bawah,
sehingga
lawan jatuh pada posisi terlentang. ( Petrov,
1987 : 232 ). Agar teknik batingan
dapat dilakukan dengan sempurna,
kekuatan dorong dan angkat harus benar-benar kuat dan ini adalah kerja beberapa
otot. Otot yang dimaksud dalam hal ini
adalah otot punggung dan otot lengan.
Otot punggung adalah dua buah
jurai
yang
amat rumit
susunannya,
terletak di sebelah belakang kanan dan kiri tulang belakang, mengisi ruang antara
taju duri dan taju lintang ( Raven,
1992 : 14 ). Otot punggung yang berfungsi
sebagai penegak batang
badan sangat berperan dalam
membentuk kekuatan otot tubuh pada umumnya. Terlebih
untuk teknik bantingan bahu yang merupakan teknik yang banyak memerlukan tenaga.
Sementara otot lengan adalah otot yang terdapat
pada lengan seseorang dalam melakukan kerja
dengan menekan beban
yang ditanggungnya dalam
satu kontraksi maksimal selama melakukan aktivitas menolak atau melempar.
Dalam bantingan bahu salah satu organ tubuh yang berperan adalah lengan, oleh karena itu kekuatan otot lengan sangat penting untuk mencapai suatu prestasi dalam bantingan bahu.
Berdasarkan uraian di atas penulis
tertarik untuk meneliti teknik bantingan bahu dengan meneliti kemungkinan adanya hubungan yang
signifikan
antara
kekuatan otot punggung dan kekuatan otot lengan dengan teknik bantingan bahu, dengan menyusun penelitian dengan judul : “ Hubungan Antara
Kekuatan Otot Punggung Dan Kekuatan Otot Lengan Dengan Kecepatan Gerak Bantingan Bahu
Atlet Gulat Kota Semarang Tahun 2006”.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut
di
muka dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan pemilihan judul dalam penelitian ini adalah
:
1.1.1 Kemampuan
teknik
gerakan
bantingan
bahu
merupakan salah satu teknik bantingan yang perlu diperhatikan dan dikuasai oleh pegulat.
1.1.2 Kekuatan otot punggung dan otot lengan merupakan penunjang
utama dalam gerakan bantingan
bahu.
1.1.3 Sepengetahuan peneliti belum ada peneliti lain yang meneliti
hubungan antara kekuatan otot
punggung dan kekuatan otot lengan.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
KALOK PENDAHULUANYA KAAK GITU,. isinyaa mana,.
BalasHapus