Sulawesi selatan sebagai salah satu daerah sektor pertanian
yang cukup luas dan selama ini sangat banyak potensi sumber daya alamnya
tentunya dikenal sebagai daerah yang sangat mengandalkan sektor pertaniannya
dalam pembangunan dan dari sektor ini pulalah sulawesi selatan dikenal sebagai
daerah pertanian selain Kalimantan-Jawa. hal inilah yang kemudian menjadikan
pertimbangan pemerintah untuk selalu menjaga ketahanan pangan di Sulawesi-selatan.
Tantangan
besar yang dihadapi saat ini khususnya negara-negara sedang berkembang adalah
persoalan kekurangan pangan dan kerusakan lingkungan hidup. Kekurangan pangan
bukan hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi manusia yang tidak seimbang
sebagaimana teori Malthus tentang kependudukan “ Manusia untuk hidup memerlukan
bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk”. tetapi persoalan degradasi
lahan dan hutan yang berdampak pada menurun dan terbatasnya produksi pangan.
Sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan Nasional
secara keseluruhan. Salah satu manfaat yang diharapkan dapat diberikan dari
proses pembangunan pertanian adalah tersedianya kebutuhan pangan bagi seluruh
penduduk Sulawesi Selatan pada umumnya, seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk dari tahun ke tahun.
Masalah
utama dalam menghadapi globalisasi berkaitan dengan tantangan terbesar bagi
negara dengan lebih 200 juta jiwa adalah
masalah pangan. Sejak pembangunan ekonomi dicanangkan awal orde baru hingga
pasca orba hari ini, masalah pangan ternyata masih membayang-bayangi program di
sektor pertanian. dengan jumlah penduduk 205 juta kita memerlukan beras paling
tidak 30 juta ton per tahun,jumlah yang luar biasa besarnya, namun bukan tidak
mungkin dipenuhi sendiri.perkuatan basis penyediaan pangan dari dalam negeri
sendiri merupakan agenda utama menegakkan kemandirian.[1]
Untuk
itu menyongsong era globalisasi provinsi sulawesi selatan yang dikenal sebagai
lumbung pangan nasional sangat perlu mengembangkan potensi agribisnisnya
termasuk komoditi beras. meskipun dilihat dari proporsinya persawahan Sulawesi
Selatan hanya 10% dari total wilayah seluas 6.248.254 ha atau sekitar 645.381 ha namun mampu menghasilkan
gabah-rata-rata sebanyak 4,6 juta ton atau sekitar 2,5 juta ton setahun. karena
untuk kebutuhan 8.162.816 jiwa penduduknya cukup dipenuhi sekitar 1,08 juta ton
beras, maka setiap tahunnya provinsi sulsel ini mengalami surplus beras sekitar
1,42 juta ton[2]
Keterpenuhan pangan di Sulawesi Selatan relatif terpenuhi mengingat
produksi pangan terutama beras mencapai surplus, pada tahun 2009 surplus beras
mencapai sekitar 800.000 ton. namun demikian kondisi ketahanan pangan kita akan
mendapat ancaman apabila pemerintah lebih mengutamakan pembangunan
infrastruktur ketimbang pengembangan pertanian, karena kecenderungan Kebijakan Politik lokal dengan
melihat kecenderungan kebijakan politik pembangunan secara umum di Sulawesi
Selatan, maka terdapat indikasi kuat tentang minimnya perhatian pada sektor
pertanian dan pangan.
Hal
yang sama juga dilihat dari sejumlah rencana proyek pembangunan, yang lebih
memprioritaskan pada sarana infrastruktur yang dapat menunjang perdagangan
bebas, misalnya perluasan bandara, pelabuhan laut, jalan lingkar, jalan tol,
pembangunan hypermaket dan seterusnya. Kebijakan yang kurang lebih sama
ternyata juga terjadi hampir di semua kabupaten/ kota di daerah ini. sementara pada sektor pertanian,
kebijakan lokal tentang pertanian lebih diarahkan komoditi eksport, seperti
coklat, vanili, kelapa sawit, karet, dan lain-lainya.
Masalah ini akan menimbulkan semakin
menyempitnya lahan-lahan tanaman pangan yang diharapkan secara berkelanjutan memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat lokal dan seiring dengan bertambahnya
penduduk maka kebutuhan akan pangan akan semakin meningkat akan tetapi kondisi
ketahanan pangan kita tentunya akan mengalami ancaman apabila terus terjadi
alih pungsi lahan pertanian ke ke non-pertanian, oleh karena itu untuk terus
menjaga ketahanan pangan di Sulawesi-Selatan pemerintah mesti menjaga
terjadinya alih fungsi lahan pertanian agar ketahanan pangan kita bisa terus
mencukupi.
Saat ini pemerintah dianggap
berhasil apabila membangun dan mampu mengembangkan daerahnya, namun disisi lain
pembangunan juga membutuhkan lahan, begitupun pertanian juga membutuhkan lahan
agar tercapainya kedaulatan pangan. pembangunan kemudian mengancam lahan-lahan
produktif, baik di pedesaan maupun di perkotaan yang dijadikan mall, pabrik,
dan bangunan lain , milik para investor (baik asing maupun domestik).
Seharusnya Pemerintah daerah lebih berpihak kepada
rakyat, yaitu kepada para petani . bukan
kepada para investor yang lebih mementingkan dirinya sendiri. alasan pemerintah (yang mungkin telah dipengaruhi
investor) kepada petani, jika kelak dibuka pertambangan, maka akan lebih
meningkatkan pendapatan daerah dibandingkan jika lahan itu hanya digunakan
sebagai lahan pertanian.
Ketahanan pangan yang kokoh merupakan hal yang penting
dan perlu diwujudkan karena bagian yang penting dari ketahanan
nasional. Ketahanan pangan yang kuat akan memperkuat ketahanan nasional dan
sebaliknya. Undang-Undang No.7/1996: tentang Ketahanan Pangan adalah: Kondisi
di mana terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi rumah tangga yang diukur
dari ketercukupan pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga adanya jaminan
atas keamanan (safety), distribusi
yang merata dan kemampuan membeli. Undang-Undang No.7/1996 tentang Pangan ini
telah mengamanatkan kepada pemerintah bersama masyarakat wajib mengusahakan
terwujudnya ketahanan pangan.
Di satu sisi alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali
dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan dan bahkan dalam jangka panjang dapat
menimbulkan kerugian sosial. di sisi lain efektifitas implementasi instrumen
pengendalian alih fungsi selama ini belum berjalan optimal sesuai dengan yang
diharapkan. seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia,
penguasaan dan penggunaan lahan mulai terusik. keterusikan ini akhirnya
menimbulkan kompleksitas permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk,
penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang
semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur
berubah menjadi multifungsi pemanfaatan.
Perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan
bagi nonpertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi)
lahan kian waktu kian meningkat. khusus untuk Indonesia fenomena
ini tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di kemudian hari, jika
tidak diantisipasi secara serius dari sekarang. Implikasinya alih fungsi lahan
pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan,
dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Sebetulnya
sejumlah perundang-undangan telah dibuat dan berbagai peraturan sudah
diciptakan namun semuanya seakan-akan mandul dalam pengendalian alih fungsi
lahan pertanian.
Khusus untuk mengatasi masalah alih
fungsi lahan, pemerintah menerbitkan Instruksi presiden No.3/1990 mengenai
larangan ahli fungsi lahan sawah untuk penggunaan selain pertanian. Undang-Undang
Republik Indonesia No 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
1.
Bahwa lahan pertanian pangan merupakan bagian
dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2.
Bahwa Indonesia sebagai negara agraris perlu
menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sebagai sumber
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan
kesatuan ekonomi nasional;
3.
Bahwa negara menjamin hak atas pangan sebagai
hak asasi setiap warga negara sehingga negara berkewajiban menjamin
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
4.
Bahwa makin meningkatnya pertambahan penduduk
serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi,
alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung
wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan
pangan;
5.
Bahwa sesuai dengan pembaruan agraria yang
berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan sumber daya agraria perlu perlindungan lahan pertanian pangan
secara berkelanjutan.
Untuk menangani atau mencegah alih fungsi
lahan di Kabupaten Wajo Undang-Undang dan Instruksi Presiden. Ini dipergunakan
oleh pemerintah daerah untuk mencegah laju konversi lahan pertanian,
menciptakan kedaulatan pangan, sekaligus melindungi hah-hak asasi petani. Pasal
3 rancangan Undang-Undang Lahan Pertanian Pangan Abadi mengungkap 9 tujuan
pengelolaan lahan pertanian, yaitu :
(a) menjamin tersedianya lahan pangan
berkelanjutan, (b) mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan (c) meningkatkan
kesehteraan dan pemberdayaan masyarakat (d) mencegah alih fungsi lahan
pertanian pangan (e) mendorong pengalihan fungsi lahan non-pertanian pangan ke
pertanian pangan serta mendorong pembukaan lahan baru pertanian pertanian
pangan abadi (f) memperkuat jaringan pengaman sosial ekonomi kerakyatan (g)
memperkuat jaringan penyediaan lapangan kerja produktif (h) mempertahankan
keseimbangan ekologis (i) mempertahankan multifungsi pertanian.
Undan-Undang tersebut sudah dikeluarkan
Pemerintah namun demikian Implemantasi dan penegakan peraturan-peraturan
tersebut masih lemah dan oleh karenanya masalah-masalah yang telah disebutkan
diatas masih belum terselesaikan. seiring dengan peningkatan jumlah penduduk
dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan
nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih
fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan jika di
suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan
di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Menurut Irawan[3],
hal tersebut disebabkan oleh dua faktor.
Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di
suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi
semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya
mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah
sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga
lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual
lahan.[4]
menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk
setempat,sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara
umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.
Dalam kerangka inilah penelitian ini menarik untuk dikaji lebih
mendalam dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan strategi yang lebih arif
dan ramah terhadap lingkungan. Kecenderungan Kebijakan Politik Lokal Dengan
melihat kecenderungan kebijakan politik pembangunan secara umum di Sulawesi
Selatan, maka terdapat indikasi kuat tentang minimnya perhatian pada sektor
pertanian dan pangan. Oleh karena itu sebagai salah satu daerah pertanian
Kabupaten Wajo harus memperhatikan dan menjaga lahan pertanian agar ketahanan
pangan kita bisa jaga.
Hal yang sama pun terjadi di Kabupaten wajo juga merupakan daerah
pertanian mempunyai peranan yang besar terhadap ketahan pangan oleh karena itu
pemerintah mesti menjaga agar tidak terjadi alih fungsi lahan. karena apabila
terjadi alih fungsi lahan dan tidak segera diatasi maka pasokan pangan dari Kabupaten Wajo tentu
akan semakin berkurang hal ini akan membawa dampak terhadap ketahanan pangan
Nasional. Berdasarkan paradigma tersebut, maka perlunya kebijakan kebijakan
pemerintah dalam mengatasi ancaman ketahanan pangan di Sulawesi Selatan.
Dari pemaparan diatas maka, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Kebijakan Pangan Dalam
Menangani Ketahanan Pangan Di Kabupaten Wajo, Sulawesi-Selatan”
Judul : Analisis Kebijakan Pangan Dalam Menangani Ketahan Pangan Di Kabupaten Wajo Sulawesi-Selatan (PT-140))
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar