Stroberi merupakan tanaman buah herba dan
ditemukan pertama kali di Chili, Amerika Latin. Salah satu spesies tanaman
stroberi, Fragaria chiloensis L telah
menyebar ke berbagai Negara Amerika, Eropa, dan Asia. Jenis stroberi ini
pula yang jadi pertama kali masuk ke Indonesia dan menyebar lebih luas
dibanding spesies lainnya. Stroberi dikenal juga dengan nama arbei (Rukmana,
1998).
Stroberi merupakan salah satu komoditas
buah-buahan yang penting di dunia, terutama untuk Negara-negara beriklim
subtropics. Di Negara-negara yang beriklim subtropics pengembangan budidaya
stroberi dijadikan sebagai salah satu sumber devisi. Pola dan sistem
pengembangan budidaya stroberi telah dipadukan denga sector pariwisata, yaitu
menciptakan kebun agrowisata. Misalnya, di Eropa kebun agrowisata stroberi
telah terdapat di berbagai ngara.
Seiring perkembangan ilmu dan tehnologi
pertanian yang semakin maju, kini stroberi mendapat perhatian pengembangannya
di daerah beriklim tropis. Di Indonesia, walaupun stroberi bukan merupakan
tanaman asli Indonesia, namun pengembangan
komoditas ini yang berpola agribisnis dan agroindustri dapat di kategorikan
sebagai salah satu sumber pendapatan dalam sector pertanian. Stroberi ternyata
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam kondisi iklim seperti di Indonesia (Budiman dan Saraswati,
2008).
Budidaya stroberi dapat dilakukan di lahan
terbuka maupun di lahan tertutup. Budidaya di lahan tertutup yaitu dengan
menggunakan sarana green house. Penanaman
stroberi di green house merupakan
salah satu upaya agar stroberi dapat dipanen kapan saja dan dapat menghindarkan
tanaman dan buah menjadi busuk pada saat musim hujan. Penerapan budidayanya
dapat dilakukan dengan sistem hidroponik (Dgusyana, 2008).
Meskipun perkembangan stroberi di Indonesia terus mengalami
peningkatan, namun bila dibandingkan dengan luar negeri, usaha stroberi di Indonesia belum dilakukan secara
optimal. Petani kebanyakan masih menggunakan penerapan budidaya yang sifatnya
konvensional. Kelemahan atas pengolahan lahan yang tidak terpadu bisa
menimbulkan kerentanan tanaman terhadap hama dan penyakit serta
dapat mengurangi kuantitas dan kualitas produksi. Selain itu, terkadang dengan
cara yang konvensional biaya produksi yang digunaakan tidak sebanding dengan
keuntungan yang diperoleh (Kurnia, 2005).
Di Sulawesi Selatan, budidaya stroberi yang
dilakukan oleh petani masih bersifat konvensional dan masih dalam skala kecil,
kebanyakan tidak memperhatikan teknik budidaya seperti pemupukan dan
pemeliharaan, teknologi juga masih kurang diterapkan oleh petani, sehingga
kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan masih tergolong rendah (Anonim,
2010).
Gangguan serangga, tungau, nematoda juga
penyakit merupakan ancaman yang selalu ada dalam setiap penanaman. Hama-hama
dan penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada akar, daun, bunga, dan buah.
Penyakit tanaman stroberi dapat disebabkan oleh cendawan, bakteri,
micoplasma-like organism, dan virus (Gunawan, 2003 dalam Samosir, 2007).
Penyakit yang sering dijumpai pada tanaman
stroberi yang disebabkan oleh cendawan adalah penyakit daun gosong yang
disebabkan oleh Diplocarpon earliana atau Marsonina fragariae, penyakit bercak
daun yang disebabkan oleh Ramularia tulasnii atau Mycosphaerella fragariae,
Rhizoctonia solani, penyakit tepung yang disebabkan oleh Uncinula necator,
penyakit pusat merah yang disebabkan oleh Phytophthora fragariae, busuk buah
yang disebabkan Botrytis cinerea, Rhizopus stolonifer, Colletotrichum fragariae
(Semangun, 2003 dalam Samosir, 2007).
Penyakit pada daun salah satunya adalah Busuk
Daun (Phomopsis obscurans) dan Daun
Gosong (Diplocarpon earliana atau Marssonina fragariae). Gejala serangan
dari Phomopsis obscurans adalah penyakit ini di mulai dengan 1 sampai 6 noda
bulatan (Gunawan,2003). Noda bulatan berwarna abu-abu dikelilingi warna merah
ungu, kemudian noda membentuk luka mirip huruf V (Aninim, 2005). Bercak ini
memiliki 3 perubahan warna yaitu merah ungu atau pinggirnya kekuningan dan yang
berikutnya adalah coklat terang dengan pusat bercak coklat tua (Partridge,
2003).
Sedangkan gejala serangan dari Diplocarpon earliana memiliki gejala
pada daun berupa bercak atau luka memiliki 2 bentuk yaitu dengan luka yang
besar atau kecil tetapi banyak dan luka seperti bisul. Luka berwarna kemerahan
sampai ungu tipis, menyatu dan menjadikan tanaman kelihatan hangus atau
terbakar. Luka ini tampak banyak dan terbakar. Luka ini tampak banyak dan tidak
teratur, berwarna ke unguan dan tidak teratur, berwarna keunguan samapi coklat,
berkembang pada permukaan daun. Penyakit ini sering dikatakan penyakit terbakar
atau gosong (Heidenreich and Turechek, 2001)
Penggunaan pestisida sintetik merupakan metode
umum dalam upaya pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang tanaman pertanian. Kebanyakan pestisida sintetik memiliki sifat non
spesifik, yaitu tidak hanya membunuh jasad sasaran tetapi juga membunuh
organisme lain. Pestisida sintetik dianggap sebagai bahan pengendali hama penyakit yang paling
praktis, mudah di peroleh, mudah di kerjakan dan hasilnya cepat terlihat.
Padahal penggunaannya sering menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan,
keracunan terhadap manusia dan hewan peliharaan (Rejesus, 1986; Stoll, 1988;
Thamrin dan Asikin, 2005).
Selain itu Ahmed (1995) mengemukakan bahwa lebih
dari 400.000 kasus keracunan setiap tahunnya dan 1,5 % diantaranya sangat
parah, serta terjadinya kontaminasi air, tanah, udara yang berdampak negative
terhadap kesehatan manusia.
Untuk mengurangi frekuensi penggunaan pestisida
sintetik salah satunya adalah menggantinya dengan pestisida dari bahan nabati
(Balfas, 1994; Mudjiono et al., 1994). Sifat bahan nabati pada umumnya mudah
terurai di alam sehingga residunya tidak berdampak negatif terhadap lingkungan
(Maciver, 1962).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya
berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau
buah. Bahan-bahan ini di olah menjadi
berbagai bentuk, anatara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin
yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan
atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai
pestisida (Thamrin, Asikin, Muklis dan Budiman,).
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal
yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu
sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan
secara tradisonal, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan
yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Thamrin,
Asikin, Muklis dan Budiman).
Berdasarkan uraian di atas perlu di lakukan
penelitian untuk mengetahui jenis tanaman yang dapat di gunakan untuk pestisida
nabati dalam mengendalikan berbagai penyakit pada tanaman stroberi.
Judul : Uji Daya Hambat Beberapa Ekstrak Nabati Pada Pertumbuhan Linier Mycosphaerella Fragariae Penyebab Bercak Daun Pada Tanaman Stroberi (Fragaria Sp) (PRT-141))
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar