Kabupaten
Sinjai merupakan salah satu Kabupaten yang berusaha mengembangkan sapi perah.
Besarnya apresiasi dari pihak birokrasi dan masyarakat serta iklim yang
mendukung untuk menjadikan Kabupaten Sinjai menjadi sentrum pengembangan sapi
perah. Pengembangan
sektor peternakan di Kabupaten Sinjai mendapat perhatian dari pemerintah,
terbukti dengan ditetapkannya Kabupaten Sinjai dalam program Gerbang Mas
sektor peternakan. Kabupaten
Sinjai memiliki iklim dan letak geografis yang menguntungkan. Disamping itu
potensi lahan yang luas untuk pengembangan sektor ini masih luas dan
tersedianya pakan yang melimpah merupakan salah satu indikator dipilihnya
Kabupaten Sinjai dalam pengembangan program Gerbang Mas di sektor Peternakan. Salah satu upaya dalam pengembangan ini yaitu
pengembangan sapi perah, penggemukan sapi potong, pengembangan kambing Bour.
Dalam pengembangan sapi perah, dimulai pada tahun 2002, yang setiap tahunnya
populasinya bertambah, awalnya hanya 73 ekor kini telah mencapai 199 ekor
(Anonim, 2011a).
Faktor
keberhasilan sapi perah salah satunya tergantung pada penampilan reproduksi
yang berhubungan dengan efisiensi reproduksi. Penampilan reproduksi yang baik
akan menunjukkan nilai efisiensi reproduksi yang tinggi, sedangkan produktifitas
yang masih rendah dapat diakibatkan oleh berbagai faktor terutama yang
berkaitan dengan efisiensi reproduksi. Faktor yang berpengaruh seperti
kekurangan pakan sehingga menyebabkan penurunan kondisi tubuh yang berdampak
pada sulitnya berahi
terdeteksi, atau berahi tapi tidak nyata (silent heat), atau ada berahi
tetapi tidak terjadi ovulasi. Dalam hal ini sapi mampu bunting, tetapi kemudian
kekurangan pakan, maka kemungkinan besar akan terjadi keguguran (Putro, 2009).
Lamanya berahi
bervariasi pada tiap-tiap hewan dan antara individu dalam satu spesies.
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh variasi-variasi sewaktu estrus, terutama
pada sapi dengan periode berahinya yang terpendek diantara semua ternak
mamalia. Berhentinya estrus sesudah perkawinan merupakan indikasi yang baik
bahwa kebuntingan telah terjadi. (Achyadi, 2009).
Estrus
pada sapi biasanya berlangsung selama 12 – 18 jam atau sekitar 12-24 jam
(Putro, 2008). Variasi terlihat antar individu selama siklus estrus. Pada
sapi-sapi di lingkungan panas mempunyai periode estrus yang lebih pendek
sekitar 10-12 jam. Selama atau segera setelah periode estrus ini,
terjadilah ovulasi. Ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam darah dan
penaikan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel membesar dan turgid serta
ovum mengalami pemasakan. Estrus berakhir kira-kira pada saat pecahnya
folikel ovari atau terjadinya ovulasi (Frandson, 1996).
Rendahnya efisiensi reproduksi sapi perah diduga
karena deteksi estrus yang kurang optimal yang disebabkan oleh lama berahi yang
pendek, bahkan deteksi estrus yang sulit ditemukan karena ternak sapi perah
diikat dalam kandang sehingga sulit untuk melihat tanda-tanda berahi primer
pada ternak. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan melihat lama berahi
ternak sapi perah dengan protokol induksi berahi yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan protokol induksi berahi
terhadap lama berahi pada sapi perah di Kabupaten Sinjai. Dengan
demikian penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi bagi peneliti,
peternak, dan masyarakat umum dalam upaya pengembangan ternak sapi perah
terutama aspek reproduksi.
Judul : Pengaruh Perbedaan Protokol Induksi Berahi Terhadap Lama Berahi Pada Sapi Perah Di Kabupaten Sinjai (PT-22)
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar