Ikan bandeng (Chanos
chanos Forsskal) termasuk komoditas unggulan di Sulawesi Selatan. Dinas
Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan menargetkan peningkatan
produksi ikan bandeng sekitar 71.147 ton pada 2013 dari produksi saat ini rata–rata
55.000 ton per tahun. Permintaan ikan bandeng dari tahun ke tahun selalu
mengalami peningkatan, baik untuk komsumsi lokal, ikan umpan bagi industri
perikanan tuna cakalang, maupun untuk pasar ekspor. Prospek ekspor ikan bandeng
Sulawesi Selatan terbuka lebar dengan tujuan ekspor ke Rusia, Singapura dan
Timur Tengah yaitu sekitar 600 ton perbulan. Akan tetapi, peluang tersebut
belum dapat terpenuhi karena terbatasnya produksi dan diikuti tingginya
komsumsi lokal. Ikan bandeng sebagai komoditas ekspor harus mempunyai standar
tertentu, yaitu ukuran sekitar 400 g/ekor, sisik bersih dan mengkilat, tidak
berbau lumpur dan dengan kandungan asam lemak omega-3 yang tinggi akan dapat di
penuhi dari hasil budidaya bandeng secara intensif dalam keramba jaring apung
di laut (Anonimusa, 2010).
Dalam kegiatan budidaya secara intensif, pakan
mempunyai peranan penting dalam
peningkatan produksi, yang mana biaya untuk pembelian pakan memberi kontribusi
sekitar 60–80% dari total biaya produksi (Priyadi dkk., 2008). Khusus di Indonesia, sebagian besar bahan baku pakan berasal dari impor, yaitu sekitar 70–80% (Hadadi
dkk., 2007). Harga bahan baku pakan akan berpengaruh terhadap harga pakan yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap biaya produksi.
Tepung ikan merupakan bahan baku utama sumber protein dalam pakan ikan. Saat ini
produksi tepung ikan lokal baru dapat memenuhi 60–70 % dari kebutuhan dengan
kualitas dan kuantitas yang berfluktuaktif. Oleh sebab itu, diperlukan
penelitian yang mendalam terhadap berbagai bahan baku alternatif pengganti tepung ikan, yakni salah
satunya, tepung maggot atau tepung serangga bunga (Hermetia illucens). Bahan ini dapat di produksi secara massal,
bahan ini juga memenuhi kandungan nutrisi dan tidak menjadikan harga pakan tinggi
yaitu hanya Rp. 1.500,- per kg dibanding tepung ikan impor Rp. 15.000,- per kg
dan lokal harganya sekitar Rp. 12.000,- per kg (Hadadi dkk., 2007). Harga pakan saat ini
mencapai Rp. 7000 sampai Rp. 7500 per kg, sementara harga pakan berbahan baku maggot dengan kandungan protein sekitar 25-30% hanya
Rp. 3500 per kg (Anonimusb, 2010).
Penelitian pemanfaatan tepung magot sebagai sumber
protein sebagai pengganti tepung ikan telah di lakukan oleh beberapa peneliti.
Hasil pelelitian Retnosari (2007) pada benih ikan nila menunjukkan bahwa
subtitusi tepung ikan oleh tepung magot sebesar 55% (kadar protein 30,45%), 65%
(kadar protein 30,22%), 85% (kadar protein 27,64%) dan 95% (kadar protein
26,35%) menghasilkan pertumbuhan benih ikan nila yang tidak berbeda. Hal ini
diduga karena kadar protein yang dihasilkan masih dalam rentang layak kebutuhan
benih ikan nila.
Informasi tentang kemungkinan dapat dimanfaatkannya
tepung maggot sebagai pengganti sumber protein asal tepung ikan pada budidaya
ikan bandeng dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan sintasan sampai saat ini
belum ada, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar