Udang windu merupakan salah satu komoditas sub sektor
perikanan yang diharapkan dapat meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar
meningkat dengan didukung sumberdaya alam yang cukup besar memberikan peluang
yang sangat besar untuk pengembangan budidayanya. Sebagai rantai awal di dalam
budidaya udang windu adalah ketersediaan benih yang sering kali merupakan
faktor pembatas. Oleh sebab itu, terbatasnya benih hasil tangkapan dari alam
mendorong munculnya berbagai panti pembenihan, baik skala besar (hatchery) maupun skala kecil (back yard).
Budidaya udang windu telah mengalami peningkatan.
Akan tetapi, beberapa tahun terakhir ini banyak petani tambak yang mengalami
penurunan produksi usaha budidayanya. Salah satu penyebab penurunan prduksi
tersebut adalah menurunnya sistem kekebalan tubuh udang yang menyebabkan
timbulnya penyakit yang berujung pada kematian. Hal ini banyak terjadi pada
stadia pascalarva udang windu. Menurunnya kualitas lingkungan budidaya dan
ketersediaan nutrisi pakan yang kurang merupakan faktor penyebab sehingga udang
saat ini sering terserang penyakit yang dapat menyebabkan kematian massal
(Siswanto, 2008).
Upaya pemenuhan permintaan udang yang terus meningkat
mendorong petani membudidayakan udang windu secara intensif. Intensifikasi
budidaya adalah kegiatan dimana budidaya sangat bergantung pada suplay pakan
buatan dan memerlukan pemberian pakan yang intensif. Di sisi lain, kendala yang
dihadapi untuk pemenuhan kebutuhan pakan adalah tingginya harga pakan. Menurut
Haliman dan Dian (2005) kebutuhan pakan buatan pada budidaya udang berkisar
dari 60-70% dari total biaya produksi.
Permasalahan harga pakan yang relatif mahal
disebabkan oleh tingginya kandungan protein dalam pakan. Protein merupakan zat
terpenting dari semua zat gizi yang diperlukan ikan karena merupakan zat
penyusun dari sumber energi utama bagi ikan (NRC, 1997). Pada ikan protein
lebih efektif digunakan sebagai sumber energi daripada karbohidrat (Furuichi,
1988). Hal ini disebabkan oleh rendahnya aktivitas enzim amilase dalam saluran
pencenaan ikan dibandingkan dengan hewan terrestrial dan manusia. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan berbagai upaya agar penggunaan protein sebagai sumber energi
dapat dikurangi dan pemanfaatan karbohidrat sebagai sumber energi dapat
ditingkatkan. Protein diharapkan digunakan untuk pertumbuhan dan pergantian
jaringan yang rusak, bukan sebagai sumber energi. Peningkatan penggunaan
karbohidrat oleh udang diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat dan
mengurangi kadar protein dalam komposisi pakan buatan.
Salah satu alternatif yang dapat dikaji dan
dikembangkan melalui percobaan adalah dengan suplementasi kromium organik dalam
pakan. Penelitian mengenai peran kromium pada beberapa spesies ikan seperti
tilapia, gurame, betok, telah dilaporkan dengan menggunakan kromium organik,
seperti CrCl3, CrCl3 6H2O, atau Cr2O3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kromium organik
efektif meningkatkan pemanfaatan karbohidrat pakan (Shiau dan Chen, 1993; Shiau
dan Lin, 1993; Shiau dan Liang, 1995; Shiau, 2002; Subandiono dkk.,2004; Akbar, 2009). Kromium
trivalent (Cr+³) merupakan unsur mineral yang dibutuhkan manusia dan
hewan. Unsur mineral tersebut berfungsi untuk mengaktifkan kerja insulin dan
menstabilkan protein dan asam nukleat. Kromium trivalent memiliki tipe non
toksik dan bersifat antioksidant (Anderson, 1997; NRC, 1997).
Suplementasi
kromium berhubungan dengan pemasukan (influx) glukosa hasil hidrolisis
enzimatik karbohidrat pakan ke dalam darah dan selanjutnya masuk ke dalam sel.
Peningkatan pemasukan glukosa ke dalam sel diharapkan dapat meningkatkan
penggunaan karbohidrat sebagai sumber energi. Hal ini dapat diindikasikan oleh
adanya penyimpanan glikogen di hepatopankreas dan otot udang windu. Di dalam
otot, glikogen merupakan simpanan energi utama yang mampu membentuk hampir 2%
dari total massa otot. Glikogen yang terdapat di dalam otot hanya
dapat digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut dan tidak dapat
dikembalikan ke dalam aliran darah dalam bentuk glukosa apabila terdapat bagian
tubuh lain yang membutuhkannya. Berbeda dengan glikogen hati dapat dikeluarkan
apabila terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkan.
Penambahan kromium dalam pakan menyebabkan glukosa
dapat segera dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan energi
metabolisme. Sejauh mana pengaruh suplementasi kromium dalam pakan udang windu
belum pernah dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut maka kami melakukan
penelitian pengaruh pemberian berbagai kadar karbohidrat pakan dengan
suplementasi kromium (Cr+3) terhadap deposit glikogen hepatopankreas
dan otot gelondongan udang windu (pennaeus
monodon).
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar