Proses demokratisasi di Indonesia pasca orde baru telah menghasilkan desain sistem politik yang sangat berbeda secara signifikan dengan desain yang dianut selama masa orde baru. Reformasi prosedural dan kelembagaan yang walau dilakukan secara bertahap, telah mengubah landasan berpolitik secara sangat radikal.
Perkembangan dunia politik di Indonesia terus berkembang seiring dengan
reformasi terhadap produk hukum, pemerintahan, maupun kebebasan pers. Dalam
skala nasional dapat kita lihat pada pemilihan umum 2004 yang dilaksanakan
secara langsung. Pemilu merupakan momen terbesar demokrasi. Terbesar dari segi
anggaran yang harus dikeluarkan, terbesar gesekan politiknya, dan terbesar
pengaruhnya terhadap keberlanjutan pembangunan sosial politik suatu negara.
Dalam sistem Pemilu di Indonesia yang baru, ada beberapa jenis penyelenggaraan
Pemilu, salah satunyapemilu legislatif untuk memilih anggota DPR RI, anggota
DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota serta DPD.
Fenomena monumental dimana seluruh lapisan masyarakat di tanah air
mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi di dalamnya. Begitu pula
dengan pesta demokrasi yang diadakan pada tahun 2009. Diawali dengan Pemilu
Legislatif yang berlangsung tanggal 9 April 2009 kemarin ternyata masih
meninggalkan berbagai persepsi di dalam masyarakat. Pesta demokrasi yang
merupakan proses demokrasi pemerintahan di Indonesia ini, ternyata banyak
meninggalkan tanda tanya besar. Banyaknya kesalahan dalam proses penyelenggaran
Pemilu ini menjadi sebuah pekerjaan rumah yang sangat berat,kesalahan-kesalahan
seperti kacaunya Daftar Pemilih Tetap (DPT), surat suara yang tertukar, dan
kesalahan cetak surat suara.
Berbicara mengenai
pemilu, salah satu instrumen yang sangat penting didalamnya adalah Partai
Politik. Partai politik merupakan kendaraan politik bagi para calon anggota
legislatif untuk memperoleh mandat dari rakyat untuk menjadi wakilnya di
parlemen. Sebuah Partai politik tidak hanya dikelola oleh satu orang karena
partai politik merupakan sekelompok manusia
yang terorganisir secara stabil dengan tujuan
merebut atau mempertahankan kekuasaan.[1] Keberhasilan sebuah partai politik terletak bagaimana mekanisme
internal partai tersebut. Salah satunya pengelolaan dana internal partai.[2]
Tujuan memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan membuat partai politik berupaya
memanfaatkan segala bentuk sumber daya yang dimilikinya. Baik itu berupa sumber
daya manusia serta sumber daya materil (dana). Bisa dikatakan salah satu
potensi yang menentukan atau menjamin keberlangsungan hidup partai adalah
kemampuan mengelola sumber dana yang dimilikinya. Setiap partai politik
memiliki alur pemasukan yang berbeda – beda pastinya, beberapa diantaranya
seperti iuran yang bersumber dari anggotanya, kemudian sumbangan dari donatur
serta simpatisan partai yang sifatnya tidak mengikat serta bantuan dari
Pemerintah Daerah yang diambil dari APBD daerah itu.
Terkait dengan
pemberian bantuan dari Permerintah
Daerah untuk Kota Makassar sendiri, hal tersebut sudah diatur dalam Perda No. 10 Tahun 2006 pada Bab 3,
tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik yang berbunyi :
“Besarnya bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) ditetapkan sebesar Rp. 19.000.000,- (Sembilan belas juta rupiah)
setiap kursi pertahun “
Sumber dana yang digunakan partai berasal dari APBD yang
artinya berasal dari uang rakyat, oleh karena itu partai politik juga harus
sangat berhati-hati dalam setiap gerak langkahnya dan harus memastikan bahwa
setiap tindakan yang dilakukan adalah demi masyarakat banyak, bebas dari
politik uang dan pengaruh kelompok kepentingan (vested interestgroup).
Menarik untuk melihat fenomena politik yang terjadi
di Sulsel khususnya Makassar. Partai Golkar sebagai salah satu partai besar
yang sudah mengakar kadernya dan manajemen pangelolaan partainya. Partai Golkar
selalu ikut berpartisipasi guna menempatkan calonnya di kursi legislatif dan
mewakili aspirasi rakyat. Partai ini menjadi pemenang pada masa orde lama dan
orde baru, namun padaera reformasi sudah mengalami penurunan. Pemilu pertama
pada era reformasi 1999, yang diikuti 48 partai politik dan partai Golkar
menjadi posisi kedua setelah PDIP dengan perolehan suara 23.741.749 (22,4%). Kemudian pada pemilu 2004 partai Golkar
berhasil menjadi pemenang pemilu dengan memperoleh suara sebanyak 24.461.104 (21,58%)
dan yang terakhir pada pemilu 2009
kemarin yang diikuti 34 partai, partai Golkar berhasil memperoleh suara
nasional sebanyak 14,45% dan menjadi urutan kedua setelah Partai Demokrat.[3]
Pada pemilu 2004 suara Golkar di propinsi Sulawesi
Selatan mencapai 41,6% sedangkan pada pemilu 2009 jumlah suaranya mengalami penurunan sebanyak 7%. Di Makassar
sendiri perolehan suara Partai Golkar pada pemilu 2004 mencapai 184.991 suara
sedangkan pada pemilu 2009 jumlah perolehan suara partai itu hanya berkisar
100.195 suara. Sangat jauh menurun dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.[4] Sebagai
sebuah partai yang cukup besar tentunya ini merupakan sebuah “pukulan telak”
karena hasil yang diinginkan oleh partai ini tidak sesuai dengan kenyataan yang
terjadi dilapangan. Apalagi Sulawesi
Selatan dari beberapa kali pemilu merupakan lumbung suara di bagian timur
Indonesia. Transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan partai politik adalah keniscayaan
karena sebagai institusi publik partai politik mempunyai peran besar dalam
menjaga demokrasi dan mengelola pemerintahan.
Pengelolaan dana dalam hal ini penggunaan maupun pelaporan keuangan
partai politik seharusnya efektif dan efisien karena penyelenggaraan sistem
politik yang demokratis di suatu negara ditentukan oleh penyelenggaraan partai
politiknya, Partai politik yang sehat dan kredibel serta proses pemilihan umum
yang diselenggarakan secara demokratis, jujur, dan adil merupakan dasar untuk
membangun demokrasi yang berkredibilitas.
Saat ini,
berdasarkan peraturan yang berlaku, Negara memberikan subsidi ke partai sebesar Rp 19.000.000, per kursi di tingkat kabupaten/kota. Sebagai contoh, pada Pemilu 2009 Partai Gokar meraih 11
Kursi, jadi memperoleh
bantuan Rp 209.000.000 per
tahun. Dan sesuai UU Nomor 2 Tahun 2008 mengamanatkan
agar dana tersebut untuk pendidikan politik dan kaderisasi tapi apakah dana tersebut digunakan sebagai mana
mestinya. Partai politik harus
didorong meminimalisasi pengeluaran atas kebutuhan partai yang nyaris tidak
terbatas. Pengurus partai politik
harus memiliki skala prioritas atas kebutuhan yang mesti dipenuhi, dengan
memanfaatkan anggaran yang ada. Partai politik harus mengatur pengelolaan
keuangan partai dalam AD/ART sama halnya dengan Peraturan Organisasi
partai itu sendiri. Hal ini diperlukan bukan semata demi menaati perintah UU,
tetapi juga demi membangun sistem organisasi modern agar lebih tanggap atas
tuntutan konstituen dan publik yang terus meningkat. Pengelolaan
dana dalam internal partai sangatlah menentukan eksistensi partai dalam
perpolitikan
Semua contoh skripsi yang kami sediakan dalam bentuk file MS-WORD Mulai BAB 1 Sampai Dengan DAFTAR PUSTAKA
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar