Pendidikan
tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah berupa jenjang yang
lebih tinggi daripada pendidikan menengah. Lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi dikenal dengan perguruan tinggi. Hal ini disinggung dalam
Abbas (2008:89)
Pasal 19 ayat
(1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi harus mampu membina
mahasiswa menjadi insan yang berguna bagi bangsa dan negara seperti yang
dikemukakan oleh Uchjana (1990:108) bahwa untuk menimba suatu bangsa agar
menjadi bangsa yang cerdas yaitu dengan menanamkan ilmu pengetahuan pada benak
manusia-manusianya. Perguruan tinggi menjadi salah satu kunci dalam rangka
mencerdaskan pemuda-pemudi bangsa.
Perguruan tinggi merupakan lembaga
pendidikan yang melahirkan sumberdaya manusia dalam mengisi pembangunan bangsa.
Seperti yang dikemukakan Abbas (2008:89) bahwa:
Pertama, sumberdaya berkualitas
sangat ditentukan oleh kualitas perguruan tinggi. Kedua, terdapat sejumlah asumsi bahwa lulusan perguruan tinggi cenderung
memiliki kualitas rendah, terutama dari lulusan perguruan tinggi di daerah. Hal
ini ditandai dengan banyaknya lulusan perguruan tinggi yang tidak mampu
bersaing untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya
pada perguruan tinggi. Ketiga, sumber
daya yang dimiliki perguruan tinggi belum dimanfaatkan secara optimal, padahal
ada perguruan tinggi tertentu yang memiliki sumber daya yang agak memadahi.
Bila sumber daya tersebut dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal, maka akan
meningkat pula kualitas perguruan tinggi tersebut.
Sesuai dengan yang dimaksudkan oleh
Abbas (2008:89), maka untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi secara
optimal, hal-hal yang harus diperhatikan adalah pengelolaan dan pengembangan
sumber daya yang ada. Salah satu sumber daya yang berada dalam ruang lingkup
perguruan tinggi yang harus dikelola dan dikembangkan secara berkesinambungan
yakni sumber daya manusia (Dosen), karena dosen merupakan salah satu sumber
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang akan berbagi dengan mahasiswa di
lingkup perguruan tinggi.
Komunikasi mencakup berbagai aspek
kehidupan sehari-hari. termasuk diantaranya komunikasi dalam bidang pendidikan.
Dalam Muhammad (2007:1) dikatakan bahwa dengan berkomunikasi, manusia dapat saling
berhubungan satu sama lain. Begitulah gambaran yang harus terjalin antara
mahasiswa dan dosen di dalam ruang kuliah.
Dosen merupakan Sumber Daya Manusia
(SDM) perguruan tinggi yang memiliki peran yang sangat sentral dan strategis
dalam seluruh aktivitas di perguruan tinggi. Kualitas dosen akan sangat
menentukan tinggi rendahnya kualitas suatu perguruan tinggi. Oleh karena itu,
sebagaimana diamanatkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional, dan Permen Nomor 42 Tahun 2007 tentang sertifikasi dosen, dosen harus
memiliki strata pendidikan minimal satu tingkat lebih tinggi dari para
mahasiswa yang diajarinya. Ini menunjukkan bahwa dosen seharusnya memiliki
kemampuan lebih tinggi daripada mahasiswa.
Kemampuan dan keahlian dosen itu
harus terus diasah dan dikembangkan oleh perguruan tinggi dari waktu ke waktu,
agar dosen sebagai pilar perguruan tinggi selalu memiliki keunggulan kompetitif
dan kualitas demi tercapainya tujuan perguruan tinggi. Peningkatan kualitas
dosen di perguruan tinggi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara,
diantaranya dengan memberikan program pendidikan dan pelatihan secara
berkesinambungan, memperbaiki metode dan strategi pengembangan dosen melalui
pemenuhan kompetensi sesuai bidangnya yang dilandasi pengetahuan, keterampilan
dan budaya kerja yang positif.
Dengan demikian dosen yang ada
diharapkan mampu berkarya dan selalu siap untuk menyesuaikan diri terhadap
perubahan serta mampu memberikan kontribusi terhadap tercapainya visi, misi dan
tujuan perguruan tinggi. Pada dasarnya, dosen dan guru hanya berbeda dalam hal
tempat mengajar. Dosen mengajar di perguruan tinggi sedangkan guru mengajar di
sekolah. Menurut Eugene T. Maliski dalam Abdurrahman (1994:58) berpendapat
bahwa guru dengan tugas utamanya mengajar atau mentransfer suatu nilai kepada
siswa. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Eugene T. Maliski di atas bahwa dosen
juga tugas utamanya yaitu mengajar.
Pengertian mengajar pada saat ini
tak lagi sama seperti yang dimaksudkan pada puluhan tahun yang lalu. Berikut
dikemukakan oleh Mustaqim (2008:91) bahwa:
Secara Global mengajar
bisa dibedakan menjadi:
a. Mengajar menurut
paham lama:
Pengajar senantiasa
menyampaikan dan memompakan informasi / fakta-fakta agar dikuasai siswa, siswa
sendiri hanya menerima / pasif.
b. Mengajar menurut
paham baru:
Pengajar sebagai
pengelola, pengatur, peracik lingkungan berupa tujuan, metode dan alat dengan
siswa, siswa harus aktif.
Dari perbandingan pengertian
mengajar di atas maka yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mengajar
menurut paham baru. Dosen juga sebagai fasilitator mahasiswa dalam belajar.
Namun, tak sedikit dosen hanya
memiliki kepintaran tunggal, yaitu hanya sekedar menguasai mata kuliah mereka
saja. Padahal harapannya, dosen harus mampu menguasai mata kuliah dalam
bidangnya dan juga harus mampu menyalurkan ilmu tersebut secara efektif kepada
mahasiswa. Untuk mencapai harapan tersebut, yang perlu diciptakan adalah
komunikasi efektif antara mahasiswa dan dosen. Mengajar berjam-jam di dalam
kelas tak akan berguna apabila tak ada persamaan pemahaman materi. Seharusnya
pemahaman dosen sebagai komunikator sama dengan pemahaman mahasiswa sebagai
komunikan. Jadi, dosen dalam mengajar harus memiliki kompetensi komunikasi.
Kompetensi komunikasi dosen dalam
mengajar tidak dapat diamati dari satu sisi yaitu dari latar belakang
pendidikannya saja tetapi juga tak terlepas dari penilaian langsung dari
mahasiswa. Mahasiswa sebagai teman pelaku komunikasi dosen menjadi penentu
apakah pesan-pesan yang disampaikan dosen dalam pembelajaran dapat diterima
atau tidak. Apakah kemampuan dosen dalam melaksanakan tugasnya menyampaikan
ilmunya kepada mahasiswa sudah tercapai atau tidak.
Penelitian ini diadakan di Unhas
dengan pertimbangan bahwa Universitas Hasanuddin merupakan Universitas terbesar
di kawasan Indonesia bagian timur. Universitas Hasanuddin sudah tentu menjadi
rujukan utama bagi seluruh kampus yang ada di kawasan Indonesia timur. Dalam
Universitas Hasanuddin (2011:8), Universitas hasanuddin harus mampu mencetak
mahasiswa yang memiliki integritas, inovatif, katalitik dan arif .
Unhas
merupakan satu-satunya Perguruan Tinggi Indonesia (PTI) yang ada di Kawasan
Timur Indonesia (KTI) yang menuju ke dalam world class university. Ini membuktikan
bahwa, kualitas yang dimiliki oleh Universitas Hasanuddin patut diperhitungkan
khususnya di Indonesia.
(http://pangerankarya.blogspot.com/2011/01/unhas-menuju-world-class-univercity.html)
Unhas
telah mengubah sistem pembelajaran dari Teacher
Centered Learning (TCL) menjadi Student
Centered Learning (SCL). Sistem pembelajaran Student Centered Learning (SCL) ini menuntut mahasiswa aktif
sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Namun, dalam pelaksanaannya, mahasiswa
tetap membutuhkan dosen dalam proses pembelajaran.
Dengan
demikian, Unhas seharusnya memiliki keunggulan dalam hal tenaga pengajar
(dosen) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidangnya khususnya dosen
yang memiliki kompetensi komunikasi.
Berdasarkan apa yang dipaparkan di
atas, penulis merasa perlu mengkaji lebih jauh ke dalam bentuk penelitian yang
berjudul :
“ TANGGAPAN MAHASISWA
UNHAS TERHADAP KOMPETENSI KOMUNIKASI DOSEN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI UNIVERSITAS HASANUDDIN ”
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar