Setiap masyarakat selama
hidup pasti mengalami perubahan – perubahan. perubahan-perubahan tersebut dapat
terjadi pada nilai – nilai sosial, norma – norma sosial, pola – pola interaksi,
interaksi sosial, lapisan - lapiasan dalam masyarakat dan lain sebagainya.
Perubahan pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan suatu gejala normal, yang
pengaruhnya dapat menjangkau dengan cepat ke bagian dunia lain atau sifatnya
yang menglobal. Hal ini, salah satunya disebabkan karena adanya perkembangan
teknologi yang serba modern dan pembangunan yang luar biasa hebatnya yang mampu
membawa manusia pada sebuah dinamisasi kehidupan.
Meningkatnya sejumlah sarana komunikasi serta banyaknya
budaya dari luar yang masuk khususnya ke Indonesia akan memberikan kolerasi
yang berkesinambungan dalam mendukung proses perubahan utamanya dalam segi dan
gaya hidup masyarakat.
Menurut Bagong Suyanto, bahwa ketika zaman berubah dengan
cepat, salah satu kelompok yang rentan atau mudah ikut terbawa arus tidak lain
adalah kalangan remaja, disebabkan karena mereka memiliki karakteristik
tersendiri yang unik yakni labil dan sedang pada taraf mencari identitas. Pada
masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, kalangan remaja khususnya
seolah – olah terjepit antara norma – norma yang baru.
Secara sosiologis, remaja umumnya
amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati
diri, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa sulit menentukan
tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di
sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil, remaja mudah terpengaruh dan
labil. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau memikirkan dampak
negatifnya. Di berbagai komunitas dan kota besar yang metropolitan, tidak heran
jika hura-hura, seks bebas, menghisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung
mudah menggoda para remaja (Bagong Suyanto, 2004).
Menurut Drs. Hasan Basri (1996) dalam bukunya “ Remaja
Berkualitas , Problematika dan Solusinya” menilai bahwa remaja sebagai kelompok
yang tengah meninggalkan masa kanak – kanak yang penuh dengan ketergantungan
pada orang tuanya dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.
Perilaku kalangan remaja sering kali dijadikan acuan
terhadap adanya perubahan – perubahan yang menyangkut norma – norma dan budaya
dalam masyarakat itu sendiri. Termasuk pula ketika orang bahkan media mulai
menyoroti masalah yang paling berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai
mahluk yang selalu berkembang
(generatif) yaitu masalah seksualitas. Hal itu disesuaikan dengan masa
pertumbuhan remaja itu sendiri yang dikenal dengan masa strom dan stress dimana
terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan psikis yang bervariasi.
Hubungan seks pranikah yang marak
terjadi di kalangan remaja saat sekarang ini dianggap sebagai perilaku
menyimpang, hal ini disebabkan karena hubungan seks tersebut merupakan tingkah
laku yang melanggar atau bertentagan dengan aturan normatif dan aturan – aturan
sosial ataupun nilai dan norma sosial yang berlaku.
Menurut Soerjono Soekanto perilaku
menyimpang disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial.
Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang
dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal,
atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut sebagai
penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat
itu meletus menjadi ”penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang
terganggu fungsinya. Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi merupakan
penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab
para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa atau
abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi
kepentingan pribadi. (Kumanto Sunarto, 2004).
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang
penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai
bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat remajalah proses menjadi
manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu
bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka mencari jati diri.
Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman
yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Rasa ingin tahu dari
para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat
lanjut dari suatu perbuatan. Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin
dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut,
kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam hal ini orang tua),
berkembangnya naluri seks akibat matangnya alat reproduksi sekunder, ditambah
kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah/lembaga formal serta
bertubi-tubinya berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai
dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil mengenai
masalah cinta dan seks begitu kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan
orang tua ataupun lingkungan keluarganya.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual
sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan
jenis. Seharusnya Pada masa remaja ini informasi tentang masalah seksual sudah
seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain
atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali.
Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat
remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan
dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi
yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut
akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki
pengetahuan dan informasi yang tepat. Mungkin sebagian besar dari remaja kita tidak
mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja
sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus
menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut
Willis
(1994) yang mengemukakan bahwa perilaku seks telah
beranjak dari posisi nilai moral menjadi budaya. Dengan kata lain, jika
sebelumnya seks sarat dengan kaidah moral, sekarang seks telah merambah ke
segala penjuru kehidupan sebagai gaya hidup yang nihil moralitas bahkan di
kalangan remaja sekalipun. Seks yang pada mulanya diidentikkan dengan jalinan
cinta dan pernikahan, sekarang lebih diasosiasikan dengan suka dan kencan
belaka. Salah satunya ruang kehidupan yang telah dimasuki oleh perilaku seks
adalah masa berpacaran. Pengertian pacaran dalam era globalisasi, informasi
saat ini sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu ( Kartono,
1992 ).
Perkembangan
perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan dari berbagai faktor
sosial, seperti masuknya kebudayaan asing yang merubah tata nilai antara lain
disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya
faktor kreativitas internal yang berbentuk perubahan intelektual merupakan
faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi.
Setiap
bentuk perubahan perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk
kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk
tujuan hidup yang beragam.
Perilaku
seksual dikatakan perilaku positif atau perilaku negatif apabila di lihat dari
aspek biologis, psikologis, sosial dan moral. Secara biologis, remaja melakukan
perilaku seksual karena kematangan organ – organ seksualnya. Secara psikologis,
penyaluran hasrat seksual akan memberikan dampak psikologis seperti kepuasan,
rasa nyaman dan sebagainya. Secara sosial, perilaku yang dilakukan remaja harus
bisa diterima dengan norma yang ada dalam masyarakat. Begitu pula dengan norma
moral dan agama, telah mengatur perilaku-perilaku seksual apa yang dapat di
lakukan oleh remaja ( Sarwono, 2002 ).
Belakangan,
hubungan seks bebas menjadi fenomena yang melanda kaum remaja. Banyak yang
ingin melakukannya lantaran ingin tahu. Wajar, secara alamiah manusia perlu
seks. Namun, seks yang seperti apa? Seks telah diatur secara hukum maupun
agama. Nah, seks bebas dalam artian hubungan badan di luar pernikahan dianggap
sebagai kesalahan.
Penelitian
tentang hal tersebut berdasarkan survey yang dilakukan oleh Departemen Sosial
dan Ekonomi Internasional pada tahun 1998 di beberapa Negara Barat seperti
Belgia, Kanada, Jerman, Hongaria, Norwegia, Inggris dan Amerika menunjukkan
bahwa 2/3 remaja wanita berusia 19 tahun telah melakukan hubungan seksual di
luar pra nikah. Senestein (1989) telah melaporkan hasil penelitiannya yaitu
bahwa sekitar 69% remaja wanita Afrika-Amerika telah melakukan hubungan seksual
tanpa nikah pada usia 15 tahun. Sedangkan Hoffer (1988) menemukan bahwa 25%
remaja wanita Afrika-Amerika telah berhubungan seksual tanpa nikah pada usia 15
tahun dan 74% pada usia 18 tahun, sedangkan pada remaja wanita berkulit putih
adalah 15% dan 56% (Yusuf, 2006), sedangkan survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 1994, jumlah penduduk usia 20-24 tahun mencapai 31,2%
dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut Kepala BKKBN seks bebas telah ditemukan
di setiap propinsi di Indonesia. Hasil penelitian PKBI juga menunjukkan bahwa
9,1% remaja wanita telah melakukan hubungan seks dan 85% melakukan hubungan
seks pertama mereka pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar. Remaja
wanita masa kini sudah melakukan hubungan seksual secara aktif. Tiap tahunnya
15 juta remaja wanita berusia 15-19 tahun melahirkan.
Sebenarnya
banyak yang menyalah-artikan mengenai seks bebas atau hubungan badan layaknya
suami istri. Keingintahuan mengenai hubungan seks yang tidak pernah diajarkan
atau informasikan kepada anak dari sekolah atau orangtua di lingkungan
keluarga. Penyebab yang paling sering terjadi adalah pacaran di usia dini
misalnya dari SMP sehingga ketika duduk di bangku SMA sudah hamil sebelum lulus
ujian. Bisa juga karena perjodohan yang telah diikrarkan oleh orangtua,
sehingga si anak bisa saja melakukan seks bebas sebelum nikah, kemudian ia
hamil dan harus menikah di usia dini. Hal-hal yang mendukung seks bebas,
biasanya sangat mudah didapatkan sumbernya untuk memicu perilaku tidak sopan
dan tidak beretika ini. Misalnya saja ada suatu media yang menampilkan
perempuan berbikini seperti majalah playboy atau DVD/CD porno yang sangat murah
beredar di pelosok daerah dan mudah didapatkan: pada malam harinya di layar
kaca atau layar lebar juga bisa menonton pemberitaan perkosaan, video porno
artis, adegan-adegan mesra ataupun seks yang vulgar dan situs-situs internet
yang banyak juga menampilkan video atau gambar-gambar yang tidak wajar yang
mudah sekali di akses melalui komputer ataupun handphone.
Menurut
Damardjati (dalam Ratna, 2005) perilaku seks bebas memang sebuah potret
kegelisahan zaman, anak remaja mencari eksistensi diri dengan segala kebebasan,
namun justru terjerumus pada aktivitas yang tak terpuji. Perilaku seks bebas
memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan di dorong
atau di motivasi oleh faktor – faktor internal yang tidak dapat di amati secara
langsung. Dengan demikian individu bergerak untuk melakukan perilaku seks bebas
atau halusnya seks pranikah.
Pada
kalangan remaja, perilaku seks bebas tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang
dan cinta dengan di dominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi
terhadap pasangannya, tanpa disertai oleh komitmen yang jelas, dimana remaja
tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma – norma
yang telah di anut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan
seks bebas.
Diberbagai
media baik itu media elektronik maupun media cetak telah banyak membahas
masalah perilaku seks bebas pada kalangan remaja. Akan tetapi masalah tersebut
belum pernah tuntas bahkan tetap ada. Dan remaja adalah suatu potensi yang
besar akan tetapi remaja juga bisa sebagai problema yang besar. Kedua
kemungkinan tersebut dapat dilihat dari bagaimana masyarakat atau pihak-pihak
yang terlibat baik itu keluarga maupun guru
memberikan pengarahan atau pengajaran terhadap perilaku seks bebas pada
kalangan remaja.
Dari
sinilah, maka penulis mencoba membahas dan melakukan penelitian mengenai
masalah tersebut dengan mengambil kasus dari Kampus Akademi Kebidanan Sandi
Karsa karena dari sekian sekolah tinggi ilmu kesehatan, Akademi Kebidanan Sandi
Karsa mempunyai mahasiswa terbanyak yaitu hampir mencapai 2000 mahasiswa yang
dimana semua mahasiswanya berjenis kelamin perempuan dan Akademi Kebidanan
Sandi Karsa hampir semua disiplin ilmunya mengkaji tentang alat-alat reproduksi
manusia serta kost atau pondokan yang berada disekitaran kampus adalah
mahasiswa dari Akademi Kebidanan Sandi Karsa tersebut.
Kemudian mahasiswa Akademi Kebidanan
Sandi Karsa juga ikut berperan dalam menghindarkan remaja dari perilaku
hubungan seks pranikah tersebut dengan cara berbagi cerita kepada kalangan
remaja mengenai disiplin ilmunya yang berkaitan dengan perilaku hubungan seks
pranikah bahwa apa yang mereka lakukan sangat berbahaya bagi mereka dan
disiplin ilmu yang didapat mahasiswa tersebut bisa diaplikasikan kepada
masyarakat terutama kepada kalangan remaja. Dari pengambilan kasus diatas maka
penulis tertarik meneliti melalui judul penelitian “TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP PERILAKU HUBUNGAN SEKS PRANIKAH PADA
KALANGAN REMAJA”
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar