Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan bagian
dari pembangunan nasional, dimana sektor ini memiliki nilai strategis dalam
memenuhi kebutuhan pangan hewani. Kebutuhan pangan tersebut yang terus
meningkat atas bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, dan peningkatan
rata-rata pendapatan taraf hidup masyarakat (Putu dkk., 1997).
Dewasa ini usaha peternakan di Indonesia hampir selalu
menghadapi kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah
satu kendala tersebut adalah masih banyak gangguan reproduksi menuju kepada
adanya kemajiran ternak betina. Hal ini
ditandai dengan rendahnya angka kelahiran pada ternak tersebut (Hardjoprajonto,
1995).
Angka kelahiran dan pertambahan populasi ternak adalah
masalah reproduksi atau perkembangbiakan ternak. Penurunan angka kelahiran dan
meningkatnya tingkat kematian menyebabkan penurunan populasi ternak (Toelihere,
1981).
Sapi Brahman Cross merupakan primadona dalam upaya
pencapaian swasembada daging 2013 melalui program aksi perbibitan. Penjaringan betina bunting Brahman Cross
ex. Impor dari Australia telah dilakukan
pada tahun 2006 dan 2007 dan telah didistribusikan di beberapa
provinsi/Kabupaten/Kota. Hal ini menyebabkan terjadinya penambahan populasi
secara signifikan baik dari sisi pengadaan induk maupun jumlah anak yang lahir.
Dalam konsep peningkatan populasi dan produktivitas ternak sapi secara
berkelanjutan, program ini harus didukung oleh kesiapan manajemen dan terlebih
penting bagi sumber daya manusia di daerah.
Sapi Brahman Cross di negara asalnya (Australia)
dipelihara dengan manajemen peternakan lepas (grazing) pada padang pengembalaan
yang sangat luas dengan kawanan berjumlah besar dengan sistem perkawinan silang
secara alami, dan dukungan pakan hijauan maupun penguat, yang secara
kuantitatif maupun kualitatif mencukupi. Setelah mengalami proses adaptasi
minimal selama tiga bulan di feed loter, sapi tersebut dibagikan pada
masyarakat dalam keadaan bunting dan masih dalam temperamen yang agak liar
Pada tahun 2010 pemerintah Indonesia melakukan
impor sapi betina Brahman Cross (BX)
dari Australia dengan tujuan untuk peningkatan populasi ternak potong dan
pemenuhan kebutuhan daging masyarakat. Memelihara sapi jenis Brahman mempunyai
beberapa keuntungan dibandingkan dengan sapi jenis silangan. Di antaranya
ketahanan tubuhnya yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sapi-sapi hasil
perkawinan silang. Karakteristiknya yang tahan terhadap ektoparasit, membuat
sapi Brahman sangat baik untuk indukan.
Berdasarkan hal tersebut di atas pemerintah telah menempatkan sapi impor
Brahman Cross (BX) yang di pelihara di PT. Berdikari United Livestock (Buli)
Kabupaten Sidrap dan kemudian disebar ke masyarakat.
Sapi impor tersebut memiliki tingkat
kebuntingan yang berbeda pada saat masuk ke Indonesia. Permasalahannya adalah
bagaimana tingkat adaptasi ternak impor tersebut dan bagaimana tingkat
kelahiran dan kematian anak yang dilahirkan setelah di Indonesia. Oleh karena
itu pengkajian tingkat kelahiran dan kematian anak dan kematian induk perlu
dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat kelahiran dan mortalitas anak Sapi Brahman Cross (BX)
berdasarkan umur kebuntingan yang berbeda pada saat di impor, yang dipelihara
di Bila River Ranch Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Kegunaan dari penelitian
ini adalah sebagai bahan informasi bagi peternak untuk meningkatkan kelahiran
anak sapi dan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan pemerintah
dalam mengimpor sapi bunting.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar