BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berdirinya IDB (Islamic Development Bank) pada sidang
menteri keuangan di Jeddah tahun 1975, menjadi titik awal gagasan pendirian
bank-bank syariah di berbagai negara. Pada akhir periode 1970-an dan awal
dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara
Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki (Antonio, 2001:21).
Pada tahun 1985, sistem
perbankan syariah dalam lingkup internasional mampu memobilisasi dana sebesar
US $ 5 milyar yang sampai tahun 1999 telah meningkat menjadi US $ 80 milyar.
Beberapa institusi keuangan konvensional, seperti Citibank, JP morgan, Deutsche
Bank, ABN Amro dan American Express telah mengenalkan produk tanpa bunga kepada
konsumennya. Demikian pula perusahaan-perusahaan multinasional seperti General
Motors, IBM, dan Daewoo Corporation yang telah memulai menggunakan jasa
keuangan tanpa bunga ini (Haron dan Ahmad, 2000 :1)
Berkembangnya bank syariah di
kancah internasional, memberi pengaruh bagi pengembangan bank syariah di Indonesia .
Mengingat Indonesia
berpenduduk 88 persen muslim (Sensus Penduduk, 2000), maka pantaslah bila awal
pendiriannya kental dengan peluang captive
market yang dimiliki Indonesia .
Awal tahun 1980-an, diskusi
mengenai ekonomi Islam mulai dilakukan. Bahkan uji coba dalam relatif terbatas
telah dilakukan. Diantaranya adalah BaitutTamwil Salman Bandung dan Koperasi
Ridho Gusti di Jakarta. Prakarsa lebih khusus bagi pendirian bank Islam baru
dimulai tahun 1990. MUNAS IV MUI ( Majelis Ulama Indonesia ) pada agustus 1990
membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia (Antonio,
2001: 24).
1 Mei 1992 berdirilah bank
syariah pertama di Indonesia ;
Bank Muamalat Indonesia ,
dengan total komitmen modal disetor Rp 106.126.382.000,- Namun, perangkat hukum
operasinya dalam UU No.7 tahun 1992
belum memuat sistem syariah yang memadai. Baru di era reformasi, UU
No.10 tahun 1998 memuat secara rinci landasan operasi bank syariah dan memberi
arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan
mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah (Antonio, 2001: 25).
Pengesahan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 membuka peluang yang kian luas bagi
pengembangan bank syariah. Bukan hanya menyebut bank syariah dan bank konvensional
secara berdampingan, tapi undang-undang ini juga memuat prinsip produk
perbankan syariah seperti murabahah[, salam[2], istisna[3], mudharabah[4], musyarakah[5] dan ijarah[6]. Undang-undang ini
memberikan efek perlakuan yang sama diantara bank syariah dan konvensional,
padahal saat itu baru ada satu bank syariah dan sekitar 70 BPR syariah[7].
Selain itu perkembangan bank syariah terlihat dari
jumlah dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan. Jumlah dana pihak
ketiga yang dikumpulkan bank syariah meningkat tajam dari Rp. 463,45 miliar di
tahun 1997 menjadi Rp. 4,33 triliun pada oktober 2003. Pembiayaan yang
disalurkan bank syariah juga mengalami peningkatan dari Rp. 490,20 miliar
di tahun 1997 menjadi Rp 4,68 triliun pada oktober 2003. Sejalan dengan
itu, profit yang dikumpulkan meningkat dari Rp. 25,14 miliar di tahun 2000
menjadi Rp 88,935 triliun pada November 2003. Akhir desember 2002 total aset
perbankan syariah berjumlah 4.045.235 juta, meningkat sebesar 48,789%
dibandingkan posisi Desember 2001. Namun, ditinjau dari perbankan nasional,
peran perbankan syariah amatlah kecil dibandingkan Bank konvensional. Total
aset perbankan syariah hingga maret 2003 hanya menyumbangkan 0,42 % dari total aset perbankan nasional.
Dalam upaya pengembangan
sistem perbankan syariah yang sehat dan mampu menjawab tantangan masa
mendatang, Bank Indonesia
menyusun “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” ( Biro
Perbankan Syariah BI, 2002). Sasaran pengembangan perbankan syariah sampai
tahun 2011 tersebut memuat :
-
Terpenuhi
prinsip syariah dalam operasional ;
-
Diterapkannya
prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah;
-
Terciptanya
sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien, serta
-
Terciptanya
stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan masyarakat luas.
Dalam upaya mewujudkan
sasaran tersebut, Bank Indonesia mencanangkan langkah-langkah strategis yang
pelaksanaanya dibagi dalam empat focus
area, yakni : mendorong kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah secara
konsisten, menyempurnakan regulasi dan sistem pengawasan yang sesuai dengan
karakteristik perbankan syariah, mendukung terciptanya efisiensi operasional
dan daya saing bank syariah, serta meningkatkan kestabilan sistem, peran, dan
kemanfaatan perbankan syariah bagi perekonomian secara umum.
Seperti dalam perbankan
konvensional, perbankan syariah juga bergantung pada depositor yang menyimpan
uangnya di bank. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai
perbankan syariah, tingkat bagi hasil menjadi salah satu insentif depositor untuk menyimpan uangnya di
bank syariah. Bahkan, penelitian Erol dan El-Bdour (1989) di Sudan dan Turki
membuktikan bahwa agama bukanlah alasan utama depositor menyimpan uangnya di
bank syariah. Penelitian Haron et.al.(1994); dan Gerrad dan Cunningham(1997),
membuktikan bahwa alasan agama dan profit menjadi pertimbangan utama penabung
bank syariah di Malaysia
dan Singapura.
Di Indonesia ,penelitian
Potensi dan Preferensi Perilaku Masyarakat di Pulau Jawa terhadap Bank Syariah
dilakukan oleh Bank Indonesia (2000) bekerja sama dengan beberapa universitas
negeri[1].
Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa dari 4.025 responden[2],
94 persen berpandangan bahwa sistem bagi hasil adalah sistem yang dinilai
universal dan dapat diterima, serta menguntungkan.
Dari penjelasan diatas, menjadi penting kini
untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memotivasi depositor untuk menyimpan
dananya di bank syariah, dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi besarnya penghimpunan dana pihak ketiga bank syariah di Indonesia
khususnya simpanan mudharabah.
Dilatarbelakangi oleh kondisi
tersebut, penulis mencoba menganalisis berbagai variabel yang menentukan
besarnya simpanan tabungan dan deposito mudharabah
perbankan syariah di Indonesia ,
untuk itu penulis mengambil judul :
“ ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
SIMPANAN MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH
DI Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar