BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bangsa Indonesia kini sedang dihadapankan pada
persoalan- persoalan kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional.
Reformasi yang pernah digulirkan oleh bangsa Indonesia belum juga menuai hasil
yang memuaskan. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa persoalan- persoalan
yang dihadapi bangsa Indonesia disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia
bangsa Indonesia yang masih rendah. Dan untuk mengatasi semua itu adalah
melalui pendidikan, karena pendidikan adalah investasi sumber daya manusia
jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban
manusia di dunia.[1]
Dan hal ini juga ditegaskan Allah dalam firmannya :
Artinya : Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang - orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.[2]
Sesungguhnya jika manusia dapat mengambil hikmah dari ayat ini segala persoalan
dan problema apapun yang dihadapinya akan dengan mudah dapat diselesaikan. Hal
ini sejalan dengan pendapat Oemar Hamalik
bahwa : Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa
agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan
demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk
berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat.[3] Dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan dibidang pendidikan
merupakan sarana dan wahana yang sangat tepat di dalam pembinaan sumber daya
manusia. Oleh sebab itu bidang pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan
secara intensif, baik oleh pemerintah maupun pengelola lembaga pendidikan.
Tujuan pendidikan mangarahkan dan membimbing kegiatan
guru dan murid dalam proses pengajaran. Dengan adanya tujuan yang jelas maka
semua usaha dan pemikiran guru tertuju ke arah pencapaian tujuan itu. Guru
hendaknya lebih bijaksana dalam menentukan
model atau pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran demi tercapainya
tujuan pendidikan yang telah dicanangkan. Karena masih ada siswa yang kurang
semangat, terdorong dan berminat
mengikuti kegiatan proses belajar mengajar didalam kelas. Peserta didik
yang malas disebabkan karena tidak adanya intensif yang menarik bagi dirinya
dan dia tidak merasakan perasaan yang menyenangkan dari pembelajaran yang diterima.[4] Tentunya dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat secara
tidak langsung juga mampu mendorong siswa untuk lebih giat belajar dan
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh abraham maslow, semakin tinggi need
achievement yang dimiliki seseorang , semakin serius dia menggeluti sesuatu
itu.[5]
”Apabila seorang peserta
didik mempunyai motivasi belajar matematika, ia akan mempelajarinya dengan
sungguh - sungguh sehingga ia mempunyai pengertian yang lebih dalam. Ia dengan
mudah dapat mencapai tujuan belajar matematika. Ini berarti peserta didik itu
berhasil dalam belajar matematika. Keberhasilan ini akan meningkatkan motivasi
belajar matematika, sebaliknya suatu kegagalan dapat menghasilkan harga diri
turun, yang berarti motivasi turun”.[7]
Fungsi mata pelajaran
matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu.[8] Namun pada umumnya proses pelaksanaan belajar mengajar matematika di
sekolah hanya mentransfer apa yang dipunyai guru kepada siswa dalam wujud
pelimpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan, bahkan sering terjadi
dalam menanamkan konsep hanya menekankan bahwa konsep- konsep itu merupakan
aturan yang harus dihafal, tidak perlu tahu dari mana asal usul rumus tersebut.
Dimana orientasi pembelajaran hanya pada
pokoknya siswa bisa mengerjakan soal yang diberikan oleh guru, meskipun
apa yang diajarkannya sebenarnya tidak bermakna.[9] Sedangkan tujuan dari pembelajaran
matematika itu adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang
tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan memiliki
sifat obyektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam
bidang matematika, bidang lain maupun dalam kehidupan sehari- hari.[10] Seharusnya pembelajaran matematika di sekolah diciptakan dalam lingkungan
belajar yang menyenangkan (tidak dalam suasana yang tegang). Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dikutip oleh Suradi Tahmir bahwa suasana yang
menyenangkan dapat meningkatkan hasil belajar yang signifikan.[11] Sedangkan di sisi lain, muncul teori
belajar baru yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan bentukan (kontruksi)
orang yang sedang belajar.[12] Menurut pendapat para ahli konstruktivis,
bahwa belajar matematika bukanlah suatu proses ‘ pengepakan’ pengetahuan secara
hati- hati melainkan tentang mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini
diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berfikir konseptual.[13] Dalam hal ini peran guru atau pendidik dalam aliran konstruktivisme adalah
sebagai fasilitator atau moderator, yang tugasnya adalah merangsang, membantu
siswa untuk mau belajar sendiri, dan merumuskan pengertiannya. Sedangkan tugas
siswa adalah aktif belajar dan mencerna.[14] Dan dalam mengkonstruksi pengetahuan itu
si pelajar harus aktif baik mental maupun fisik.[15] Sekarang salah satu teori belajar yang
paling banyak diperbincangkan adalah pembelajaran menggunakan pendekatan
realistik atau lebih dikenal realistic mathematic education. RME
merupakan gagasan ide Freudental yang menyatakan bahwa matematika itu adalah
aktivitas manusia (mathematics as a human activity).[16] Dalam berbagai penelitian menunjukkkan
bahwa pembelajaran menggunakan matematika realistik, dapat membuat :
1. Matematika lebih menarik, relevan dan
bermakna, tidak formal dan tidak terlalu abstrak.
2.
Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
3.
Menekankan belajar matematika pada‘ learning by doing’.
4.
Memfasilitasi penyelesaian
masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma)
yang baku.
Salah satu alternatif yang dapat dilaksanakan adalah model
pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik. Di dalam matematika
materi bangun datar adalah salah satu bagian dari materi yang diajarkan pada
siswa pada jenjang VII. Banyak sekali hal yang bisa dikaitkan dengan materi
ini. Lingkungan tempat belajar siswa seperti jendela, bangku tempat belajar
siswa, pintu dan yang lainnya dapat dikaitkan dengan mater bangun datar yang
akan siswa pelajari. Masih banyak siswa yang belum mampu memahami materi ini.
Hal ini disebabkan karena siswa belum mampu menghubungkan antara pengetahuan
konsep dengan masalah kontekstual disekitar mereka yang bisa digunakan untuk
memudahkan mereka memecahkan masalah mengenai materi ini. Maka perlu adanya
perubahan strategi pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan
suasana belajar yang menyenangkan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan
mencoba untuk mengembangkan pembelajaran matematika melalui pendekatan
matematika realistik yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa kelas VII SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung
tentang materi bangun datar segiempat .
[3] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar.(
Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 79
[4] Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
(PT Bumi Aksara: Jakarta,2008) cet ke-4, hal. 215
[5] Ibid., hal.216
[10] Rachmadi Widdiharto, Model- Model
Pembelajaran Matematika SMP. (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2004), hal. 1
[11] Suradi Tahmir, Model Pembelajaran
Resik Sebagai Strategi Mengubah Paradigma Pembelajaran Matematika Di Smp Yang
Teachers Oriented Menjadi Student Oriented (http://zainurie.wordpress.com/, diakses 24 desember 2008
[17] Erman Suherman, dkk, Strategi
Pembelajaran…, hal. 143
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar