Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN (PMT-54)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam sistem pendidikan Nasional di jelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara.[1]
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.
Pendidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks. Peristiwa tersebut merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia sehingga manusia itu bertumbuh sebagai pribadi yang utuh. [2]
 
Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.
Prestasi belajar menurut Yaspir Gandhi Wirawan dalam Murjono (1996 :178) adalah: “ Hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.”
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki  Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi.[3]
Kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.[4]
Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa .
Berdasarkan hasil survey di Amerika Serikat pada tahun 1918 tentang IQ, ternyata di temukan sebuah paradoks yang membahayakan. Sementara skor IQ anak-anak makin tinggi, kecerdasan emosi mereka justru menurun. Yang paling mengkhawatirkan adalah data hasil survey besar-besaran terhadap orang tua dan guru bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi ketimbang generasi terdahulunya. Secara pukul rata anak-anak tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan sulit di atur, lebih gugup, dan cunderung cemas, cenderung impulsif dan agresif.[5] 
Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang.
Pada umumnya orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
Pendidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks. Peristiwa tersebut merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia sehingga manusia itu bertumbuh sebagai pribadi yang utuh. [6]
Kegiatan pengajaran tersebut diselenggarakan pada semua satuan dan jenjang pendidikan, sebagaimana yang tersebut dalam Undang-undang No.2 tentang pendidikan nasional yang berlaku saat ini, ada penjenjangan pendidikan jalur sekolah yaitu “Pendidikan Dasar” yang meliputi Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (=SMP), “Pendidikan Menengah” yang meliputi Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan, serta “Pendidikan Tinggi” yang merupakan jenjang pendidikan jalur sekolah terakhir.[7]
Kenyataan menunjukkan bahwa pelajaran matematika diberikan di semua sekolah, baik dijenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Matematika yang diberikan di jenjang persekolahan itu sekarang biasa disebut sebagai matematika sekolah. Sudah barang tentu diharapkan agar pelajaran metematika yang diberikan di semua jenjang persekolahan itu akan mempunyai kontribusi yang berarti bagi bangsa masa depan, khususnya dalam “mencerdaskan bangsa” sebagaimana tertera dalam mukadimah Undang-undang Dasar RI.[8]
Menurut Morris Kline (1961) bahwa jatuh bangunnya suatu negara dewasa ini tergantung dari kemajuan di bidang matematika dan Slamet Imam Santoso mengemukakan bahwa fungsi matematika dapat merupakan ketahanan Indonesia.[9] Demikianlah betapa pentingnya matematika dalam kehidupan manusia, sehingga hal inilah yang menjadi salah satu dasar mengapa matematika menjadi bidang studi yang diajarkan di sekolah, mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Matematika diajarkan di sekolah karena memang berguna; berguna untuk kepentingan matematika itu sendiri dan memecahkan persoalan dalam masyarakat. Dengan diajarkannya matematika kepada siswa di semua tingkat, matematika bisa diawetkan dan dikembangkan. Maksudnya, matematika akan terus berkembang sehingga tidak punah.[10]
Pada dasarnya pembelajaran matematika tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Akan tetapi memiliki peran yang sangat penting dalam membangun pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu-ilmu lain dan mempunyai kontribusi positif dalam pembentukan kepribadian siswa.
Sejalan dengan uraian di atas menurut pendapat Soedjadi bahwa :
“Matematika diajarkan kepada anak bukan untuk mengetahui matematika, namun matematika diberikan kepada siswa untuk membantu siswa agar tertata nalarnya, terbentuk kepribadiannya serta trampil menggunakan matematika dan penalarannya dalam kehidupan kelak.”[11]
Dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika yang dewasa ini dipakai, dikemukakan bahwa tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan umum adalah :
1        Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang semakin berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
2        Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola fikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. [12]
Kepribadian yang menjadi bahasan di sini adalah kepribadian emosi. Pembentukan kepribadian dimulai dari pembentukan sistem nilai pada diri anak. Dengan demikian, pembentukan kepribadian  perlu dimulai dari penanaman sistem nilai sebagai realitas yang abstrak yang dirasakan dalam diri sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup. Dalam realitasnya, nilai terlihat dalam pola tingkah laku, pola pikir, dan sikap-sikap seorang pribadi atau kelompok (Yvon Ambroise, 1993:20). Hal ini menunjukkan, bahwa sistem nilai merupakan unsur kepribadian yang tercermin dalam sikap dan perilaku yang diyakini sebagai sesuatu yang besar dan perlu dipertahankan. Sistem nilai merupakan identitas seseorang.[13] Jadi identitas seseorang dapat dilihat dari sikap, tingkah laku dan pola pikir orang tersebut, yang dalam agama islam disebut dengan “akhlak”.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa pembelajaran matematika tidak hanya memiliki tujuan material saja yaitu siswa mampu menerapkan dan terampil dalam matematika dan menjadikan prestasi mereka bagus. Tetapi pembelajaran matematika juga memiliki tujuan membentuk kepribadian siswa. Kepribadian yang penulis maksud disini adalah kepribadian sikap (emosi). Dari kemampuan menerapkan dan trampil dalam matematika itulah akan diketahui prestasi belajar matematika yang diperoleh siswa.


Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan