BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar
Belakang
Sejarah indusri
gula di Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Dalam perkembangan tersebut,
berbagai aspek dibidang produksi, pengolahan dan pemasaran mengalami perubahan.
Pada masa penjajahan, industri gula merupakan penghasil devisa penting dengan
produksi ± 3 juta ton dari sekitar 179 pabrik pada tahun 1920an. Akan tetapi,
jumlah produksi terus turun akibat depresi ekonomi yang melanda dunia pada
tahun 1930an dan jumlah pabrik gula turun menjadi 51 pada tahun 1996.
Pada masa
penjajahan, produksi gula dilakukan dengan sistem glebagan dengan menyewa bentuk lahan petani dalam
waktu jangka panjang. Tanah untuk tanaman tebu dipilih yang kualitasnya baik di
lahan irigasi, ini dilakukan untuk menjamin suplai tebu ke pabrik dalam jumlah
yamg cukup. Setelah industri gula diambil alih oleh pemerintah pada tahun 1957,
sewa tanah dengan sistem glebagan ini masih dilanjutkan. Namun, untuk
mendapatkan lahan dari petani relatif semakin sulit. Hal ini disebabkan hasil
dari penyewaan lahan lebih rendah dibanding apabila lahan tersebut ditanami
tanaman lain seperti padi.
Di bidang budidaya
tebu, peluang untuk menekan biaya produksi melalui perbaikan teknologi dan
manajemen dan sekaligus untuk meningkatkan daya saing tebu di lahan sawah dalam
menghadapi padi dan tanaman lain juga sangat terbuka seperti dengan menggunakan
benih unggul dengan produktivitas tinggi. Keberhasilan memanfaatkan benih tebu
unggul sangat penting dalam menjaga efesiensi pengusahaan tebu jangka panjang,
karena ini tidak menimbulkan distorsi sebagaimana apabila kenaikan produksi
hanya dirangsang oleh instrumen harga/gula yamg tinggi ataupun subsidi input.
Tebu rakyat dengan
hasilnya gula pasir merupakan tanaman perdagangan. Sebagai tanaman perdagangan,
maka diperlukan pemindahan dari petani produsen ke konsumen. Dalam usaha
memasarkan tebunya, petani tebu dapat memilih salah satu dari 2 cara yaitu
menjual bebas setelah tebunya ditebang atau dapat mengadakan kontrak dengan
pabrik gula dengan ketentuan kontrak yang disepakati antara pabrik gula dan
petani tebu. Selain itu juga, upaya peningkatan produksi tebu perlu mendapat
penanganan yang serius dalam memenuhi permintaan tebu dalam negeri sebagai
bahan baku produksi gula pasir. Akan tetapi, mengingat keterbatasan modal dan
teknologi serta adanya resiko dalam pengembangan usahatani tebu, maka sangat
diperlukan adanya kemitraan antara petani tebu dan pabrik gula asembagus untuk
meningkatkan pendapatan petani tebu di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus.
Dengan pola
kemitraan ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak
baik petani tebu maupun pabrik gula asembagus karena petani tebu dapat
memperoleh alih teknologi yang tepat dalam upaya peningkatan produksi tebu yang
baik. Selain itu juga, petani juga memperoleh jaminan pasar bagi produksinya
sesuai dengan mutu dan harga yang telah disepakati. Harga yang terbentuk ini
diharapkan memberikan keuntungan bagi petani tebu sehingga dengan harga yang
telah disepakati tersebut akan dapat menjamin kelangsungan usaha taninya serta
dapat meningkatkan pendapatan petani tebu. Hubungan kemitraan ini sangat
dibutuhkan oleh petani tebu karena selain dapat memperkecil biaya yang
dikeluarkan juga dapat memberikan pengetahuan yang luas tentang suatu ikatan
kerjasama. Pabrik Gula Asembagus sebagai mitra bagi petani tebu di Desa
Trigonco Kecamatan Asembagus juga sangat memerlukan kerjasama dengan petani
tebu karena pada setiap tahunnya pabrik gula asembagus membutuhkan suplai tebu
segar dari petani tebu.
Pabrik Gula
Asembagus adalah salah satu pabrik gula yang beroperasi di Desa Trigonco
Kecamatan Asembagus yang setiap tahunnya membutuhkan suplai tebu dari petani
sebagai bahan baku. Dalam hubungan pola kemitraan ini, posisi Pabrik Gula
Asembagus adalah sebagai buruh giling dan menjual jasa penggilingan pada para
petani tebu. Sedangkan petani tebu adalah penghasil tebu dan pembeli jasa
penggilingan dari Pabrik Gula Asembagus, sehingga antara petani tebu dan Pabrik
Gula Asembagus tercipta pola hubungan dalam penggilingan tebu menjadi gula.
Selain itu juga, Pabrik Gula Asembagus menerapkan pola kemitraan yang akan
digunakan dalam melakukan hubungan kerjasama dengan petani tebu sehingga dengan
adanya model kemitraan dapat memberikan keuntungan bagi petani tebu maupun
Pabrik Gula Asembagus.
Dari uraian di
atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pola kemitraan
bagi petani sehingga penulis memilih judul tentang “POLA KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU DENGAN PABRIK GULA ASEMBAGUS“
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar