Studi Pengaruh Lama Pemanasan Dan Konsentrasi KOH Selama Pemanasan Ohmic Terhadap Laju Pengeringan Dan Rendemen SRC (Semi Refined Carrageenan) (PRT-151)

Indonesia merupakan Negara kepulauan. Kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut, yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber hayati, dan lingkungannya potensial. Salah satu kekayaan laut yang dimiliki adalah rumput laut yang tumbuh di sepanjang pesisir pantai di Indonesia. Produksi rumput laut Indonesia sebagaian besar di ekspor dalam bentuk kering dan sebagian lagi dikonsumsi untuk keperluan perusahaan agar-agar atau dikonsumsi langsung oleh masyarakat sebagai sayuran.

Eucheuma cottonii merupakan rumput laut jenis ganggang merah (Rhodophyceae) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kappa karaginan. Kappa karaginan merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari tanaman rumput laut karaginofit yang memiliki karakteristik gel yang kuat (rigid). E. cottonii mengandung karaginan sekitar 61,5 % (Indriani, 1997). Karaginan setengah murni atau semi refined carrageenan (SRC) merupakan salah satu bentuk karaginan yang banyak diproduksi oleh industri hilir rumput laut.

Perlakuan alkali panas dilakukan dengan menggunakan metode ohmic sebagai subtitusi metode pemanasan konvensional. Metode ohmic pada dasarnya adalah suatu proses dimana bahan pangan (cair, padatan, atau campuran antara keduanya) dipanasi secara simultan dengan mengalirkan arus listrik melaluinya (Salengke, 2000). Penelitian (Sastry dan Barach, 2002) menunjukkan bahwa pemanasan ohmic dapat mempercepat proses pengeringan dengan peningkatan laju pengeringan (drying rate) bila dibandingkan dengan pemanasan konvensional ataupun dengan microwave. Hal ini  akan berdampak pada penurunan konsumsi energi dan mempersingkat waktu pemanasan. Oleh karena itu, pemanasan ohmic dapat menjadi teknologi alternatif dalam pengolahan rumput laut.






Proses produksi SRC dimulai dengan permanasan dalam larutan alkali yang diikuti dengan proses netralisasi, pemotongan, pengeringan, dan pengemasan. Alkalisasi dilakukan dengan metode alkali panas yang akan menghasilkan bubuk karaginan setengah murni maupun dalam bentuk chip. Perlakuan alkali bertujuan untuk memodifikasi kappa karaginan yang terkandung pada rumput laut. Penelitian Andriani (2006) menunjukkan bahwa penggunaan larutan KOH dengan konsentrasi 10% memberikan rendemen yang tinggi dibandingkan dengan penggunaan larutan NaOH dengan konsentrasi yang sama.

Pengeringan merupakan tahapan yang cukup penting karena terkait dengan kadar air bahan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penampakan, tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan pangan, dan aktivitas mikroorganisme. Proses pengeringan pada produksi SRC dapat dilakukan dengan penjemuran maupun dengan mesin/alat pengering. Namun, SRC yang ditujukan untuk  food grade, proses pengeringannya diupayakan menggunakan mesin atau alat pengering. Standar mutu karaginan FAO dari parameter kadar air adalah maksimal 12 %.

Muhammadi dan S. Rafiee (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa suhu pengeringan, lama pengeringan, dan kecepatan udara pengering merupakan faktor yang berpengaruh selama proses pengeringan. Selain itu, perlakuan yang diberikan pada sampel sebelum proses pengeringan juga dapat mempengaruhi laju pengeringan. Pada proses alkalisasi rumput laut, kuat medan listrik, lama pemanasan, dan suhu pemanasan dapat mempengaruhi sifat fisik rumput laut yang diolah sehingga kemungkinan akan mempengaruhi kecepatan dan karakteristik pengeringannya. Oleh karena itu, perlu dilakukanlah penelitian yang memfokuskan pada karakteristik pengeringan  Semi refined carrageenan (SRC) yang diproduksi secara ohmic.



Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan