Di awal
proses perkembangan disiplin ilmu hubungan internasional telah diasumsikan
bahwa disiplin ini merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan cakupan semua
relasi antar negara, seperti yang dilansir oleh Schawarzenberger yang
menyatakan bahwa disiplin ilmu hubungan
internasional adalah bagian dari ilmu
sosiologi yang khusus mempelajari masyarakat internasional (sociology of international relation)[1]. Dalam artian bahwa ilmu
hubungan internasional tidak hanya mencakup unsur yang berkaitan dengan politik
saja tetapi lebih luas lagi seperti bidang ekonomi, sosial budaya, pertahanan
keamanan atau bahkan pada sektor pariwisata misalnya kegiatan pertukaran budaya
(cultural exchange). Dewasa ini
disiplin ilmu hubungan internasional adalah pengetahuan yang sedang tumbuh,
yakni tengah dalam proses perkembangan sehingga belum mencapai titik akhirdalam
penggarapan disiplin ilmu itu sendiri. Meski demikian dalam realita sekarang
ini hubungan internasional kini telah
menjadi suatu elemen kebutuhan pokok bagi suatu negara bahkan sebagai faktor
penentu eksistensi dari sebuah negara.
Keberadaan
suatu negara dalam panggung internasional kekinian mendesak akan
adanya suatu ikatan hubungan kerjasama yang saling mendukung demi tercapainya
kebutuhan antar masing - masing negara yang terlibat.Bahwa pengetahuan yang
mendasar dalam hubungan internasional suatu negara adalah tidak dapat memenuhi
segala bentuk kebutuhan warganya jika tidak adanya interaksi kerjasama diluar
internal batas suatu negara. Kodrat dan keberadaan dari masing – masing negara
berbeda satu sama lain, ditinjau dari kepemilikan sumber daya alam, teknologi,
sumber daya tenaga kerja, angkatan militer dan semacamnya. Kini ilmu hubungan
internasional hadir dari landasan kebutuhan tersebut yang kini semakin semakin
berkembang dan jauh lebih kompleks dari sebelumnya. Bagaimana kemudian adanya
suatu aturan, etika atau norma yang kemudian dapat mensinkronkan antara aktor
dalam berhubungan internasional.
Alat yang
kemudian dipakai dalam berhubungan internasional dikenal dengan penyebutan diplomasi,
yakni bentuk aktivitas yang memediasi antara aktor – aktor hubungan
internasional.Kegiatan berdiplomasi telah diterapkan jauh sebelum masa
peradaban Perang Dunia I, namun seiring perkembangan dan kebutuhan akan
interaksi kerjasama antar negara kian menuntut adanya modifikasi pengembangan
terhadap bagaimana gaya berdiplomasi itu
sendiri. Dari yang sebelumnya interaksi hubungan kenegaraan yang hanya
dilakukan oleh mereka sang petinggi negara (raja, kaisar, menteri atau
presiden) tetapi kini kompleksitas akan gaya berdiplomasi jauh lebih
luas baik dari lingkup bidang kajiannya maupun aktor – aktor yang dapat
terlibat dalam paham diplomasi.
Diplomasi
adalah sebuah sistem yaitu
dimana suatu seni yang diangkat dari bahasa Yunani untuk mengatur hubungan
internasional melalui proses negosiasi
yang kemudian diselaraskan oleh aktor – aktor negara, juga diasumsikan sebagai
aktivitas yang menjaga, mengedepankan serta memajukan asas kepentingan nasional dalam hubungan
antar negara lain dengan jalan damai.[2]
Beranjak dari tujuan klasik diplomasi yang menekankan pengamanan teritorial
kepentingan dan keuntungan maksimum negaraitu sendiri kini
integritas diplomasi lebih merujuk pada bagaimana adanya pengamanan atas
kebebasan berpolitik dengan memperkuat hubungan kerjasama dengan negara sahabat,
memelihara hubungan erat dengan negara yang sehaluan dan dibina melalui proses
negosiasi yang bermanfaat.
Modifikasi
akan penerapan diplomasi itupun kemudian lahir dari berbagai macam aliran, baik
dari penerapan studi fokus kajian maupun elemen penggerak yang akan terlibat
didalamnya (aktor). Multi-track diplomacy pun kini menjadi jalan baru untuk memudahkan
komunikasi, interaksi serta pendukung kerjasama antar negara, seperti yang
disebutkan oleh A. Louis Diamond[3]
yang menyatakan multi-track diplomacy sebagai hubungan diplomasi antar bangsa yang dapat
dikategorikan dengan diplomasi masyarakat atau diplomasipublik yakni sistem
dari beberapa komponen proses dari suatu tindak diplomasi. Penekanannya adalah
hubungan diplomasi terhadap multi parner, multi target, multi pelaku dan multi
jalur sebagai upaya pengembangan sarana diplomasi yang jauh lebih modern.
Karakteristik
dari diplomasi modern salah satunya dikenal dalam bentuk metode yang
memanfaatkan nilai – nilai kebudayaan yang kemudian diistilahkan dengan diplomasi
budaya.
Meski diklasifikasikan sebagai salah satu komponen soft diplomacy delegasi dari aspek kebudayaan dalam era global saat
ini sering dimanfaatkan untuk membina hubungan baik dengan negara lain karena
pertukaran budaya lebih memungkinkan
rakyat masing – masing di setiap negara untuk mengetahui pandangan satu sama lain dengan cara yang jauh lebih
baik. Tujuannya adalah untuk memamerkan
keagungan kebudayaan suatu negara dan apabila mungkin dapat mempengaruhi
pendapat umum negara tertentu. Target yang dapat diperoleh dari media diplomasi
budaya ini dapat mengesankan negara lain dengan warisan kebudayaan dan
mengekspornya ke bagian dunia lain sehingga memudahkan pembangunan basis yang
kuat untuk memperoleh dukungan atas masalah lainnya.
Dianggap bahwa sebuah ekpedisi kebudayaan ke negara lain
jauh lebih bermanfaat dan menguntungkan dibandingkan sasaran dengan unsur
militer, imprealisme kebudayaan juga dianggap sebagai usaha untuk menaklukan
dan menguasai jiwa manusia serta sebagai sebuah instrumen untuk mengubah
hubungan power antara kedua negara
menjadi jauh lebih bersahabat. Hal ini yang
kemudian melandasi mengapa media diplomasi kebudayaan kerap digunakan untuk
meningkatkan hubungan antar negara menjadi jauh lebih diplomatis. Diplomasi
kebudayaan yang diperkenalkan oleh S.L Roy
sebenarnyalebih merujuk kepada pengiriman misi budaya kesenian ke suatu negara
dengan pengharapan adanya pencitraan atau kesan baik dari negara yang dituju.[4]
Republik
Turki (Turkiye) adalah sebuah negara besar yang terletak di kawasan Eurasia atau negara yang teritorinya
terletak diantara daratan benua Eropa dan Asia, luas wilayahnya yang terbentang
dari Anatolia di kawasan Asia Barat hingga ke Balkan di Eropa Tenggara sehingga
Turki dikenal sebagai negara transkontinental.[5]
Ibu kota Turki adalah Ankara namun kota terbesar negara ini berada
di Istanbul (bagian Eropa),
disebabkan karena lokasinya yang berada dipersilangan dua benua sehingga
adaptasi dari budaya negara ini yang kemudian mengalami asimilasi antara kultur
timur (Asia) dan barat (Eropa).
Pencampuran budaya Turki sering disebutkan sebagai jembatan antara dua buah
peradaban menempatkan Turki memperoleh kepentingan strategis dari sudut
kepemilikan teritori.
Sejarahnya
bahwa Kota Istambul merupakan pusat perkembangan kebudayaan yang ada di Turki
sejak dahulu kala sehingga melahirkan perpaduan bermacam – macam budaya yang
dibawa oleh Bangsa Turki Usmani yang banyak mengambil ajaran etika, tata krama
dan politik pada bangsa – bangsa lain.[6]
Sejak dahulu Bangsa Turki memang senang berasimilasi dan berhubungan dengan
bangsa lain misalnya dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan mereka lebih
berpedoman kepada kebudayaan Bynzantium,
sedangkan dalam ilmu keagamaan, prinsip ekonomi, sains, prinsip kemasyarakatan,
dan hukum diadopsi dari Bangsa Arab. Adanya pencampuran serta penyerapan budaya
yang berbeda di negara Turki melahirkan nuansa peradaban baru dalam hal
kebudayaan dengan ciri khas dan keunikan tersendiri dalam elemen kebudayaan
yang ada di Turki.
Sejak
pendeklarasian kemerdekaan Republik Turki pada
bulan Oktober 1923, kini negara tersebut berkembang sebagai
salah satu aktor yang berperan penting dalam kancah internasional.Dibawah
pemerintahan presiden Abdullah Gul pelibatan Turki dalam panggung internasional
cukup diperhitungkan hingga negara ini dapat memperlihatkan kredibilitasnya
sebagai salah satu negara yang juga dapat berpengaruh diantara negara – negara
maju lainnya.Hal ini yang kemudian mengutamakan Turki dengan basis yang
terletak di dua benua memungkinkan adanya peran serta negara tersebut khususnya
di benua Asia maupun Eropa,misalnya saja perihal perdagangan, ekonomi
khususnyawisata budaya hingga peran serta pemecahan konflik – konflik tertentu.
Indonesia sendiri sebagai negara
yang berdaulat dan demokratis diketahui memang telah lama menjalin hubungan
bilateral dengan Republik Turki sejak abad ke - 18 yakni ketika adanya
interaksi perdagangan antara kedua negara. Meski hal ini kemudian dianggap
pelibatan hubungan kerjasama antara kedua negara masih belum memasuki tahap
yang lebih optimal di sejumlah sektor bidang. Sementara itu negaraTurki dalam
sudut pandang kekiniaan bisa menjadi rival bilateral yang baik dalam asas
kepentingan nasional Indonesia.
Peningkatan
hubungan bilateral Indonesia dan Turki dianggap cukup penting melihat
keberadaan dariRepublik Turki yang dapat menunjang kebutuhan nasional negara
sebagai upaya penambahan devisa negara yang nilainya tidak sedikit, dengan
jumlah penduduk (konsumen / pasar) sebanyak 72.561.312 jiwa/tahun 2010[7]sertaditinjau dengan letak
teritorial yang strategis diantara benua Asia dan Eropa seakan membuka lebar
pintu pasar global tertuju di dua benua sekaligus hanya dalam satu pergerakan.
Upaya ini kemudian dimaksudkan bagaimana menjadikan hubungan bilateral antara Indonesia dan Turki sebagai
politik pintu masuk kiprah Indonesia di wilayah Asia Barat
dan bahkan Eropa secara khusus.
Turki yang notabenenya memiliki keunggulan strategis dari
segi letak wilayah yakni pertemuan daratan Asia dan Eropa telah membuka
sebuah akses baru dalam penjajakan pasar global khususnya dalam bidang
kepariwisataan. Adanya kemudahan akses
untuk berwisata ke Turki memperlihatkan kunjungan para wisatawan mancanegara
Eropa maupun di Asia sering bertolak ke Turki, letaknya yang mudah
dijangkau, bahkan dengan biaya yang murah namun dengan tempat wisata dengan
skala dunia. Disebutkan per 2010 terakhir kunjungan wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Turki mencapai angka 80 juta jiwa (atau 6 kali lipat dari
kunjungan wisatawan ke Indonesia), terutama wisatawan yang berasal dari
Inggris, Jerman dan Belanda.Besarnya jumlah wisatawan yang mengunjungi Turki
ditambah dengan kurang lebih 70 juta jiwa penduduknya merupakan potensi pasar
global yang bernilai devisa cukup besar bagi Indonesia dalam pemanfaatan pasar
pariwisata.
Peran Negara
Turki dengan kapasitas dan segala bentuk kemajuan yang dimiliki untuk
pengembangan ekonomi di Eropa dan pasar dunia dinilai semakin besar dengan
prospek yang semakin baik.Hal ini yang kemudian mendasari Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono setelah berkunjung di Turki memberikan rekomendasi kepada
pengusaha yang ada di Indonesia untuk gencar berinventasi untuk ikut
mengembangkan usaha atau bisnis di Turki sebagai negara pintu gerbang Pasar Uni
Eropa.
Asas kepentingan antara Indonesia dan Turki kini
seharusnya memasuki tahap pengoptimalan yang lebih baik sesuai harapan masing –
masing negara. Memanfaatkan nilai kultur dan ragam budaya yang dimiliki Indonesia kerap dianggap sebagai salah satu elemen pendukung yang
dimiliki negara ini sebagai media pelaksanaan politik luar negerinya. Diplomasi
budaya oleh Indonesia seharusnya mampu meningkatkan serta
mengedepankan hubungan kerjasama bilateral yang jauh lebih terhadap Republik
Turki. Banyaknya persamaan kultur, kebiasaan serta tonggak sejarah antara kedua
negara diharapkan mampu menjalin hubungan kedekatan emosional melalui diplomasi
kebudayaan bahkan dalam jangka panjang.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar