BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
di Indonesia hendaknya mendapatkan perhatian yang lebih serius karena
pendidikan adalah tonggak utama suatu bangsa untuk dapat bersaing di zaman yang
serba maju ini. Dengan pendidikan kita bisa mencetak generasi-generasi penerus
bangsa yang dapat membawa negara kita di kancah dunia internasional. Pembelajaran
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Kemajuan pendidikan suatu bangsa hampir seluruhnya ditentukan
oleh sistem pembelajaran yang digunakan oleh bangsa itu sendiri. Pendidikan
harus memberikan kesempatan pada setiap individu untuk mengaktualisasikan
seluruh potensi dirinya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang antara lain
meliputi penyempurnaan kurikulum, perbaikan sistem pembelajaran dan mengubah
strategi pendidikan guru[1].
|
Pembelajaran
di sekolah harus mengandung empat unsur: aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya,
mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses
aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya,bukan proses pasif yang
hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran
tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif maka pembelajaran
tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat
penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan
sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar
guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai
tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan maksudnya suasana belajar-mengajar yang
menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
pelajaran. Dengan tingginya perhatian terhadap pelajaran siswa mempunyai
kesempatan untuk meningkatkan hasil
belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran
tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah
proses pembelajaran berlangsung, jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan
tetapi tidak efektif, pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa[2].
Dengan realita yang ada di atas maka terjadi perkembangan-perkembangan
model pembelajaran dan kurikulum dari tahun ketahun. Model-model pembelajaran
telah banyak ditawarkan. Kita pernah mengenal Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA),
ada pula Accelerated Learning, Experiential
learning, Cooperatif Learning, Quantum Teaching dan lain-lain. Dalam
sejarah kurikulum di Indonesia, kita juga mengenal kurikulum pra 1994,
kurikulum 1994 dan kemudian dikembangkan dengan kurikulum 1994 suplemen 1999, kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) yang juga dikenal sebagai kurikulum 2004 hingga yang
saat ini sedang diterapkan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) atau
yang biasa disebut sebagai kurikulum 2006. Seluruh pengembangan-pengembangan
tersebut mempunyai satu tujuan yang sama yaitu merupakan upaya untuk mencari
pola pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara
maksimal.
KTSP yang merupakan
penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun
dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Departemen Pendidikan
Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah
melaksanakan KTSP [3]. Perbedaan
KTSP dengan kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia adalah terletak pada
sistem pengembangannya. Pada kurikulum-kurikulum yang sebelumnya kebijakan
pendidikan dilakukan secara sentralisasi, namun dalam KTSP telah berubah
menjadi desentralisasi, yang menekankan pengambilan kebijakan pendidikan
berpindah dari pemerintah pusat (top Goverment)
ke pemerintah daerah (district goverment),
yang berpusat di pemerintah kota dan kabupaten. Oleh karena itu dalam era
desentralisasi pendidikan ini, akan terjadi berbagai variasi dan jenis
kurikulum pada setiap satuan pendidikan di setiap sekolah, karena masing-masing
mengembangkan kurikulum yang satu sama lain boleh jadi berbeda. Meskipun
demikian, perbedaan ini tetap berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan
(SNP/PP.No. 19 Tahun 2005) sehingga kemasan kurikulum yang berbeda ini pada
akhirnya akan bermuara pada visi,misi, dan tujuan yang sama diikat oleh SNP [4].
Herutomo
(dalam Sumani) mengatakan bahwa :
Sebenarnya
matematika telah dikenal dan digunakan oleh semua manusia sejak jaman dahulu
kala dalam kehidupan sehari-sehari, walaupun istilah yang digunakan pada waktu
itu belum diistilahkan matematika, misalnya dalam menghitung sekumpulan ayam
mereka lakukan dengan jalan mencoret pohon satu kali untuk satu ayam, dua kali
untuk dua ayam, tiga kali untuk tiga ayam dan seterusnya[5].
Matematika
berawal dari berhitung, namun bukan berarti bahwa berhitung adalah matematika.
Matematika dapat dikatakan ada hanya ketika terdapat catatan perhitungan yang
berarti terdapat pernyataan tentang bilangan [6].
Berikut
beberapa definisi atau pengertian tentang matematika menurut Soedjadi[7]
:
1.
Matematika adalah cabang ilmu
pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik
2.
Matematika adalah pengetahuan tentang
bilangan dan kalkulasi
3.
Matematika adalah pengetahuan tentang
penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan
4.
Matematika adalah pengetahuan tentang
fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk
5.
Matematika adalah pengetahuan tentang
struktur-struktur yang logik
6.
Matematika adalah pengetahuan tentang
aturan-aturan yang ketat.
Aneka
definisi matematika tersebut berdasar dari sudut pandang pembuatnya atau
dengan kata lain tidak terdapat satu
definisi tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau
pakar matematika. Meski demikian, menurut Soedjadi setelah sedikit mendalami
masing-masing definisi yang saling berbeda itu, dapat terlihat adanya ciri
khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara
umum. Berikut karakteristik itu adalah:
a.
Memiliki objek kajian abstrak
b.
Bertumpu pada kesepakatan
c.
Berpola pikir deduktif
d.
Memiliki simbol yang kosong dari arti
e.
Memperhatikan semesta pembicaraan
f.
Konsisten dalam sistemnya.
Berdasarkan
karakteristik di atas objek kajian matematika adalah abstrak, dalam pembelajarannya
pun matematika tidaklah sama seperti pembelajaran lain. Objek-objek dalam
matematika merupakan objek mental atau pikiran[8].
Pembelajaran matematika harus bermakna serta dipahami secara mendalam oleh
siswa. Guru hendaknya tidak menyajikan materi dalam bentuk jadi, melainkan
harus diatur sedemikian rupa hingga menantang siswa untuk berpikir lebih
lanjut, sehingga siswa tidak hanya
menghafal informasi-informasi yang diterima, tetapi juga harus memahami
dan mengerti secara keseluruhan.
Peran guru yang secara otomatis merupakan seorang pengajar
sangatlah menentukan. Namun kadangkala secara sadar atau tidak, seringkali guru
beranggapan bahwa pembelajaran yang baik dapat dilihat dari situasi kelas yang
tenang dan serius. Dengan asumsi seperti itu guru akan merasa berhasil mengajar
dengan baik jika situasi kelas tenang dan siswa serius belajar. Sehingga sering
pula guru lupa menghitung berapa banyak siswa yang terkantuk-kantuk dan
‘terpaksa’ tertidur pulas dalam kelas. Tujuan belajar-pun akhirnya tidak dapat
dicapai secara optimal. Bukankah sebenarnya ada tiga tujuan belajar yang harus
dipenuhi yaitu; mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi
pelajaran spesifik; mengembangkan kemampuan konseptual umum; dan mengembangkan
kemampuan serta sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala
tindakan[9]. Keadaan ini
tentu saja tidak boleh dibiarkan terjadi berkepanjangan dalam pembelajaran.
Guru
sebagai orang yang bertujuan untuk mengantarkan peserta didik menguasai materi
serta keterampilan-keterampilan yang dikemas dalam kurikulum harus berupaya
untuk mengatasi hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Salah satu
pembelajaran yang kini sedang berkembang adalah pembelajaran kooperatif. Apa
yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif? Dalam pembelajaran kooperatif
siswa dituntut untuk bekerja sama dengan siswa lainya dalam satu kelompok untuk
mencapai hasil yang maksimal. Salah satu metode yang diaplikasikan dalam
pembelajaran kooperatif ini yaitu metode
pembelajaran peer tutoring dengan
strategi everyone is a teacher here. Pembelajaran kooperatif peer
tutoring adalah metode yang dirancang untuk memotivasi siswa dalam
mempelajari materi pelajaran sebaik mungkin dan memberi tanggungjawab yang
besar kepada peserta didik untuk belajar dan memberikan penjelasan kepada
peserta didik lainnya baik secara kelompok maupun secara individual terutama
digunakan untuk presentasi dan mendapatkan materi baru[10].
Materi pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengukuran sudut dan
perbandingan trigonometri karena materi tersebut sangat mendukung untuk
mempelajari persamaan trigonometri yang akan dipelajari pada pertemuan
berikutnya.
Penelitian tentang
penggunaan peer
tutoring telah dilakukan oleh para ahli pendidikan.
Penelitian tersebut seperti yang dilakukan oleh Ratnadi menyebutkan bahwa respon siswa yang diajar
dengan peer tutoring lebih baik sehingga prestasi siswa meningkat. Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ana galih yang menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan peer tutoring dapat meningkatkan perolehan hasil belajar matematika, tingkat
motivasi berprestasi siswa berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar matematika dan penggunaan metode peer tutoring ini lebih efektif daripada metode ceramah.
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan terdahulu seperti yang telah dikemukakan di
atas dapat diketahui bahwa pembelajaran peer
tutoring memberikan kontribusi positif pada setiap kegiatan
belajar mengajar salah satunya adalah
peningkatan hasil belajar siswa. Peer
tutoring ini dapat membawa siswa ikut serta aktif dalam kegiatan
pembelajaran dan berharap dapat meningkatkan hasil belajar. Dapat dikatakan, peer tutoring dapat menjadi alternatif dalam proses belajar
mengajar matematika di tingkat SMA.
Walaupun
metode pembelajaran kooperatif telah dikembangkan di dunia pendidikan, namun
pada umumnya metode ini jarang digunakan oleh guru. Untuk itu peneliti
mengambil SMA Negeri I Rejotangan untuk dijadikan sampel penelitian untuk
mengetahui dampak penerapan pembelajaran kooperatif.
[1] Eliza Margawati, Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pada Materi Penerapan Bilangan real(Persentase) dalam Menyelesaikan Masalah
program Keahlian Di Kelas X-AK4 SMK Negeri I Boyolangu, (Surabaya:Skripsi
Tidak Diterbitkan,2007) hal. 1
[2] Nur Aksin, dkk, Buku Panduan Pendidik Matematika untuk SMA/MA. (Klaten : Intan Pariwara,2010), hal. iii
[3] Masnur Muslich, KTSP Dasar Pemahaman Dan Pengembangan,
(Jakarta : PT Bumi Aksara,2008) cetakan keempat, hal 10
[4] H.E Mulyasa, Implementasi Kurikulum tingkat satuan
Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2009) cetakan kedua, hal. 1
[5] Sumani, Korelasi Antara Prestasi Belajar Matematika
Pokok Bahasan Aritmetika dan Prestasi Belajar Fisika Kelas II Semester Ganjil
Tahun Ajaran 1989/1990 Di SMP Bendungan Trenggalek,(Ponorogo:Skripsi Tidak
Diterbitkan,1990), hal. 1
[6] Salah Kaduri Haza’a,Sejarah Matematika Klasik dan Modern,
(Uad Press,2004), hal 1
[7] R. Soedjadi , Kiat
Pendidikakan Matematika di Indonesia, (Jakarta : Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi,1999/200), hal. 11
[8] Ibid . , hal. 13
[9] Eliza Margawati, Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah .
. ., hal. 5
[10] Ana Galih Rianti, Penerapan Metode Peer Tutoring dengan
Strategi Everyone is a Teacher Here pokok Bahasan Bilangan Bulat pada Siswa
Kelas VII-D Semester ganjil SMP Negeri 12
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar