BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Proses belajar dapat di katakan terjadi
apabila subjek didik (siswa) tidak hanya mata melihat dan telinganya mendengar
apa yang di informasikan oleh guru, tetapi pikirannya harus beraksi. Dalam
kegiatan pengajaran, proses belajar dapat berlangsung tanpa partisipasi aktif
guru secara langsung. Jadi dalam kegiatan belajar, siswa di tuntut secara aktif
untuk berfikir dan berkonsentrasi terhadap suatu mata pelajaran. Tanpa adanya
pemusatan perhatian berarti hal tersebut bukan belajar tetapi hanya sekedar
penyampaian oleh guru.
Berdasarkan fenomena yang ada
khususnya dalam dunia pendidikan masih sedikit sekali guru yang menggunakan
media pembelajaran dalam menyampaikan materi pembelajaran.
Dengan demikian media pembelajaran
sangat dibutuhkan oleh guru agar siswa bisa menerima informasi atau pesan
dengan baik, karena media mempunyai arti penting dalam dunia pendidikan.
Terutama dalam pendidikan formal di sekolah. Guru sebagai pengajar dan pendidik
yang terjun langsung dalam dunia pendidikan formal sekolah, tidak diragukan
lagi tentang keampuhan suatu media pembelajaran utamanya dalam menanamkan sikap
dan mengharapkan perubahan tingkah laku seperti yang di harapkan, yaitu yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Guru dituntut agar mampu menggunakan
alat-alat yang dapat di sediakan di sekolah yang sesuai perkembangan zaman.
Sebagai fasilisator, guru berpesan dalam menciptakan kondisi belajar atau sistem
lingkungan belajar dengan memfasilitasi yang tersedia.[1]
Fasilitas ini dapat berupa perangkat keras (hardware),
perangkat lunak (software),
lingkungan dan suasana belajar (brainware),
seperti ruang kelas dengan segala fasilitas kelengkapan dan media yang
dibutuhkan.[2]
Media mengajar merupakan segala bentuk
perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Bentuk
perangsang di sini berupa audio visual, seperti papan tulis, bagan, gambar, mesin
pengajaran, film, audio kaset, video kaset, televisi, computer, OHP, LCD dan
internet.[3]
Dalam meningkatkan ketrampilan kosa-kata
mereka secara efektif dengan cara banyak membaca majalah, termasuk majalah
sekolah. Kata-kata dapat diambil dari artikel-artikel bagi maksud-maksud yang
berkaitan dengan batasan, memperhatikan konstruksi kata dan ejaannya, serta
penggunaan kosa-kata yang benar.[4]
Perkembangan media telah berlangsung
secara cepat, dan membentuk budaya baru. Budaya baru ini, langsung tau tidak
langsung, sudah mempengaruhi bagaimana siswa mengikuti sebagian proses
pembelajaran. Ciri yang mendominasi adalah munculnya komponen budaya indrawi
yang utuh, meliputi melihat, mendengar, merasakan-menyentuh dan berexplorasi. Bahasa
yang dulunya cenderung mengajar, kemudian berubah menjadi bahasa media yang
bersifat membujuk, menggetarkan hati, dan penuh dengan resonansi, irama,
cerita, dan gambar yang tervisualisasi.[5]
Trampil membuat huruf-huruf (besar
maupun kecil) dengan jalan menyalin atau meniru tulisan-tulisan dalam struktur
kalimat. Kemampuan menulis seperti ini bias kita sebut kemampuan menulis teknis
(teknik).
Kemampuan menulis yang lebih penting
adalah kemampuan menulis berdasarkan pengertian komposisi atau kemampuan merangkai
bahasa atau mengarang.
Bagi siswa-siswa kelas I dan IV SD dan
MI, kemampuan menulis atau mengarang itu terbatas pada: a. kemampuan menyalin
b. kemampuan menulis pelajaran c. kemampuan menulis jawaban dan
pertanyaan-pertanyaan dan
d.
kemampuan menulis isian atau menyambung kalimat-kalimat yang dikosongkan
subjek, predikat, atau objek.[6]
Keterampilan menulis merupakan kegiatan
yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah. Kegiatan
menulis menjadikan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran dan merangsang
keterampilan siswa dalam merangkai kata. Akan tetapi dalam penerapannya banyak siswa
mengalami kesulitan untuk membiasakan siswa belajar menulis. Penyebabnya adalah
kesalahan dalam hal pengajaran yang terlalu kaku sehingga menimbulkan kesan
bahwa menulis itu sulit. Belum banyak guru yang bisa menyuguhkan materi
pelajaran dengan cara yang tepat dan menarik. Maka dari itu, wajar jika murid
pun akhirnya tidak mampu dan tidak menyukai pelajaran menulis (mengarang).[7]
Selain itu, sebagian guru memandang
bahwa keberhasilan siswa lebih banyak dilihat dari nilai yang diraih dalam tes,
mid semester, dan ujian akhir sekolah berstandar Nasional nilai-nilai dari tes
itulah yang dijadikan barometer keberhasilan pengajaran. Guru hanya memberikan
latihan atau pembahasan terhadap soal-soal yang bersifat reseptif, seperti
membaca, bukan terhadap soal-soal yang bersifat produktif, seperti berbicara
dan menulis. Penjelasan di atas seolah-olah memojokkan posisi guru. Posisi itu harus
diubah dengan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh guru. Perubahan tersebut
bisa berupa inovasi dalam hal penyampaian, penggunaan media, dan pengembangan
kurikulum. Namun perlu diingat bahwa kunci sukses pengajaran bukan terletak
pada kecanggihan kurikulum atau kelengkapan fasilitas sekolah, melainkan
tingkat kreadibilitas seorang guru di dalam mengatur dan memanfaatkan mediator
yang ada di dalam kelas.[8]
Penggunaan media sangat penting
kehadirannya dalam belajar. Minimnya penggunaan media oleh guru selama ini
perlu diatasi sedikit demi sedikit. Hal itu dimaksudkan agar siswa tidak hanya
tinggi kualitas teoritisnya tetapi juga tinggi kualitas praktisnya. Siswa hanya
dijejali teori-teori tentang menulis, cara menulis, ketentuan-ketentuan menulis
sementara teori-teori tersebut jarang dipraktikkan. Pembelajaran yang
konvensional ini tentu saja jarang atau bahan tidak menggunakan media, padahal
pemanfaatan media memiliki peran yang penting terhadap pencapaian kualitas
pembelajaran. Keadaan seperti itu terjadi di sekolah-sekolah pada umumnya,
termasuk di MI Roudlotul Ulum Jabalsari kelas IV.
Dari penilaian terhadap tugas menulis deskripsi
diperoleh bahwa hasil nilai siswa dibawah 70 berjumlah 14 siswa laki-laki atau
60%, dan siswa yang mendapat nilai diatas 70 berjumlah 18 siswa perempuan atau sekitar 40% dari total
keseluruhan siswa 32 orang. Penilaian tersebut didasarkan pada aspek isi
gagasan, organisasi isi, tata bahasa, kosa kata, dan ejaan. Kesalahan yang
sering muncul pada karangan siswa adalah terletak pada aspek ejaan, terutama
pada pemakaian huruf kapital yang tidak sesuai dengan EYD. Pada aspek isi
gagasan siswa juga kurang dalam pengembangan karangannya. Pada aspek organisasi
isi siswa juga kurang dalam menyusun karangan yang logis. Pada aspek tata
bahasa dalam konstruksi kalimatnya juga masih banyak kesalahan. Dan pada aspek
kosa kata masih banyak kesalahan dalam penggunaan kosa kata yang dapat merusak
makna.[9]
Dalam proses pembelajaran guru lebih
menekankan pada teori semata tanpa menerapkannya dengan menggunakan media,
sehingga siswa bosan dengan kegiatan mencatat yang mengakibatkan siswa kurang
berminat terhadap kegiatan menulis. Hal itu terlihat dari keaktifan siswa saat
megikuti proses pembelajaran sebanyak 18 siswa perempuan atau 40%, sedangkan 15 siswa laki-laki atau
sekitar 60% lainnya tampak diam, berbicara dengan temannya dan melamun sendiri.
Secara umum, penggunaan media seperti gambar seri sebagai media pembelajaran
dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa. Wijayanti mengungkapkan
manfaat penggunaan cerita bergambar sebagai media yang dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam:
1)
Menyusun
cerita berdasarkan rangkaian gambar secara urut sehingga menjadi karangan deskripsi
yang utuh.
2)
Memadukan
kalimat menjadi karangan deskripsi yang padu dengan menggunakan kata sambung
yang tepat, dan
Menggunakan
ejaan dan tanda baca secara benar dalam karangan deskripsi. Penelitian tentang
Peningkatan Ketrampilan Menulis Deskripsi dengan Media Gambar Seri Siswa MI
Roudlotul Ulum kelas IV belum pernah
diteliti oleh orang lain. Selain itu, pembelajaran menulis deskripsi yang
berlangsung disana hanya berkisar tentang pemberian materi berdasarkan cerita
non gambar yang menuntut siswa mengembangkan kreatifitasnya menulis deskripsi
tanpa media apapun. Atas dasar itu, maka peneliti merasa perlu melakukan
penelitian terhadap permasalahan di atas, mengingat berbagai nilai positif yang
terkandung dalam gambar seri. Wajar rasanya apabila media tersebut digunakan
dalam pembelajaran menulis deskripsi. Penelitian diharapkan membawa dampak
positif bagi guru dan siswa dalam rangka peningkatan kualitas proses dan hasil
pembelajaran menulis Deskripsi di sekolah tersebut.
[1]
Azhar Aryad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008), hal. 1
[2]
Ibid. 1
[3]
Muhamad Zaini, Pengembangan Kurikulum. (Surabaya:
Elkaf, 2006) ,hal. 77
[4]
H.G Taringan, Pengajaran Kosa-Kata (Bandung: Angkasa,
1984), hal. 220
[5] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan dan Mengubah
Jalan Hidup Siswa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2000), hal. 220
[6]
A.S.Broto, Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua
di Sekolah Dasar Berdasarkan Pendekatan Linguistic Kontransitif, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1978), hal. 143
[7]
Syaiful Bahri dan Anwar
Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:
Dekdiknas, 2006), hal. 13
[8] Abdul dan Muh.Faisal, Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Rineka Ciptakhalik, 2008), hal. 45
[9]
Basuki d.k.k, Media Pembelajaran, (Bandung: PT Aksara
Wibawa 1992), hal . 22
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar