Pembangunan merupakan suatu langkah
dalam membuat sesuatu yang belum ada
menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi
lebih baik atau meningkat. Pembangunan nasional yang berlandaskan pemerataan
pembangunan dan hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
Manusia adalah kekayaan bangsa yang
sesungguhnya. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang
memungkinkan rakyat menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan
yang produktif. Hal ini nampaknya sederhana. Tetapi seringkali terlupakan oleh
kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang. (UNDP: Humant Development Report 2000:16)
Pembangunan manusia
didefinisikan sebagai suatu proses untuk perluasan pilihan yang lebih banyak
kepada penduduk melalui upaya-upaya pemberdayaan yang mengutamakan peningkatan
kemampuan dasar manusia agar dapat sepenuhnya berpartisipasi di segala bidang
pembangunan (United Nation Development
Programme, UNDP). Arti penting manusia dalam pembangunan adalah manusia
dipandang sebagai subyek pembangunan yang artinya pembangunan dilakukan memang
bertujuan untuk kepentingan manusia atau masyarakat (http://google.co.id)
Pembangunan manusia lebih
dari sekedar pertumbuhan ekonomi, lebih dari sekedar peningkatan pendapatan dan
lebih dari sekedar proses produksi komoditas serta akumulasi modal. Alasan
mengapa pembangunan manusia perlu mendapat perhatian adalah: pertama, banyak
negara berkembang termasuk Indonesia yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi, tetapi gagal
mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan. Kedua, banyak negara maju
yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi
masalah-masalah sosial, seperti: penyalahgunaan obat, AIDS, alkohol,
gelandangan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, beberapa negara
berpendapatan rendah mampu mencapai tingkat pembangunan manusia yang tinggi
karena mampu menggunakan secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan
kemampuan dasar manusia.
Untuk melihat sejauh mana
keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan
manusia, UNDP telah menerbitkan suatu indikator yaitu Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) untuk mengukur kesuksesan pembangunan dan kesejahteraan suatu
negara. IPM adalah suatu tolak ukur angka kesejahteraan suatu daerah atau
negara yang dilihat berdasarkan tiga dimensi yaitu: angka harapan hidup pada
waktu lahir (life expectancy at birth),
angka melek huruf (literacy rate) dan
rata-rata lama sekolah (mean years of
schooling), dan kemampuan daya beli (purchasing
power parity). Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan, indikator
angka melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur
pendidikan dan terakhir indikator daya beli mengukur standar hidup. Ketiga
indikator tersebut saling mempengaruhi satu sama lain, selain itu dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan kerja yang
ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah sehingga
IPM akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan dan nilai
IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. (United
Nation Development Programme, UNDP, 1990).
Indeks ini pertama kali
dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya
Sen dan Mahbub ul Haq seorang
ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav
Ranis dari Yale University dan Lord
Meghnad Desai dari London School of Economics. UNDP dalam model
pembangunannya, menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam semua proses
dan kegiatan pembangunan.
Menurut UNDP (1995),
paradigma pembangunan manusia terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu :
(1) Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka dan
berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan
berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari
jenis pembangunan manusia, (2) Ekuitas, masyarakat harus punya akses untuk
memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan
politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi dan memperoleh
manfaat dari kesempatan-kesempatan ini, (3) Kesinambungan, akses untuk
memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi
juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia,
lingkungan hidup, harus dilengkapi, (4) Pemberdayaan, pembangunan harus
dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus
berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang
mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan peningkatan kemampuan, kreatifitas dan
produktifitas manusia akan meningkat sehingga mereka menjadi agen pertumbuhan
yang efektif.
Modal manusia (human
capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dalam teori
Cobb-Douglas mengemukakan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi tidak terlepas
dari kualitas human capitalnya. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja
ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya
dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator-indikator
lainnya. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula
dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah. Kebijakan
pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan
membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk
dalam hal kinerja ekonominya.
Pertumbuhan ekonomi harus
dikombinasikan dengan pemerataan hasil-hasilnya. Pemerataan kesempatan harus
tersedia, baik semua orang, perempuan maupun laki-laki harus diberdayakan untuk
berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan keputusan-keputusan penting
yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pembangunan manusia merupakan paradigma
pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir
dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber
daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan
(usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan.
Pemerintah dalam hal ini
memiliki berbagai peran dalam perekonomian. Terdapat tiga peran utama yang
harus dapat dilaksanakan dengan baik dalam perekonomian oleh pemerintah,
menurut Guritno (2001) yaitu: (1)
Peran Stabilisasi, Pemerintah lebih berperan sebagai stabilisator untuk menjaga
agar perekonomian berjalan normal. Menjaga agar permasalahan yang terjadi pada
satu sektor perekonomian tidak merembet ke sektor lain. (2) Peran Distribusi, Pemerintah
harus membuat kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya ekonomi dilaksanakan
secara efisien agar kekayaan suatu negara dapa terdistribusi secara baik dalam
masyarakat. (3) Peran Alokasi, Pada dasarnya sumber daya yang dimiliki suatu
negara adalah terbatas. Pemerintah harus menentukan seberapa besar dari sumber
daya yang dimiliki akan dipergunakan untuk memproduksi barang-barang publik,
dan seberapa besar akan digunakan untuk memproduksi barang-barang individu. Pemerintah
harus menentukan dari barang-barang publik yang diperlukan warganya, seberapa
besar yang harus disediakan oleh pemerintah, dan seberapa besar yang dapat
disediakan oleh rumah tangga perusahaan.
Seiring dengan semakin
meningkatnya kegiatan pemerintah dalam rangka menjalankan ke-tiga peran yang
ada, maka tentunya diperlukan pula dana yang besar sebagai bentuk pengeluaran segala
kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan ke-tiga peran tersebut. Pengeluaran
pemerintah ini merupakan konsekuensi dari berbagai kebijakan yang diambil dan
diterapkan melalui ke-tiga peran tersebut.
Pengeluaran pemerintah
dapat digunakan sebagai cerminan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah dalam
suatu wilayah. Kebijakan pemerintah dalam tiap pembelian barang dan jasa guna
pelaksanaan suatu program mencerminkan besarnya biaya yang akan dikeluarkan
pemerintah untuk melaksanakan program tersebut. Pengeluaran pemerintah
digunakan untuk membiayai sektor-sekotr publik yang penting, diantara kesemua
sektor publik saat ini yang menjadi prioritas pemerintah dalam mencapai
pembangunan kualitas sumber daya manusia dalam kaitannya yang tercermin dari indeks
pembangunan manusia adalah investasi pada sektor pendidikan dan kesehatan
diharapkan Investasi pada sektor ini akan berpengaruh pada peningkatan kualitas
SDM dan mengurangi kemiskinan. Pembangunan kesehatan dan pendidikan harus
dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya
manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam
pengukuran IPM, kesehatan dan pendidikan adalah salah satu komponen utama
selain pendapatan. Kesehatan serta pendidikan juga merupakan investasi untuk
mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan.
Pemerintah sebagai
pelaksana pembangunan membutuhkan manusia yang berkualitas sebagai modal dasar
bagi pembangunan. Manusia dalam peranannya merupakan subjek dan objek
pembangunan yang berarti manusia selain sebagai pelaku dari pembangunan juga
merupakan sasaran pembangunan. Dalam hal ini dibutuhkan berbagai sarana dan
prasarana untuk mendorong peran manusia dalam pembangunan. Oleh karenanya dibutuhkan
investasi untuk dapat menciptakan pembentukan sumber daya manusia yang
produktif.
Investasi pada modal
manusia diharapkan akan berpengaruh positif terhadap kinerja perekonomian yang
salah satunya dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan dan
tingkat kemiskinan. Investasi modal manusia ini yang mencakup pengembangan
Sumber Daya Manusia membutuhkan kebijakan pemerintah yang tepat sasaran dalam
mendorong peningkatan kualitas SDM. Menurut Mankiw (2008), pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan
dengan perbaikan kualitas modal manusia.
Tentu dalam kaitan itu juga
penting adanya distribusi pendapatan. Dengan distribusi pendapatan yang baik
membuka kemungkinan bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini
karena dengan meratanya distribusi pendapatan maka tingkat kesehatan dan juga
pendidikan akan lebih baik dan pada gilirannya juga akan memperbaiki tingkat
produktifitas tenaga kerja. Studi Alesina
dan Rodric (lihat Meier dan Rauch, 2000) menemukan
bahwa distribusi pendapatan yang tidak merata berdampak buruk terhadap
pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan berdampak buruk juga pada
pembangunan manusia suatu daerah.
Selain itu rumah tangga
masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan manusia, di mana
pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan
manusia, seperti: makanan, kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran rumah tangga
ditentukan oleh pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak atau bahkan
seluruh pendapatannya digunakan untuk kebutuhan makanan, dibandingkan penduduk kaya.
Akibatnya penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
dan pelayanan kesehatan yang layak jika hanya mengandalkan pendapatannya. Di
sinilah perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang
mampu atau miskin (Charisma Kuriata
Ginting, 2008).
Kemiskinan akan menghambat
individu untuk mengonsumsi nutrisi bergizi, mendapatkan pendidikan yang layak
serta menikmati lingkungan yang menunjang bagi hidup sehat. Dari sudut pandang
ekonomi kesemuanya itu akan menghasilkan sumber daya manusia yang kurang
berkualitas, atau dapat dikatakan memiliki tingkat produktivitas yang rendah.
Hal ini juga berimbas pada terbatasnya upah/pendapatan yang dapat mereka
peroleh. Sehingga dalam perkembangannya hal ini akan mempengaruhi tingkat
pembangunan manusia di suatu daerah.
Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh M. Ilham Irawan yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia menemukan adanya hubungan positif
antara PDB, anggaran pengeluaran pemerintah, dan penanaman modal asing terhadap
IPM sedangkan penanaman modal dalam negeri tidak berpengaruh signifikan tetapi memberikan
pengaruh yang positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.
Dalam kasus Sulawesi
Selatan sendiri, data publikasi BPS memperlihatkan bahwa secara absolut, IPM
Sulawesi Selatan telah mengalami peningkatan yang cukup berarti dalam beberapa
tahun terakhir, terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Di Sulawesi Selatan
(2006-2010)
Tahun
|
IPM
|
2006
|
68,81
|
2007
|
67,75
|
2008
|
70,22
|
2009
|
70,94
|
2010
|
71,62
|
Sumber: BPS, 2011
Capaian kinerja IPM
Sulawesi Selatan memang memiliki kecenderungan meningkat secara absolut. Namun
peningkatan tersebut ternyata tidak cukup kuat untuk mengangkat posisi relatif
IPM Sulawesi Selatan ke level yang diharapkan. Posisi relatif Sulawesi Selatan
hanya bergerak dari peringkat ke-23 tahun 2007 menjadi ke-19 pada tahun 2010.
Capaian ini masih tampak jauh dari posisi yang ditargetkan. Bahkan capaian ini
menjadi tampak buruk mengingat berbagai dimensi pembangunan daerah lainnya
justru menunjukkan kinerja yang cukup impresif, seperti pertumbuhan ekonomi dan
penurunan angka kemiskinan.
Laju indeks pembangunan
manusia (IPM) Sulawesi Selatan tidak secepat pertumbuhan ekonomi. Dimana laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan meningkat secara signifikan dari 6,20 %
pada tahun 2009 menjadi 8,18 % pada tahun 2010. Sementara itu persentase
penduduk miskin tahun 2009 tercatat sebanyak 12,31 persen kemudian tahun 2010
turun menjadi 10,60 persen.
Dengan meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun serta menurunnya tingkat kemiskinan,
peningkatan laju pembangunan manusia sudah seharusnya juga dapat meningkat
secara signifikan sebesar peningkatan laju pertumbuhan serta penurunan tingkat
kemiskinan. Tetapi dalam kenyataannya perkembangan IPM Sulawesi Selatan
mengalami kenaikan walaupun kenaikannya tidaklah terlalu besar.
Ketimpangan distribusi
pendapatan di Sulawesi Selatan dapat dikategorikan ketimpangan rendah karena
angka gini rasio tidak lebih dari 0,4 persen namun cenderung meningkat tiap
tahun dimana pada tahun 2009 angka gini rasio tercatat 0,39 persen dan
meningkat menjadi 0,40 persen pada tahun 2010. Hal ini tidak sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara signifikan. Dengan tidak meratanya
distribusi pendapatan maka akan berdampak pada pembangunan manusia di Sulawesi
Selatan.
Sementara pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan tidak jauh berbeda dengan pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan yang masih minim dimana pada tahun 2009
pengeluaran pemerintah bidang kesehatan hanya sebesar 172.567.323.456 rupiah
dari total belanja APBD Sulsel sebesar 2.455.558.026.755 rupiah dan pengeluaran
pemerintah bidang pendidikan hanya sebesar 87.123.456.654 rupiah dari total
belanja APBD Sulsel. Rendahnya pengeluaran pemerintah akan mempengaruhi
kualitas sumber daya manusia khususnya di kedua sektor ini. Mengingat kesehatan
merupakan inti dari kesejahteraan dan pendidikan adalah hal pokok untuk
mencapai kehidupan yang layak.
Selain itu, tidak
membaiknya secara signifikan peringkat IPM Sulawesi Selatan secara nasional
disebabkan oleh pergerakan nilai IPM Sulawesi Selatan yang tidak cukup
akseleratif. Bahkan beberapa dimensi pembentuk IPM menunjukkan nilai yang lebih
rendah, meskipun peningkatannya sedikit lebih cepat dibandingkan dengan capaian
Nasional. Sekedar komparasi, angka melek huruf secara Nasional pada tahun 2010
sudah mencapai 92,91 persen, sedangkan Sulawesi Selatan baru mencapai 87,75
persen. Indikator angka melek huruf menunjukkan kinerja yang paling
mengkhawatirkan, bukan hanya karena memiliki kesenjangan yang sangat tajam
dengan angka Nasional, tetapi juga bergerak naik sangat lamban. Pada tahun
2010, angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas di Sulawesi Selatan
hanya sebesar 87,75 persen. Artinya, setiap delapan penduduk di Sulawesi
Selatan, satu diantaranya buta huruf. Hal ini disebabkan karena kurangnya
anggaran pemerintah disektor pendidikan.
Begitu pula rata-rata lama
sekolah secara nasional tahun 2010 sudah mencapai 7,9 tahun, sedangkan Sulawesi
Selatan baru mencapai 7,8 tahun. Angka rata-rata lama sekolah juga menunjukkan peningkatan
dari tahun ke tahun, namun masih berada jauh di bawah angka Nasional serta
masih sangat senjang dengan target RPJMD. Pada tahun 2007, rata-rata lama
sekolah masih 7,2 tahun dan meningkat menjadi 7,8 tahun pada tahun 2010. Angka
ini masih berada di bawah angka rata-rata nasional, yang saat ini sudah
mencapai 7,9 tahun. Ini berarti bahwa secara rata-rata, penduduk Sulawesi
Selatan hanya mampu menyelesaikan pendidikan kelas I SMP dan putus sekolah pada
saat menjelang naik kelas II SMP.
Data publikasi BPS
memperlihatkan angka harapan hidup Sulawesi Selatan meningkat lebih cepat
dibanding angka Nasional, namun masih lebih rendah dari angka Nasional. Angka
harapan hidup Sulawesi Selatan meningkat cukup signifikan, yaitu dari 70,2
tahun pada tahun 2007 menjadi 70,8 tahun pada tahun 2010. Meskipun demikian,
angka ini masih sedikit lebih rendah dibandingkan dengan angka harapan hidup
rata-rata nasional yang sudah mencapai 70,9 tahun pada tahun 2010.
Data publikasi BPS juga
memperlihatkan Daya beli yang diproksi dengan pengeluaran rata-rata per kapita
sebulan, meskipun menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, namun masih
berada di bawah angka rata-rata nasional. Pada tahun 2007, pengeluaran
rata-rata per kapita sebulan hanya sebesar Rp 291.900, dan kemudian meningkat
menjadi Rp 461.810 pada tahun 2010 atau meningkat rata-rata sekitar 16,74
persen per tahun. Berbarengan dengan itu,
pendapatan (PDRB) per kapita juga memperlihatkan peningkatan. Pada tahun 2007,
pendapatan per kapita Sulawesi Selatan mencatat angka Rp 9,00 juta, dan
kemudian meningkat menjadi Rp 14,67 juta pada tahun 2010 atau mengalami
peningkatan rata-rata 16,47 persen per tahun. Namun jika dikomparasikan dengan
Nasional, pendapatan per kapita Sulawesi Selatan jauh berada di bawah. Bahkan pendapatan
per kapita Sulawesi Selatan hanya sekitar setengah dari angka Nasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka
dalam penelitian ini akan dilihat sejauh mana pengaruh beberapa faktor seperti pertumbuhan
ekonomi, tingkat kemiskinan, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan,
pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan ketimpangan distribusi pendapatan
dapat mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Sulawesi Selatan. Oleh karena
itu penelitian ini berjudul “Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Sulawesi Selatan
Periode 2001-2010 ”.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar