Kemajuan zaman
diiringi dengan berkembangnya informasi dan tingkat kemampuan intelektual
manusia, bersama dengan hal itu peran perempuan dalam kehidupan pun terus
berubah untuk menjawab tantangan zaman, tak terkecuali mengenai peran perempuan
dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Biasanya, tulang
punggung kehidupan keluarga adalah pria atau suami, tapi kini para perempuan
banyak yang berperan aktif untuk mendukung ekonomi keluarga.
Menurut konsep
ibuisme, kemandirian perempuan tidak dapat dilepaskan dari perannya sebagai ibu
dan istri. Perempuan dianggap sebagai makhluk sosial dan budaya yang utuh
apabila telah memainkan kedua peran tersebut dengan baik. Mies (dalam
Abdullah : 2006) menyebutkan fenomena ini house wifization karena peran utama
perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga yang harus memberikan tenaga dan perhatiannya
demi kepentingan keluarga tanpa boleh mengharapkan imbalan, prestise serta
kekuasaan. Bahkan tak jarang perempuan mempunyai tingkat penghasilan yang lebih
memadai untuk mencukupi kebutuhan keluarga dibanding suaminya. Dengan
pendapatan yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa perempuan ikut berusaha untuk
keluar dari kemiskinan meski semua kebutuhan keluarga tidak terpenuhi.
Peran atau role
menurut Suratman (dalam Pujiwulansari : 2011) adalah fungsi atau tingkah laku
yang diharapkan ada pada individu seksual, sebagai satu aktivitas menurut
tujuannya dapat dibedakan menjadi dua:
1. Peran publik, yaitu
segala aktivitas manusia yang biasanya dilakukan dilluar rumah dan bertujuan
untuk mendatangkan penghasilan.
2. Peran domestik, yaitu aktivitas yang dilakukan
di dalam rumah dan biasanya tidak dimaksudkan untuk mendatangkan penghasilan
melainkan untuk melakukan kegiatan kerumahtanggaan. Peran yang dilakukan para
perempuan atau ibu rumah tangga karena ingin kondisi kesejahteraan yaitu
sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, persiapan materi berbagai
jaminan masa depan kehidupannya, ketentraman dan keamanan.
Adanya anggapan dalam
masyarakat kita bahwa perempuan bersifat memelihara, rajin, dan tidak cocok
menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi
tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu beban kerja perempuan yang berat
dan alokasi waktu yang lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah tangga,
mulai dari mengepel lantai, memasak, merawat anak, dan sebagainya.
Namun seiring dengan
perkembangan zaman, tingkat modernisasi dan globalisasi informasi serta
keberhasilan gerakan emansipasi wanita dan feminisme, wanita semakin terlibat
dalam berbagai kegiatan. Peran ganda perempuan bukan lagi sebagai hal yang
asing. Muhammad Asfar (dalam Pujiwulansari : 2011) menyatakan bahwa perempuan
tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga yang menjalankan fungsi
reproduksi, mengurus anak dan suami atau pekerjaan domestik lainnya, tetapi
sudah aktif berperan di berbagai bidang kehidupan baik sosial, ekonomi,
maupun politik. Kecenderungan peran perempuan mempunyai peran ganda dalam
keluarga miskin meningkat. Di kalangan keluarga miskin, beban berat harus
dikerjakan sendiri apalagi selain harus
mengerjakan tugas-tugas domestik, mereka masih juga dituntut harus bekerja,
sehingga perempuan memikul beban kerja ganda. Dalam kaitannya dengan beban
ganda tersebut, menyebutkan bahwa perempuan tidak saja berperan ganda akan
tetapi perempuan memiliki triple role (triple
burden): peran reproduksi, yaitu peran yang berhubungan dengan peran
tradisional di sektor domestik, peran produktif, yaitu peran ekonomis di sektor
publik, dan peran sosial, yaitu peran di komunitas ( J. Dwi Narwoko dan Bagong
Suyanto, 2006:345)
Paradigma pembangunan
yang dominan dan dianggap telah mapan adalah paradigma pembangunan yang hanya
mengutamakan faktor ekonomi, khususnya adalah pertumbuhan ekonomi tanpa
memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Oleh karena itu, meskipun pertumbuhan
ekonomi di negara ini dikatakan semakin maju, namun pada kenyataannya masih
banyak masyarakat miskin (terutama pada kelompok perempuan warga miskin).
Kenyataan menunjukkan bahwa hasil pembangunan belum secara merata dapat
dinikmati. Artinya, pembangunan belum memberi manfaat secara adil baik kepada
laki-laki maupun perempuan.
Strategi ekonomi rumah tangga miskin di pedesaan dalam menghadapi kondisi
kemiskinan mencakup upaya-upaya alokasi sumber daya khususnya tenaga kerja di
sektor produksi. Di sektor produksi, rumah tangga pedesaan di Indonesia menerapkan
pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi ekonomi. Dalam pola itu sejumlah
anggota rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sumber,
baik di sektor pertanian maupun luar pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri
maupun sebagai buruh. Bagi rumah tangga miskin, arti pola nafkah ganda itu
adalah strategi bertahan hidup dimana sektor luar pertanian merupakan sumber
nafkah penting untuk menutupi kekurangan dari sektor pertanian (Pujiwulansari :
2011).
Para ibu dari keluarga-keluarga yang berpenghasilan rendah
umumnya melakukan peran ganda karena tuntutan kebutuhan hidup bagi keluarga,
meskipun suami berkewajiban sebagai pencari nafkah yang utama dalam keluarga.
Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi istri untuk bekerja sebagai penambah
penghasilan keluarga.
Dalam upaya mencapai hidup sejahtera, perempuan setiap hari
berusaha agar segenap perannya baik sebagai ibu rumah tangga maupun pencari
nafkah sebagai pekerja di sektor informal. Untuk itu mereka mengatur waktu sedemikian
rupa sehingga semua peran yang disandangnya dapat dilaksanakan dengan seimbang.
Kendati demikian pasti ada kendala yang akan dialami dalam melaksanakan peran
gandanya tersebut, salah satu masalah penting jika wanita memasuki sektor
publik atau bekerja diluar rumah tangga adalah pembinaan keluarga akan
terbengkalai dan terabaikan. Karena itu, meskipun wanita diperbolehkan untuk
bekerja disektor publik, dia tidak boleh menelantarkan sektor domestik dan
pengasuhan anak-anaknya.
Salah
satu contoh masuknya perempuan dalam dunia kerja di sektor informal dengan
tujuan untuk menambah penghasilan keluarga adalah perempuan-perempuan yang
bertempat tinggal di Desa Biring Ere,
Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep yang bekerja sebagai pengumpul
semen buangan.
Desa Biring Ere
merupakan salah satu desa yang lokasinya berdekatan dengan lokasi pabrik
industri Semen Tonasa. Pabrik Tonasa adalah produsen semen terbesar di kawasan
timur Indonesia yang menempati lahan seluas 715 hektar di desa Biring Ere,
Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, sekitar 68
kilometer dari kota Makassar. PT Semen Tonasa yang memiliki kapasitas
terpasang 3.480.000 metrik ton semen pertahun ini mempunyai 3 unit pabrik yaitu Tonasa II,III,
dan IV. Ketiga unit pabrik tersebut menggunakan proses kering dengan kapasitas
masing-masing 590.000 ton semen per tahun untuk unit II dan III serta 2.300.000
ton semen per tahun untuk unit IV.
Semen Tonasa yang beroperasi resmi sejak tahun 1968 tumbuh berkembang
dengan dukungan 7 unit pengantongan semen yang melengkapi saran distribusi
penjualan ke wilayah utama pemasaran di kawasan timur Indonesia. Unit
pengantongan semen tersebut berlokasi di Makassar, Bitung, Palu, Banjarmasin,
Bali, dan Ambon dengan kapasitas masing-masing 300.000 ton semen pertahun kecuali
Makassar, Samarinda dan Bali dengan kapasitas 600.000 ton semen pertahun dan
Palu dengan kapasitas 175.000 ton semen pertahun. Sarana pendukung operasi
lainnya yang berkontribusi besar terhadap pencapaian laba perusahaan adalah
unit pembangkit listrik tenaga uap atau Boiler Turbin Generator (BTG) Power
Plant dengan kapasitas 2 X 25 MW yang berlokasi dekat dengan pabrik di desa
Biringkassi, Kabupaten Pangkep, sekitar 17 km dari lokasi pabrik.
Lahan tempat ibu-ibu mengumpulkan semen buangan dari pabrik berjarak 1km
dari desa tersebut. Namun, ibu-ibu yang mengambil semen buangan sebenarnya
melakukan pekerjaannya dengan sembunyi-sembunyi sebab lokasi tersebut masih
berada di dalam lokasi pabrik. Tidak jarang dari mereka ada yang kedapatan oleh
satpam perusahaan sehingga mereka harus lari tunggang langgang mencari tempat
persembunyian agar tidak ditangkap. Namun, mereka tidak jera melakukan
pekerjaan itu sebab itulah salah satu cara yang dapat mereka lakukan untuk
dapat membantu suami untuk menambah penghasilan keluarga. Mereka biasanya
berangkat pada pukul 7 atau 9 pagi setelah menyelesaikan pekerjaan utamanya
sebagai ibu rumah tangga. Biasanya mereka dapat mengumpulkan sedikitnya satu
atau dua karung semen buangan tapi hasil itu tidak selalu sama tiap waktu bergantung
dari berapa banyak semen yang dibuang.
Melihat adanya fenomena sosial ini
maka penulis memutuskan untuk meneliti lebih jauh tentang “Profil Sosial Ekonomi Perempuan
Pengumpul Semen Buangan Di Desa Biring Ere, Kabupten Pangkep”
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar