Pemilihan jodoh adalah hal yang sangat penting dalam
perkawinan karena pada dasarnya proses pemilihan jodoh tergantung dari sistem
yang dianut oleh masyarakat yang berbeda-beda dari masyarakat ke masyarakat
lainnya untuk membentuk suatu keluarga.
Para sosiolog berpendapat bahwa asal-usul pengelompokan keluarga bermula
dari peristiwa perjodohan atau perkawinan. Keluarga adalah suatu kelompok yang
terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau
adopsi serta tinggal bersama. Dan setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota
keluarga yang ada di dalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan
yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi
keluarga, jadi fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus
dilakukan di dalam atau di luar keluarga.
Selain fungsi keluarga adapula sistem keluarga, yang
dimaksud sistem keluarga di sini meliputi proses pembentukan keluarga (sistem
pelamaran dan perkawinan), membina kehidupan dalam keluarga (hak dan kewajiban
suami, istri, dan anak), pendidikan dan pengasuhan anak, putusnya hubungan
keluarga (perceraian).
Perjodohan merupakan hal yang penting, karena dengan
sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara
sosial biologis, psikologis maupun secara sosial.
Demikian pula pengaruh
keluarga sangat penting bagi kehidupan sosial, bukan saja sebagai wadah
hubungan suami istri atau anak-anak maupun orang tua, juga sebagai rangkaian
tali hubungan antara jaringan sosial, anggota-anggota keluarga serta jaringan
yang lebih besar lagi, yaitu masyarakat, oleh karena itu masyarakat juga
menaruh perhatian pada masalah itu menyangkut perpaduan suatu keluarga yang
akan menikah dihubungan dengan jarigan-jarigan lain yang lebih jauh terkait,
kedua keluarga itu menpunyai kedudukan dalam sistem pelapisan yang semuanya
tergantung pada siapa, perkawinan keduanya adalah petunjuk terbaik bahwa garis
keturunan kelurga yang satu akan memandang yang lainnya, secara sosial dan
ekonomi. Oleh karena itu suatu perkawinan menimbulkan berbagai macam akibat
juga melibatkan anak keluarga termasuk suami istri itu sendiri.
Selain itu manusia adalah mahkluk
sosial yang selama hidupnya banyak berinteraksi dengan orang lain dari pada menyendiri
karena kodratnya manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan dengan kodrat
keterbatasan itu manusia mempunyai naluri yang kuat untuk saling membutuhkan
sesamanya dan saling mengisi, melengkapi dan menyempurnakan keterbatasan
tersebut manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dan berinteraksi antara
manusia yang satu dengan manusia lainnya, maka dari itu adanya hubungan saling
tergantung dengan sesamanya ini di sebabkan kerana adanya interaksi sosial yang
merupakan proses sosial, dan syarat-syarat yang utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial, maka dari interaksi sosial tersebut lahirlah
reaksi-reaksi sosial sebagai akibat adanya hubungan-hubungan yang terjadi dan dari reaksi-reaksi itu
mengakibatkan bertambah luasnya sikap dan tindakan seseorang (Soerjono
Soekanto, 1999: 114).
Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang
perjodohan atau perkawinan, mendefinisikan perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa (Handayani, 2005:41). Dan pernikahan yang ideal untuk perempuan
adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia seperti ini
secara fisik maupun mental sudah mampu atau sudah ada kesiapan memikul tanggung
jawab sebagai suami isteri dalam rumah tangga.
Untuk itu dalam melangsungkan suatu perjodohan maka
perlu mempunyai persiapan dan kematangan baik secara biologis, psikologis
maupun sosial ekonomi. Namun masih ada
sebagian masyarakat di Desa paria
Kecamatan duampanua Kabupaten pinrang yang melangsungkan perjodohan yang
dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka, yaitu
sebagai berikut :
a.
Faktor ekonomi
Perjodohan ini terjadi karena keadaan keluarga yang
hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak
wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
b.
Faktor kemauan
sendiri
Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah
saling mencintai dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau
media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau
kekasih terpengaruh untuk melakukan perjodohan di usia muda untuk melangsunkan
sebuah ikatan yaitu perkawinan.
c.
Faktor
pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang
tua, anak dan masyarakat, akan pentingnya pendidikan serta kurangnya
pengetahuaan akan makna dan tujuaan sebuah perjodohan sehingga menyebabkan
adanya kecenderungan mengawinkan anaknya.
d.
Faktor keluarga
Biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya
untuk berjodoh dengan kelurganya atau kerabat yang sangat dikenalnya untuk
melangsungkan sebuah perkawian
secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan
perkawinan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal yang tidak di inginkan
karena anak laki-laki atau perempuannya berpacaran yang sangat lengket sehingga
segera mengawinkan anaknya. Hal ini merupakan hal yang sudah biasa atau turun-temurun.
Sebuah keluarga yang mempunyai anak
tidak akan merasa tenang sebelum anak tersebut menikah.
Dalam
proses pemilihan jodoh yang saling berkaitan adalah keluarga calon pengantin.
Kedua jaringan keluarga yang akan menikah di hubungkan, oleh karena itu juga
jaringan-jaringan lain yang lebih jauh menyangkut kedua keluarga yang akan
menikah dengan siapa karena kedua keluarga itu saling membandingkan. Dimana
ukurannya adalah kira-kira sama. Baik secara ekonomi ataupun secara sosial.
Cara
pemilihan jodoh dapat di ketahui melalui cara tawar – menawar yang telah
dikenal dalam sejarah perkawinan itu sendiri. Perkawinan di maksudkan untuk
mempererat hubungan keluarga, lebih lagi kedua individu tersebut keluarga
memikirkan bahwa perkawinan itu suatu yang baik dan tujuannya bermanfaat bagi
kedua belah pihak maupun dari segi-segi lainnya yang berhubungan dengan tujuan
perkawinan. Seperti terpenting dalam perjanjian perkawinan oleh karena itu
dapat dipastikan bahwa semua system pemilihan jodoh anak menunjukan kepada
pernikahan homogeny sebagai hasil dari tawar – menawar.
Artinya
keluarga – keluarga yang kaya memandang dia sebagai calon menantu yang baik
bagi anak laki-laki mereka, sebaliknya begitu juga jika keluarga yang
kedudukannya lebih tinggi atau berkuasa. Keluarga-keluarga lainnya pada tingkat
itu memandang hal itu cocok. Dan keluarga tidak perlu mengikat diri dengan
keluarga yang serasi. Dengan kata lain seperti yang disebut oleh William
J.Goode dalam bukunya : “Sosiologi Keluarga” dan memberi contoh orang tak
berkerabat dan miskin boleh saja menginginkan istri dengan kepribadian tinggi,
tetapi tak dapat menawarkan sesuatu yang cukup untuk menarik, baik gadis maupun
keluarganya agar menilai dia, karena mereka saja dapat mencari suami dengan
kualitas yang baik.
Meskipun disadari, perjodohan adalah hubungan yang permanen
antara laki-laki dan perempuan yang diikuti oleh masyarakat yang bersangkutan
berdsarkan atas peraturan perjodohan yang berlaku dalam Suatu perkawinan untuk
mewujudkan adanya keluarga dan memberikan adanya keabsahan atas status kelahiran
anak-anak mereka. Perjodohan tidak hanya mewujudkan adanya hubungan antara
mereka yang jodoh saja tetapi juga melibatkan hubungan-hubungan di antara
kerabat-kerabat dari masing-masing pasangan tersebut.
Perjodohan anak merupakan suatu
peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup
seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan
perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek
fisik, mental, dan sosial ekonomi. Perjodohan akan membentuk suatu perkawinan
atau ikatan keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar
utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara.
Tetapi pada masyarakat tertentu masalah pemilihan jodoh dan
perkawinan ini sangat sering dikaitkan dengan masalah agama, keyakinan
tertentu, adat istiadat tatacara dan kebudayaan tertentu, dan sebagainya.
Adapun proses pegaturan perkawinan menunjukkan lingkup kemunkinan yang menarik.
Beberapa masyarakat mengikuti suatu peraturan tertentu dimana dua anak dari
kelurga yang berbeda telah ditentukan oleh kerabatnya menjadi pasangan suami
istri, sehingga pilihan-pilihan pribadi menjadi tidak perlu lagi. orang tua
berhak mengatur perkawinan atau tanpa mempertimbangkan keinginan pasangan.
Khususnya didesa paria kecematan duampanua kabupaten pinrang, dimana
penduduknya sangat heterogen maka masalah pemilihan jodoh dan perkawinan ini
sangat menjadi kompleks.
Hal ini disebabkan karena bagaimanapun juga, suku bangsa
menpunyai khas sendiri dalam menpertahankan adat dan keluarga. Oleh karena itu
dirasa perlu adanya pelestarian norma lama atau hukum adat.
Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang Sistem Perjodohan Anak di Desa Paria
Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang Untuk itu penulis memperkecil ruang
lingkup penelitian terbatas pada lingkungan masyarakat yang bertempat tinggal
di desa paria kecamatan duampanua kabupaten pinrang
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar