Pada hakikatnya setiap negara di
dunia tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya secara sendiri. Layaknya manusia
yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya bantuan dari orang
lain, begitu pula dengan negara membutuhkan negara lain untuk bisa bertahan. Khususnya menyangkut kebutuhan ekonomi,
negara sangat membutuhkan bantuan negara lain. Oleh karena itu, dibutuhkan
interaksi diantara negara berupa perdagangan internasional. Hal tersebut
disebabkan karena perbedaan kapasitas dan kuantitias sumber daya alam yang
dimiliki setiap negara, perbedaan kemampuan sumber manusia dalam mengelolah
sumber daya alam yang dimiliki, perbedaan penguasaan teknologi dan modal dan adanya
kelebihan produk dalam negeri.
Perdagangan
internasional yang dulunya dilakukan secara tradisional dan terbatas, sekarang
telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Awalnya perdagangan internasional
hanya melibatkan negara-negara kolonial dari Eropa, seperti: Inggris, Belanda,
Portugis dan Spanyol dengan negara jajahannya. Perdagangan saat witu cenderung
di dominasi oleh negara-negara tersebut. Meskipun, pada ada saat itu
perdagangan internasional sudah mulai
ada dan di pelopori oleh kelompok-kelompok pedagang pribumi dari tetapi, hanya
dalam jumlah sedikit dan bersifat tradisional.
Berbeda
dengan aktivitas perdagangan internasional saat ini. Kemajuan teknologi
khususnya transportasi dan komunikasi telah mendorong semakin tingginya intensitas
perdagangan internasional dan melibatkan banyak komponen dalam suatu negara.
Aliran barang semakin tidak bisa dibendung dengan dilakukannya perjanjian
perdagangan bebas. Perjanjian tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mengurangi
hambatan-hambatan dalam perdagangan berupa tarif, quota, larangan impor,
damping dan berbagai bentuk kebijakan proteksi ekonomi. Tidak hanya itu,
perjanjian ini juga dimaksudkan untuk mempererat hubungan kerjasama diantara kedua
pihak yang terlibat di dalamnya yang turut menentukan hubungan kedua pihak di
masa depan.
Sampai
saat ini, perdagangan bebas merupakan issue
yang kontroversial khususya di negara-negara berkembang. Satu sisi, perdagangan
bebas dianggap akan meningkatkan standar hidup melalui teori keuntungan
komparatif dan ekonomi skala besar. Secara teoritis, perdagangan bebas dapat
menciptakan pasar persaingan sempurna. Perdagangan bebas juga dianggap
mendorong negara-negara untuk bergantung satu sama lain, yang berarti
memperkecil kemungkinan perang. Serupa dengan Thomas Fridmen yang mengemukakan
teorinya mengenai perdamaian internasional (golden
arches) bahwa tidak ada negara yang sama-sama memiliki restoran McDonald’s
pernah saling berperang.[1] Sedangkan di sisi lain,
perdagangan bebas dianggap merugikan negara maju karena menyebabkan pekerjaan
dari negara maju berpindah ke negara lain dan juga menimbulkan perlombaan
serendah mungkin yang menyebabkan standar hidup dan keamanan yang lebih rendah.
Sebagian lain berpendapat bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju
untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal, dan juga
membatasi standar kerja dan standar sosial.
Meskipun
implementasi perdagangan bebas mendapat tentangan dari banyak pihak namun,
dengan globalisasi di berbagai bidang, hampir tidak ada celah bagi negara untuk
menghindari perdagangan bebas. Mengingat perkembangan ekonomi dunia yang
semakin interdependent dan global memberikan konsekuensi
meningkatkan arus perdagangan barang dan uang antar negara. Terlebih lagi jika
negara ingin memperluas pangsa pasarnya. Hal tersebut terbukti bahwa semakin
banyak perjanjian perdagangan bebas yang telah dilakukan baik secara bilateral
maupun regional. Tercatat sebanyak 221 perjanjian perdagangan bebas telah
disepakati sejak tahun 1991sampai 2010.[2] Jumlah tersebut naik
sebanyak 152 perjanjian dari tahun 2002, yang hanya berjumlah 69 perjanjian.
Jumlah perjanjian bilateral dan regional meningkat dikarenakan keduanya
merupakan opsi terbaik kedua bagi FTA setelah perjanjian multilateral. Hal ini
disebabkan karena implementasi dari perjanjian multilateral sulit untuk
sepenuhnya diterapkan, banyak negara lebih memilih perjanjian bilateral dan
regional untuk memperluas perdagangan dan memperkuat hubungan ekonomi dengan
negara lain.
Negara-negara
Asia Tenggara dalam kerangka ASEAN
merupakan salah satu organisasi regional yang aktif melakukan kerjasama
perdagangan bebas dengan negara ataupun kawasan lain. Meskipun didominasi oleh
negara-negara berkembang namun, ASEAN menyadari akan integrasi ekonomi yang
tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, ASEAN berupaya melakukan kerjasama
dengan berbagai pihak. Tercatat hingga saat ini ASEAN memiliki tujuh perjanjian
perdagangan bebas yang telah berjalan diantaranya, ASEAN Free Trade Area; ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement; ASEAN-India
Regional Trade and Investment Area; ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership; ASEAN-Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement; Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement dan ASEAN
- China Comprehensive Economic
Cooperation Agreement. Selain itu, ASEAN-EU Free Trade Agreement masih dalam
tahapan negaosiasi, sedangkan Comprehensive
Economic Partnership for East Asia (CEPEA/ASEAN+6) dan East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) telah diajukan (dalam tahapan
konsultasi dan studi lanjut). [3]
Penelitian
ini akan fokus dalam menganalisis perjanjian ASEAN- India Free Trade Area Agreement dan pengaruhnya terhadap perekonomian
Indonesia khusunya Industri domestik Indonesia. Hubungan kerjasma ASEAN-India
diawali dengan dialog sektoral pada tahun 1992 kemudian India mendapat status
sebagai mitra wicara penuh pada bulan Desember 1995. Pada KTT di Phnom Penh
tahun 2002 status kemitraan ASEAN-India ditingkatkan menjadi mitra Wicara ASEAN
di tingkat kepala negara. Akhir kedua pihak sepakat untuk menenadatangani Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation Between the the Republic of India and ASEAN yang dilakukan pada pertemuan
ke-2 ASEAN-India tahun 2003.[4] Selanjutnya pada pertemuan
ke 21 ASEAN-India Trade Negotiation
Committee (AI-TNC) di Manila 20-22 Oktober 2008 berhasil diselesaikan
beberapa isu terkait negosiasi AIFTA di sektor barang seperti draft perjanjian,
Rules of Origin, Product Specific Rules,
Dispute Settlement Mechanism, Protokol Persetujuan Kerangka Kerjasama Ekonomi
ASEAN-India dan legal scrubbing.[5] Setelah mengalami beberapa
kali penundaan karena ketidaksiapan secara teknis, akhirnya perdagangan bebas
dengan India mulai diimplementasikan sejak 1 Oktober 2010. Perjanjian ini
sebelumnya sudah diimplementasikan empat negara sejak 1 Januari 2010 yaitu
Brunei Darussalam, Malaysia. Thailand, Singapura dan India. Kemudian menyusul
Vietnam dan Myanmar memberlakukan kesepakatan tersebut pada 1 Juni 2010.[6]
Menjadi
suatu hal yang penting bagi ASEAN untuk menjalin kerjasama dengan India
khususnya di bidang ekonomi terkait dengan Free
Trade Area. Hal ini mengingat munculnya india sebagai kekuatan baru di Asia
dan dunia dalam berbagai bidang khususnya di sektor ekonomi. Tercatat India
merupakan kekuataan ekonomi nomor tiga terbesar di Asia, saat ini yang memiliki
industri otomotif maju. India telah melakukan penetrasi pasar berbagai belahan
dunia dan juga menanam investasi, dengan mendirikan pabrik perakitan termasuk
di sejumlah negara Asia Tenggara.[7] Diproyeksikan perekonomian
India akan terus mengalami peningkatan. Selain itu pengaruh India di ASEAN
semakin terlihat pada sektor ekonomi dengan masuknya India sebagai mitra dagang
ketujuh terbesar. Dari sisi investasi, FDI dari India ke ASEAN pada tahun 2007
mencatat nilai USD 641 juta—tertinggi sejak tahun 2000. Adanya iklim usaha
positif antara kedua pihak yang ditandai dengan peningkatan perdagangan yang
cukup fantastis misalnya pada tahun 2005 s/d tahun 2007 rata-rata sebesar 28%
per tahun, ekspor ASEAN ke India antara 2005-2007 juga meningkat sebesar 31%
merupakan peningkatan terbesar yang dialami ASEAN dengan mitra dagangnya.[8] Saat ini India merupakan
pangsa pasar yang cukup besar dengan jumlah penduduk sekitar 1,8 milliar dengan
tipe masyarakat yang konsumptif. Dengan pertimbangan ekonomi seperti diatas,
maka sangat besar kemungkinan perekonomian India akan sangat mempengaruhi
ekonomi negara-negara di ASEAN khususya dimasa depan.
Hal
yang terpenting dari kerjasama ini yakni mengantisipasi munculnya India sebagai
negara super power di masa depan.
Melihat kondisi India secara keseluruhan dalam berbagai aspek, bukan tidak
mungkin India akan mampu mensejajarkan diri dengan China, Jepan, Australia
bahkan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Jika, India berhasil menempatkan diri
dengan negara-negara tersebut, maka sedikit banyak politik dan kebijkan luar
negeri negara-negara di kawasan Asia Pasifik akan berkiblat ke India. Dengan
adanya kerjasama yang sebelumnya sudah terjalin, maka dapat dijadikan jembatan
untuk memaksimalkan tercapainya kepentingan regional ASEAN dan nasional negara
anggotanya.
Menurut penulis, Indonesia secara khusus
sangat berkepentingan atas terlaksananya perjanjian perdagangan bebas ini. Perjanjian ini merupakan salah satu
perjanjian yang sangat prospektif. Beberapa hal yang menjadikan perjanjian ini
penting bagi Indonesia yakni: perdagangan India-Indonesia terus mengalami
peningkatan dibandingkan dengan perdagangan indonesia dengan chile, Australia
dalam kerangka kerjaasama Free Trade Area
dan Indonesia masih mengalami defisit perdagangan US$ 61 juta dengan China; India
pun kini menjadi negara ke empat terbesar tujuan ekspor Indonesia di bawah
China, Jepang dan AS.[9] Ekspor Indonesia ke India
terbilang fantastis, setidaknya terjadi kenaikan US$ 357,2 juta dalam tempo
satu bulan.[10]
Perdagangan bilateral meningkat tajam, dari US$ 2,8 miliar di tahun 2005
menjadi US$ 4,9 miliar di tahun 2007, atau meningkat 28,8%.[11] Dengan adanya Kerjasama ASEAN- India Free Trade Area dapat
dijadikan sebagai wadah bagi Indonesia dalam meningkatkan jumlah ekspornya ke
India.
Selain
itu point penting dari kerjasama ASEAN-India ini yakni setidaknya kerjasama ini
dapat menjadi balancer atas pengaruh
negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan China yang
terlebih dahulu masuk melalui beberapa kesepakatan. Saat ini, pasar Indonesia
yang sudah didominasi oleh produk China setelah adanya kesepakatan pemberlakuan
ASEAN- China Free Trade Area pada 1
Januari 2010 lalu. Amerika yang diwakili oleh perusahaan raksasa atau Multi National Coorporation-nya seperti
PT. Freeport, Exxon Mobil, Shell, Chevron Indonesia Company, PT Chevron Oil
Products Indonesia, PT Ford Motor Indonesia, PT McDermott Indonesia, PT Newmont
Nusa Tenggara dan PT Dowell Anadrill Schlumberger. Sedangkan Uni Eropa dengan
juga hadir dengan cara yang sama dengan Amerika Serikat. Selain itu, dengan
kerjasama dibidang ekonomi ini, kedua negara dapat menjadi jembatan untuk
memperluas kerjasama di bidang yang lain. India juga salah satu negara Asia
yang tergabung dalam kelompok G-20, menunjukkan peningkatan perannya sebagai
mitra dagang Indonesia yang penting.
Perekonomian
India Setelah melakukan liberalisasi pada tahun 1991 terus mengalami
peningkatan. Hal tersebut terbukti dengan signifikansi pertumbuhan Produk
Domestik Bruto dari tahun 2000 sebesar 4.44% meningkat menjadi 9,1% di tahun
2006.[12] India juga memiliki rekor
ekonomi dengan pertumbuhan tercepat sekitar 8% pada 2003. Bahkan India berhasil
mencatatkan dirinya sebagai negara dengan pendapatan terbesar kedua di dunia
setelah China pada tahun 2007 mencapai 9,2%.[13] India juga merupakan
salah satu negara yang fokus pada pengembangan teknologi seperti software dan
hardware yang mulai mendominasi di pasar dunia. Secara umum perekonomian India
diprediksikan akan terus mengalami pertumbuhan mengingat banyaknya faktor
pendorong seperti merupakan salah satu tujuan favorit para investor asing
dengan dukungan Sumber Daya Manusia.
Melihat
pesatnya pertumbuhan ekonomi India ini turut meningkatkan standard dan
kompetisi produk-produk ekspor yang hendak masuk ke negara tersebut tak
terkecuali produk asal Indonesia. Beberapa komoditas ekspor utama Indonesia ke
negara Gajah tersebut yakni kelapa sawit utamaya Crued Palm Oil (CPO) dan bahan-bahan tambang. Kedua komoditi
tersebut merupakan produk andalan Indonesia yang juga turut menjadi penyumbang
devisa terbesar di sektor migas dan non-migas.
Indonesia
terkenal sebagai salah satu negara produsen CPO terbesar di dunia bersama
Malaysia. CPO merupakan salah satu jenis dari produk kelapa sawit. Beberapa
produk kelapa sawit pada dasarnya hanya dua yakni Crued Palm Oil (CPO), dan minyak inti. Keduanya kemudian
dikembangkan yang kemudian menghasilkan beberapa produk turunan seperti Palm oil, RBD palm oil, crude palm stearin, palm
kernel dan Palm oil mill . Akan
tetapi, dalam perkembangannya CPO merupakan jenis yang paling banyak di
produksi dan berpengaruh terhadap perkembangan Industri kelapa sawit secara
umum.
Dengan
pertimbangan tersebut, penulis akan lebih memfokuskan penelitian ini kepada
produk industri kelapa sawit produk CPO. Pada tahun Indonesia telah menjadi
negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 16 juta
ton. Sementara negara tetangga kita Malaysia yang selama ini berada pada posisi
pertama, saat ini berada pada posisi kedua dengan total produksi sebesar 15.8
juta ton.[14]
Satu hal yang menarik dari data ini
adalah, ternyata Indonesia mampu menjadi negara penghasil CPO nomor satu
(terbesar) di dunia empat tahun lebih cepat dari prediksi sebelumnya, di mana
Indonesia diperkirakan baru akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia pada
tahun 2010.[15]
Dengan
berlakunya AIFTA, maka produk industri kelapa sawit Indonesia seperti Crued Palm Oil (CPO) harus bersaing
dengan produk kelapa sawit asal Malaysia, Thailand, Ekuador, Kolombia, Papua
Nugini dan negara eksportir lainnya. Apabila Indonesia tidak bisa
mempertahankan bargaining positionnya, maka India akan beralih mengimpor CPO
dari negara lainnya terutama dari Malaysia. Padahal industri minyak sawit
merupakan kontributor penting dalam perekonomian di Indonesia. Pada 2008,
Indonesia memproduksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit. Industri ini juga
berkontribusi dalam pembangunan daerah, sebagai sumber daya penting untuk
pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian dan pemrosesan selanjutnya.
Produksi minyak sawit menjadi jenis pendapatan yang dapat diandalkan oleh
banyak penduduk miskin pedesaan di Indonesia. Sektor produksi kelapa sawit di
Indonesia dapat menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 6 juta orang dan
mengentaskan mereka dari kemiskinan. Lebih dari 6,6 juta ton minyak sawit
dihasilkan oleh petani kecil yang memiliki lebih dari 41 persen dari total
perkebunan kelapa sawit.[16]
Banyak
prestasi yang telah berhasil dicapai pada industri kelapa sawit banyak
diragukan oleh banyak pihak akan bertahan di masa perdagangan bebas ini.
Mengingat ada kecenderungan Indonesia seringkali dirugikan karena kurangnya
kesiapan menghadapi kerjasama Free Trade Area. Khusunya dengan India
yang notabenenya menjadi negara yang saat ini mengalami peningkatan pesat dalam
perekonomiaanya.
Melihat
hasil dari berbagai perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan Indonesia
salah satunya ASEAN- China Free Trade Area yang banyak mempengaruhi dan merugikan
perekonomian Indonesia khususnya industri domestik. Kemudian bagaimana dengan
Free Trade Area Agreement ASEAN- India yang melibatkan Indonesia. Fenomena
tersebut sangat menarik untuk di kaji lebih jauh. Hal ini mendorong penulis
untuk melakukan penelitian dengan judul; ANALISIS
KERJASAMA FREE TRADE AREA ASEAN-INDIA DAN PENGARUHNYA TERHADAP INDUSTRI
DOMESTIK INDONESIA (Studi Kasus: Industri Kelapa Sawit)
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar