BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan
dirinya, sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam
Undang-Undang system pendidikan nasional tahun 2003 (bab 1 pasal 1) disebutkan
bahwa:
Pendidikan
adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian
diri kecerdasan, akhlaq mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.[1]
Sedangkan
menurut Langevald dalam
Binti Maunah:
Pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada
kedewasaan anak itu, atau lebih tepat dapat membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa
(atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup
sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.[2]
Inti dari
proses pendidikan adalah pembelajaran yang merupakan suatu proses
belajar-mengajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang berbeda, namun
antara keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi.
Belajar merupakan merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat
suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan,sikap dan
keterampilan.[3] Mengajar itu merupakan
penyampaian pengetahuan dan kebudayaan kepada siswa.[4] Definisi lain dari mengajar adalah adalah
usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan
sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan,
termasuk guru, alat pelajaran, dan sebagainya yang disebut proses belajar,
sehingga tercapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan.[5]
Sedangkan Pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek
didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi
secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.[6] Pembelajaran dapat dipandang
dari dua sudut, pertama pembelajaran
dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen
yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran,materi pembelajaran,
strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran
(remidial dan pengayaan). Kedua, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses,
maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka
membuat siswa belajar. Proses tersebut antara lain meliputi: Persiapan,
Pelaksanaan, danmenindaklanjuti pembelajaran yang dikelola.[7]
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa
komponen-komponen dalam suatu pembelajaran sangatlah penting dalam kelangsungan
proses belajar mengajar. Dalam dunia pendidikan harus diakui bahwa sekarang ini
masih diselimuti aneka problematika yang berhubungan dengan komponen-komponen
tersebut.
Salah satu Problematika yang dihadapi dunia pendidikan di negara kita adalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong
untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya. Proses pembelajaran di kelas
kebanyakan di arahkan pada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak anak
dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.[8] Proses pembelajaran yang
seperti itu akan membuat siswa cepat bosan dalam mengikuti
pembelajaran di kelas. Mereka sering tidak memperhatikan pelajaran bahkan
mereka terkadang malah bermain atau berbicara dengan teman ketika proses
pembelajaran sedang berlangsung sehingga kelas menjadi gaduh dan pelajaran yang disampaikan oleh guru
menjadi tidak efektif.
Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan adanya pembaharuan dalam proses pembelajaran.
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu
proses
interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan
pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar
merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar
penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai
sentral pembelajaran.
Sebagai
pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang
mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru
harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebih efektif juga menarik
sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan
merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.
Guru
mempunyai peran penting dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional. Bagi
bangsa Indonesia tujuan pendidikan yang
ingin dicapai melalui proses dan sistem
pendidikan nasional ialah sebagaimana yang telah dituangkan dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional N0. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa:
Tujuan
pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang brtakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki hati yang mantap dan mandiri serta tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[9]
Setiap akan mengajar, guru harus
membuat persiapan mengajar. Karena itu, guru harus memahami tentang tujuan
pengajaran, cara merumuskan tujuan mengajar, secara khusus memilih dan
menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal
ini guru harus mampu menciptakan pengajaran yang menarik agar siswa tidak cepat
bosan terhadap suatu pelajaran dan mampu menumbuhkan motivasi belajar dan
meningkatkan konsentrasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk
selalu dapat menemukan inovasi-inovasi baru agar pembelajaran dapat berlangsung
dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.
Beberapa indikator bagi
keberhasilan belajar adalah adanya situasi yang menggairahkan dan menyenangkan.
Dengan adanya situasi semacam ini siswa tidak hanya menunggu apa yang
disampaikan oleh guru tetapi mereka akan cenderung berpartisipasi secara aktif.[10] Guru
harus dapat mengelola kelas dengan baik termasuk di dalamnya harus memiliki
strategi pembelajaran yang tepat.
Agar belajar
menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus
menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang
mereka pelajari. Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu
mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan, dan membahasnya dengan orang lain.
Bukan cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu
dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan
keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau
harus mereka dapatkan.
Agar pembelajaran suatu mata
pelajaran dapat bermakna bagi siswa, guru harus mengetahui tentang objek yang
akan diajarnya sehingga dapat mengajarkan materi tersebut dengan penuh dinamika
dan inovasi. Demikian hal nya dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
di Madarasah Ibtidaiyah. Guru MI perlu memahami hakekat pembelajaran IPA.
Mata pelajaran IPA adalah pelajaran yang banyak
membutuhkan hafalan serta pembuktian secara kongkrit dalam kehidupan nyata.
Jadi dalam mengajarkan pelajaran IPA, guru dituntut untuk bisa membantu siswa
agar dapat memahami suatu materi pelajaran dengan cara memperlihatkan atau
mempraktekkan secara langsung kejadian atau hal-hal yang terdapat dalam materi
tersebut.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsiop saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan.[11]
Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang
fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran
IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Pembelajaran IPA di Madrasah
Ibtidaiyah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu pembelajaran IPA
menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung.
Berdasarkan observasi pendahuluan
terhadap siswa MI Podorejo Sumbergempol Tulungagung, terdapat beberapa kendala
yang dihadapi dalam proses pembelajaran IPA, salah satunya adalah kurangnya
pemahaman siswa terhadap materi-materi yang diajarkan oleh guru. Kondisi
tersebut disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya yaitu: 1) Siswa kurang
memperhatikan materi yang disampaikan karena munculkan rasa bosan dengan model
pembelajaran yang monoton yaitu lebih banyak didominasi oleh guru,sehingga
siswa menjadi kurang aktif dan hasil belajar menjadi relatif rendah. 2) Cara
mengajar guru membosankan, kurang menarik, 3) Dalam proses belajar mengajar
selama ini hanya sebatas pada upaya menjadikan anak mampu dan terampil
mengerjakan soal-soal yang ada sehingga pembelajaran yang berlangsung kurang
bermakna dan terasa membosankan bagi siswa. Hal ini apabila dibiarkan terus
menerus akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran seperti yang
diharapkan.
Agar
pembelajaran IPA di MI lebih
bermakna bagi siswa sehingga mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut
dalam kehidupan sehari-hari, maka guru harus mampu memilih metode pembelajaran
yang tepat agar siswa dapat aktif mengikuti pembelajaran dengan baik yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga lebih bermakna.
Salah satu
metode yang dapat diterapkan dalam melibatkan siswa secara aktif guna menunjang
kelancaran proses belajar mengajar adalah dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif. Karena dengan pembelajaran
kooperatif terjadi interaksi antara siswa yang satu dengan yang lain. Siswa
lebih berani mengungkapkan pendapat atau bertanya dengan siswa lain sehingga
dapat melatih mental siswa untuk belajar bersama dan berdampingan, menekan
kepentingan individu dan mengutamakan kepentingan kelompok. Karena dalam
pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Adapun salah satu dari beberapa
model pembelajaran kooperatif adalah jigsaw (Model Tim Ahli) yang dikembangkan
oleh Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, dan Snapp yang dikutip oleh Kokom
Komalasari. Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang
besar menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Selanjutnya guru membagi
siswa kedalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari beberapa siswa
sehingga setiap siswa bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap
komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari
masing-masing kelompok yang bertanggung jawab pada subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang
terdiri dari tiga atau empat siswa.[12]
Siswa siswa ini bekerja sama untuk
menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: (a) belajar dan menjadi ahli dalam
subtopik bagiannya, (b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya
kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke
kelompok masing-masing sebagai ahli dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi
penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya
juga bertindak serupa sehingga seluruh
siswa bertanggung jawab untuk
menunjukkan penguasaanya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru.
Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara
keseluruhan.[13]
Pelajaran IPA merupakan pelajaran
penting yang harus dikuasai oleh siswa Madrasah Ibtidaiyah, dikarenakan selain
sebagai materi yang diujikan pada Ujian Akhir Nasional juga sering ditemui
siswa dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan banyak hal diatas, peneliti
tertarik dan merasa perlu untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil
belajar IPA khususnya materi sumber daya alam. Adapun judul penelitian ini adalah “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan
Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV MI Podorejo
Sumbergempol Tulungagung”.
[1]
UU RI No. 20 Th. 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung:
Fokus Media, 2006), hal. 2
[2]
Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 4
[3]
Sunaryo, Strategi Belajar-Mengajar Ilmu
Pengetahuan Sosial, (Malang: IKIP Malang, 1989), hal. 1
[4]
Muhibbin Syah,
Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda karya, 1997 ), hal. 181
[5]
S. Nasution, Teknologi Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 43
[6]
Kokom Komalasari, Pembelajaran kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Revika Aditama, 2010), hal. 2
[7]
Ibid., hal. 3-4
[8]
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal. 1
[9]
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 7
[10]
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hal. 46
[11]
Sunaryo, dkk., Modul Pembelajaran
Inklusif Gender, (Jakarta: Lapis,
2010), hal. 537
[12]
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual...,
hal. 65
[13]
Ibid., hal. 65
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar