Efektifitas Metode Montessori dalam Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik tentang Materi Pecahan pada Kelas V MI Al-Huda Joho 2 Kalidawir (PMT-44)

BAB I

PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan guna membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu mengikuti arus perkembangan jaman yang semakin maju. Selain itu pendidikan merupakan salah satu sektor penting dan dominan dalam menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Oleh karena itu sektor pendidikan perlu mendapatkan perhatian khusus, terutama dalam hal perluasan atau pemerataan kesempatan belajar setiap warga negara disamping pendayagunaan seluruh unit sistemnya untuk mencapai kualitas hasil pendidikan yang diharapkan.

Perwujudan masyarakat berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh kreatif, mandiri dan profesional pada bidang masing–masing.[1]

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem Pendidikan Nasional. Yang dipandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif dan tidak mampu lagi memberikan bekal, serta tidak dapat mempersiapkan peserta didik untuk bersaing dengan bangsa–bangsa lain di dunia.

Perubahan ini berkaitan dengan kurikulum yang merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan merupakan pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Berbagai pihak menganalisa dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi (Competency Based Curiculum) yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan zaman dan tuntutan reformasi.[2]


Secara praktis dalam belajar, setiap individu berusaha terus menerus mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan baru yang diperluas untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan agar sukses dalam hidupnya. Dan usaha individu untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan dapat dilaksanakan disekolah, didalam keluarga maupun didalam masyarakat.

Matematika merupakan salah satu ilmu yang diajarkan di sekolah baik ditingkat pendidikan dasar maupun menengah yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena itu peningkatan pengajaran ilmu matematika disetiap jenjang pendidikan perlu ditingkatkan.

Dalam bidang studi matematika aturan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya saling berhubungan. Seperti diungkapkan Dienes bahwa “berfikir matematis berhubungan dengan struktur-struktur super yang secara tepat terbentuk dari apa yang sudah dibentuk sebelumnya”.[3] Maka, pemahaman suatu konsep dalam matematika akan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran pada konsep berikutnya.

Dilihat dari hakekatnya pada tingkat pendidikan dasar matematika itu abstrak yang jauh dari jangkauan kemampuan anak usia sekolah dasar terlebih lagi bagi anak yang duduk di kelas rendah, tetapi matematika itu perlu dipelajari sejak dari sekolah dasar di kelas rendah yang tahap berfikirnya intelektualnya masih terkait dengan benda konkrit sehingga proses berfikir masih sangat terbatas. Dengan demikian, matematika yang akan diajarkan ke anak sekolah dasar harus sesuai dengan kemampuan anak yaitu dengan mengkonkritkan konsep matematika yang abstrak tersebut.[4] Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat model atau media yang sesuai dengan materi ajar. Misalnya pada materi pecahan, seperti bilangan dapat digambarkan dengan lingkaran yang dibagi 2 dengan satu bagian diarsir. Dengan demikian peserta didik lebih mudah memahami makna , yaitu setengah lingkaran atau setengah dari sesuatu.

Berlakunya kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di dalam kelas ataupun di luar kelas).

Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih pusat pada murid (student centered) metodologi yang semula  lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori  dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semula perubahan tersebut dimaksutkan untuk merperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan.

Satu hal lagi bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai pembaharuan Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) tersebut juga menghendaki, bahwa suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep,teori dan fakta tapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis. Untuk itu, guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model yang sesuai yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

John Lock yang berpandangan bahwa anak-anak itu bagaikan kertas-kertas bersih. Orang dewasa bebas menggambari, mewarnai, menulis bahkan menyobek atau meremas-remas kertas itu. Anak juga dianggap sebagai botol kosong, orang dewasa berhak mengisi sepenuh-penuhnya, dengan sembarang isian sesuai dengan keinginan orang tersebut. Melihat situasi semacam ini, pastilah timbul pertanyaan dalam hati kita. Apakah kegiatan itu benar-benar telah sesuai dengan perkembangan psikologis anak ? apakah kegiatan dan tuntutan itu sungguh merupakan kebutuhan dan minat anak ?

Montessori, mengatakan bahwa ketika mendidik anak-anak, kita hendak bahwa mereka adalah individu-individu yang unik dan akan berkembang dengan kemampuan mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang dewasa dan guru adalah  memberi sarana dorongan belajar dan memfasilitasi ketika mereka telah siap untuk mempelajari sesuatu.

Metode pengajaran Montessori adalah salah satu metode pengajaran untuk anak sekolah dasar yang diciptakan oleh Maria Montessori. Sesuai dengan tahap berfikir anak, metode pengajaran Montessori senantiasa menggunakan materi-materi manipulasi untuk menyampaikan konsep-konsep dasar matematika.

Metode pengajaran Montessori pertama kali diperkenalkan oleh Maria Montessori yang lahir di Italia pada tahun 1870 dan metode ini sendiri mulai diajarkan Montessori setelah diangkat menjadi kepala sekolah pada tahun 1898. Metode ini merupakan pengajaran untuk anak sekolah dasar. Karena itu metode pengajaran Montessori dapat dilakukan oleh orang tua di rumah untuk membantu pengajaran anak. Tetapi tidak menutup kemungkinan metode ini digunakan disekolah untuk menyampaikan konsep-konsep yang sesuai.

 Pengajaran Montessori pada sembarang tingkatan senantiasa mengikuti prinsip-prinsip dasar observasi, kebebasan individu dan persiapan belajar dalam mata pelajaran matematika, metode pengajaran Montessori mengenalkan konsep-konsep dasar dengan menggunakan alat peraga. Materi-materi harus senantiasa dipergukan dengan tepat sebelum anak dibiarkan belajar sesuai dengan kecapatannya sendiri.

 Tujuan pembelajaran Montessori ini sendiri berbasis pada pengembangan seluruh potensi anak sejak dini hingga anak dapat melakukan segala sesuatunya secara mandiri. Pembelajaran dilakukan secara nyata dengan mempraktekannya.

Berdasarkan uraian diatas peneliti mengambil judul “Efektifitas Metode Montessori dalam Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik tentang Materi Pecahan pada Kelas V MI Al-Huda Joho 2 Kalidawir Tulungagung Tahun Pelajaran 2010/2011”.

Peneliti menjadikan lembaga MI Al-Huda Joho 2 Kalidawir Tulungagung sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan: Pertama; peneliti adalah salah satu guru lembaga tersebut, sehingga tahu betul masalah-masalah yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran, kedua; prestasi peserta didik pada mata pelajaran matematika di lembaga tersebut ternyata masih dibawah standar KKM, yaitu 60, ketiga, peneliti mengetahui bahwa dalam proses pembelajaran, cenderung diam dan kurang memperhatikan penjelasan guru, sehingga kelas tidak bisa konsentrasi dan aktif, dan hal ini menjadi inisiatif bagi peneliti untuk merupa model pembelajaran kelas.






[1] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet III, 2003), 3
[2] Ibid. 7.
[3] Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Malang: UNM, 2001), 98
[4] Ibid., 3
Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

 

Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan