BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah telah mempercepat pencanangan Millenium Development Goals, yang
semua dicanangkan tahun 2020 dipercepat menjadi 2015. Millenium Development
Goals adalah era pasar bebas atau era globalisasi sebagai era persaingan mutu dan
kualitas, siapa yang berkualitas dialah yang akan maju dan mampu mempertahankan
eksistensinya.[1] Sistem pendidikan nasional
senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang
terjadi baik di tingkat lokal, Nasional, maupun Global, saat ini dalam
perkembangannya pemerintah menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dalam menunjang Pendidikan yang ada di Indonesia :
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (BAB I
pasal 1) disebut bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual Keagamaan, pengendalian diri,
Kepribaian, Akhlak Mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
Bangsa dan Negara.[2]
Fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat
dari kebodohan dan ketertinggalan. Dengan modal ilmu pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh seseorang melalui proses pendidikan, ia mampu
mengatasi berbagai problema kehidupan yang dihadapinya.
Produk yang ingin dihasilkan
melalui proses pendidikan adalah output yang memiliki kemampuan melaksanakan
perannya dimasa yang akan datang. Hal ini akan dapat terwujud jika dilakukan
melalui proses pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui (1) bimbingan
yaitu pemberian bantuan, arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa
mampu mengatasi, memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri, (2)
pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam
proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dan peserta didik, (3)
pelatihan yaitu sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan
ketrampilan tertentu.[3]
Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan
pembelajaran khususnya pada jenis pendidikan formal (persekolahan). Perubahan
tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pembelajaran disekolah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) menghendaki suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari
tentang konsep suatu teori yang didasarkan pada fakta, tapi juga aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga guru harus bijaksana dalam menentukan suatu
model yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Proses belajar dapat berjalan
efektif bila seluruh komponen yang berpengaruh didalamnya saling mendukung
dalam rangka mencapai tujuan.[4]
Berdasarkan diagnosis theoris dan sociogenic theorics menunjukkan bahwa
seseorang melakukan aktivitas karena didorong oleh adanya faktor-faktor
kebutuhan biologis, insting, serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia.[5]
sehingga dalam hubungannya kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa
melakukan aktivitas belajar, dalam hal ini peran guru sangat penting bagaimana
melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak
didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik.
Kemajuan Negara-negara maju, hingga
sekarang menjadi dominan ternyata 60% - 80% menggantungkan kepada Matematika.[6]
Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir, karena
matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam
menghadapi kemajuan IPTEK sehingga Matematika perlu dibekalkan kepada setiap
peserta didik sejak SD, bahkan sejak TK sampai Perguruan Tinggi.
Ciri-ciri penting yang dimiliki
Matematika yaitu mmiliki obyek yang abstrak dan memiliki pola pikir deduktif
dan konsisten dengan tujuan mempersiapkan siswa agar (I) sanggup menghadapi
perubahan keadaan dalam kehidupan dan dunia yang berkembang, melalui latihan
atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan
efisien, (ii) dapat menggunakan Matematika dan pola pikir Matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai Ilmu Pengetahuan.[7]
Pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi
atau jabatan tertentu, akan tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu masalah pokok dalam
pembelajaran matematika pada pendidikan formal dihadapkan pada masalah
pembelajaran itu sendiri, pembelajaran masih belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan
menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan sehingga banyak
pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya karena penggunaan metode menurut
kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan siswa, fasilitas serta situasi kelas.[8]
Metode pembelajaran yang kurang berkualitas dan minimnya metode guru dalam
mengajar akan menyebabkan hasil belajar siswa menurun karena pembelajaran pada
masa dahulu masih diterapkan misalnya kebiasaan pembelajaran satu arah (one-way-traffick) yaitu sistem
pengajaran dari guru ke siswa.[9]
Sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang secara
optimal.
Kurangnya kesempatan peserta didik dalam proses belajar salah satu
penyebabnya adalah metode dan pendekatan yang dikuasai guru belum beranjak dari
pola tradisional, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru yang mana
pengajaran matematika yang berpusat pada guru mengakibatkan siswa hanya bekerja
secara prosedural dan memahami matematia tanpa penalaran siswa cenderung
menggunakan data yang ada tanpa memperhatikan konteks masalahnya, disini
pembelajaran yang mana siswa dianggap sebagai Klise orang dewasa dan belajar
hanya sekedar pemindahan atau transfer pengetahuan dari guru ke siswa merupakan
pandangan behavioristik.
Pada pembelajaran tradisional siswa
tidak diajarkan strategi belajar yaitu dapat memahami bagaimana belajar,
berfikir dan memotivasi diri sendiri. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu
strategi belajar yang dapat membantu siswa untuk memahami materi ajar dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya lahirlah pandangan
konstruktivis yaitu (1) Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru, (2)
Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar, (3) Strategi
belajar yang digunakan menentukan proses dalam lingkungan, (4) Belajar pada
hakikatnya memiliki aspek sosial dan budaya (5) Kerja kelompok dianggap sangat
berharga.[10] Pada teori kontruktivis
menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri sehingga
strategi kontruktivis sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa.
Disini peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip
bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh
kegiatan di kelas.
Tugas guru secara umum dalam
pandangan konstruktivis adalah memfasilitasi proses belajar dengan (1)
menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan
siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan siswa agar
menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.[11]
Jadi sangat penting bahwa pelajar dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam
cara belajar yang cocok dan juga penting bahwa pengajar menciptakan
bermacam-macam situasi dan metode yang membantu pelajar.
Tujuan pembelajaran berdasarkan
pandangan konstruktivis adalah menekankan pada penciptaan pemahaman yang
menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata.[12]
Berdasarkan filsafat konstruktivisme ini banyak muncul model-model pembelajaran
yang berorientasi dengan pembelajaran konstruktivis seperti pembelajaran
berbasis masalah.
Strategi belajar mengajar dalam
matematika terdapat tiga bagian yang berbeda yaitu strategi mengenai bagaimana
siswa mempelajari konsep-konsep dan menyelesaikan soal matematika, bagaimana
guru menggunakan pendekatan matematikanya dan bagaimana guru menyajikan
pengajarannya[13] sehingga dalam proses
belajar matematika baik siswa maupun guru harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan sebagai pengetahuan prasyarat dan perkembangan mentalnya harus sudah
cocok.
Banyak kritik yang ditujukan pada
cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi /
konsep belaka. Tidak dapat disangkal bahwa konsep merupakan suatu hal yang
sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri tetapi terletak
pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subyek didik, pentingnya pemahaman
konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi, sikap, keputusan dan
cara-cara memecahkan masalah. Kenyataan dilapangan siswa hanya menghafal konsep
dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam
kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki.
Persoalan sekarang adalah bagaimana
menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan
sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut dan bagaimana
guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka
wawasan berfikir yang beragam dari seluruh siswa sehingga dapat mempelajari
berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata.
Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar guru hendaknya memilih dan menggunakan pendekatan yang
melibatkan siswa aktif belajar secara fisik maupun sosial, untuk itu dalam
proses pengajaran peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dan dialog yang secara garis besar menyajikan kepada siswa situasi
masalah yang autentik dan bermakna dapat memberikan kemudahan kepada mereka
untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Pola pembelajaran seperti itu dalam
pembelajaran matematika di kenal dengan pendekatan pembelajaran berbasis
masalah.[14]
Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang
menggunakan masalah-masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah dan untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep-konsep esensial.[15]
Sehingga model pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik
yaitu penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan nyata.
Tahapan-tahapan pembelajaran
berbasis maslah adalah (1) Orientasi siswa pada masalah, (2) Mengorganisasi
siswa untuk belajar, (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok,
(4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) Menganalisis dan mengevaluasi
pemecahan masalah.[16]
Salah satu topik dalam pembelajaran
matematika adalah bangun ruang sisi datar (kubus dan balok), konsep bangun
ruang sisi datar (kubus dan balok) merupakan pengetahuan dasar yang
penerapannya banyak dijumpai dalam kegiatan sehari-hari.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar