Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII MTs Wahid Hasyim (PMT-45)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Memasuki era globalisasi di abad XXI diperlukan suatu paradigma baru dalam sistem pendidikan dunia, karena pendidikan merupakan bidang pembangunan yang sangat esensial bagi keberlangsungan dan keunggulan suatu bangsa dan pendidikan sebagai upaya yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia  serta kunci keberhasilan pembangunan bangsa juga terletak pada kualitas sumber daya manusia.[1] Salah satunya dengan mempelajari matematika. Karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.[2] Saat ini matematika disadari semakin mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Hal ini dipertegas oleh B.J. Habiebie dalam rapat koordinasi nasional riset dan teknologi ke VII di Jakarta, 12 Februari 1990:
Bahwa dewasa ini tidak ada displin ilmu pengetahuan yang tidak menggunakan cara berfikir analitis, matematis dan numerik. Kenyataannya ini menunjukkan bahwa penguasaan bahwa penguasaan materi matematika oleh siswa menjadi keharusan yang tidak bisa ditawar lagi, terutama di dalam penataan nalar dan pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif.[3]

Oleh karena itu untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa depan diperlukan matematika yang kuat sejak dini, salah satunya dengan meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika.
Dalam hal ini pemerintah Indonesia, khususnya Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika. Baik melalui penyempurnaan kurikulum, pemenuhan fasilitas pembelajaran, maupun peningkatan kualitas dan kuantitas guru matematika. Namun ternyata prestasi bangsa indonesia diajang internasional mash kurang memuaskan. Sebagai mana dikutip dalam Kompas 2 Mei 2003  oleh Anwar “bahwa hasil dari studi the international mathematics and science study-repeat (TIMSS-R 1999) melaporkan bahwa siswa SLTP Indonesia menempati peringkat ke 4 dari 30 negara yang surve di Asia, Australia, dan Afrika”.4 Sedang dalam international mathematical olympiad (IMO) yang merupakan ajang sebagai alat ukur keberhasilan pendidikan matematika, yang dilaksanakan di Jepang tahun 2003 perwakilan Indonesia hanya berhasil memperoleh 2 perunggu.5 Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pemahaman matematika siswa Indonesia masih rendah.

Persepsi siswa bahwa pelajararan matematika merupakan pelajaran yang sulit, kurang menyenangkan dan hanya sebagian siswa tertentu yang bisa menguasai. Hal ini sedikit banyak telah menjadi pendorong bagi kurang berhasilnya pendidikan matematika. Sebagaimana dikutip dalam majalah fasilitator, “bahwa diantara mereka ada yang mengalami mathematis anziety, mereka begitu cemas, khawatir dan bahkan takut menghadapi pelajaran matematika, dikelas kurang memperhatikan pelajaran dan kurang berminat belajar matematika, sehingga mengakibatkan menurunnya prestasi belajar matematika”.6 Hal itu juga dirasakan siswa-siswa MTs Wahid Hasim Stinggil Wonodadi Blitar kelas VIII, berdasarkan hasil wawancara dalam studi pendahuluan dengan guru matematika di MTs tersebut bahwa rendahnya prestasi belajar yang salah satu penyebabnya adanya kesan negatif terhadap pelajaran matematika. Mereka mengatakan pelajaran matematika sangat sulit dan membosankan karena terus menerus menghitung. Terutama dalam hal kaitannya dengan geometri. Temuan Soedjadi menunjukkan bahwa unit geometri (bagian dari matematika sekolah) tampak merupakan unit dari pelajaran matematika yang tergolong sulit, antara lain terlihat bahwa murid sukar menentukan apakah suatu sudut siku-siku/tidak, sukar mengenali dan memahami bangun-bangun geometri, terutama bangun ruang serta unsur-unsurnya.7
Disanalah tantangan bagi guru matematika yaitu dengan memperbaiki persepsi siswa dengan jalan merancang dan melaksanakan model pembelajaran yang memberikan nuansa menyenangkan (tidak menakutkan) serta dapat memotivasi siswa agar matematika benar-benar bisa tertanam pada diri anak yaitu dengan pembelajaran kooperatif. Menurut Salvin 1997 (dalam Ibrahim) dewasa ini pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran motivasional yang diyakini mampu meningkatkan motivasi maupun prestasi belajar siswa secara emosional dan sosial dalam belajar. Dengan interaksi kooperatif akan memungkinkan siswa menjadi sumber belajar bagi sesamanya, dan siswa akan merasa lebih mudah belajar dari guru serta dapat mengoptimal pencapaian tujuan belajar.8 Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah TGT (Team-Games-Tournaments). TGT mempunyai karakteristik yaitu (1) Tahap awal, kegiatan yang dilakukan adalah memberikan motivasi kepada siswa melalui materi prasyarat yang telah dipelajari siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, model pembelajaran, dan membentuk kelompok belajar siswa, yang terdiri dari 4-5 orang yang heterogen (2) Tahap inti, kegiatan yang dilakukan siswa adalah berdiskusi dalam kelompok kemudian presentasi sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator, (3) Tahap akhir siswa yang berkemampuan turnamen dan bertanding antar anggota dalam satu meja turnamen.
Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap



Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan