Dalam menghadapi krisis finansial yang terjadi
sekarang ini, sebuah perusahaan ataupun lembaga usaha baik milik pemerintah
maupun swasta dituntut untuk lebih memaksimalkan kinerjanya dalam berbagai hal
terutama dalam hal memperoleh laba karena pada umumnya suatu perusahaan
didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan yang semaksimal
mungkin demi menjamin kelangsungan hidup perusahaan tersebut agar tetap
bertahan sampai masa yang akan datang.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sangat diperlukan adanya kerjasama yang baik
antara manajer bersama para karyawannya dalam memanfaatkan dan mengelola
sumber-sumber dana yang ada dalam lingkungan perusahaan tersebut secara efisien
dan efektif.
Besarnya jumlah laba yang dicapai oleh suatu perusahaan bukanlah merupakan suatu jaminan atau ukuran bahwa suatu perusahaan tersebut telah memanfaatkan sumber dana yang ada secara efektif, melainkan masih ada faktor lain yang ikut mempengaruhi. Faktor lain tersebut adalah perbandingan antara laba yang diperoleh dengan jumlah seluiruh modal yang digunakan untuk meghasilkan laba tersebut yang dinamakan dengan rentabilitas. Dengan demikian, yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah tidak hanya bagaimana usaha untuk memperbesar laba, tetapi yang lebih penting adalah usaha untuk mempertinggi rentabilitasnya. Oleh sebab itu, perusahaan lebih berusaha untuk mendapatkan titik rentabilitas maksimal daripada laba maksimal
Besarnya jumlah laba yang dicapai oleh suatu perusahaan bukanlah merupakan suatu jaminan atau ukuran bahwa suatu perusahaan tersebut telah memanfaatkan sumber dana yang ada secara efektif, melainkan masih ada faktor lain yang ikut mempengaruhi. Faktor lain tersebut adalah perbandingan antara laba yang diperoleh dengan jumlah seluiruh modal yang digunakan untuk meghasilkan laba tersebut yang dinamakan dengan rentabilitas. Dengan demikian, yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah tidak hanya bagaimana usaha untuk memperbesar laba, tetapi yang lebih penting adalah usaha untuk mempertinggi rentabilitasnya. Oleh sebab itu, perusahaan lebih berusaha untuk mendapatkan titik rentabilitas maksimal daripada laba maksimal
Dalam menjalankan perusahaan, manajer perusahaan
tidak akan terlepas dari permodalan perusahaan yaitu pemenuhan modal kerja
maupun investasi. Apabila perusahaan telah mencapai posisi tertentu dapat
melakukan ekspansi atau perluasan usaha. Dalam melakukan ekspansi, suatu
perusahaan tidak akan terlepas dari kebutuhan akan modal. Pemenuhan kebutuhan
modal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan modal
sendiri yang terdiri dari saldo laba, modal dari pemegang saham dan dari sumber
lainnya yaitu modal pinjaman atau dapat pula diperoleh dengan mengkombinasikan
keduanya.
Modal kerja
merupakan masalah pokok dan topik penting yang sering kali dihadapi oleh
perusahaan, karena hampir semua perhatian untuk mengelola modal kerja dan
aktiva lancar yang merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva. Modal kerja
dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk membelanjai operasinya sehari-hari,
misalnya : untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membiayai upah
gaji pegawai, dan lain-lain, dimana uang atau dana yang dikeluarkan tersebut
diharapkan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu singkat
melalui hasil penjualan produksinya. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk
selalu meningkatkan efisiensi kerjanya sehingga dicapai tujuan yang diharapkan
oleh perusahaan yaitu mencapai laba yang optimal.
Pengelolaan modal kerja merupakan hal yang
sangat penting dalam perusahaan, karena meliputi pengambilan keputusan mengenai
jumlah dan komposisi aktiva lancar dan bagaimana membiayai aktiva ini.
Perusahaan yang tidak dapat memperhitungkan tingkat modal kerja yang memuaskan,
maka perusahaan kemungkinan mengalami insolvency (tak mampu memenuhi
kewajiban jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa harus dilikuidasi. Aktiva
lancar harus cukup besar untuk dapat menutup hutang lancar sedemikian rupa,
sehingga menggambarkan adanya tingkat keamanan (margin safety) yang
memuaskan. Sementara itu, jika perusahaan menetapkan modal kerja yang berlebih
akan menyebabkan perusahaan overlikuid sehingga menimbulkan dana menganggur
yang akan mengakibatkan inefisiensi perusahaan, dan membuang kesempatan
memperoleh laba.
Dalam penentuan
kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan dihadapkan pada masalah adanya
pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan rentabilitas (Van
Horne,1997: 217). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam
jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan
untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada
menurunnya rentabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan tingkat
rentabilitas, kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan.
Makin tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur.
Oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat
membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Di lain pihak ditinjau dari segi
sudut pemegang saham, likuiditas yang tinggi tak selalu menguntungkan karena
berpeluang menimbulkan dana-dana yang menganggur yang sebenarnya dapat
digunakan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang menguntungkan perusahaan
(Tunggal,1995 : 157). Keseimbangan antara likuiditas dan rentabilitas senantiasa
harus diperhatikan. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya yang akan segera jatuh tempo, sedangkan rentabilitas merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Jadi, jika perusahaan terlalu
likuid, artinya banyak modal yang tersimpan dalam bentuk kas, hal ini
menimbulkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh laba apabila kas tersebut
ditanamkan. Namun sebaliknya perusahaan juga tidak boleh menanamkan seluruh
uang yang dimiliki dalam usaha, sehingga ketika diperlukan dana cair mengalami
kesulitan.
Kas merupakan
aktiva yang paling likuid atau merupakan salah satu yang paling tinggi
likuiditasnya, berarti semakin besar jumlah kas yang dimiliki oleh suatu
perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat likuiditasnya. Tetapi suatu
perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi karena adanya kas dalam
jumlah yang besar berarti tingkat perputaran kas tersebut rendah dan
mencerminkan adanya overinvestment dalam kas dan berarti pula bahwa perusahaan
kurang efektif dalam mengelola kas. Jumlah kas yang relatif kecil akan
diperoleh tingkat perputaran kas yang tinggi dan keuntungan yang diperoleh akan
lebih besar, tetapi perusahaan yang hanya mengejar keuntungan (rentabilitas)
tanpa memperhatikan likuiditas pada akhirnya perusahan tersebut akan masuk
dalam keadaan “illikuid“ apabila sewaktu-waktu ada tagihan.
Penilaian
kinerja keuangan umumnya menggunakan analisa rentabilitas. Rentabilitas suatu
perusahaan merupakan perbandingan Rentabilitas
dapat dicapai jika tingkat efisiensi dalam perusahaan dapat diwujudkan yaitu
dengan menggunakan sumber modal yang ada secara optimal begitupun dengan
tingkat likuiditas yang dicapai perusahaan. Tingkat rentabilitas sangat penting
bagi PT Semen Bosowa Maros karena rentabilitas dapat mencerminkan kemampuan
modal suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi tingkat rentabilitas suatu
perusahaan berarti semakin tinggi pula tingkat efisiensi penggunaan modalnya.
PT Semen Bosowa
Maros sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan dan produksi semen membutuhkan
metode pendanaan dan pengelolaan dana keuangan yang efektif. Pengelolaan dana
yang dimaksud adalah pengelolaan yang wajib mempertimbangkan tingkat keamanan,
tingkat hasil, dan tingkat rentabilitas yang sesuai dengan kewajiban yang harus
dipenuhi. Analisis modal kerja dan likuiditas terhadap rentabilitas pada PT
Semen Bosowa Maros bertujuan untuk mengetahui bagaimana perusahaan tersebut
menggunakan modal yang ada serta tingkat likuiditas yang dicapai sehingga berpengaruh terhadap laba yang
diperoleh . Untuk mencapai hal tersebut, perlu adanya perencanaan yang
sistematis dalam penggunaan modal
Berikut adalah
gambaran tentang modal kerja, likuiditas
dan rentabilitas pada PT Semen Bosowa Maros Periode 2005 – 2009.
Tabel 1.1
PT Semen Bosowa Maros
Modal Kerja, Likuiditas dan Rentabilitas
Periode 2005-2009
( dalam rupiah )
Tahun
|
Aktiva Lancar
|
Hutang Lancar
|
Modal Kerja (Aktiva Lncar-Hutang Lancar)
|
Current Ratio
|
Laba Bersih Setelah Pajak
|
Total Aktiva
|
ROA
|
2005
|
196,602,891,521
|
174,222,345,734
|
22,380,545,787
|
112.85%
|
(76,266,768,279)
|
1,246,911,401,975
|
-6.12%
|
2006
|
205,716,729,051
|
224,922,193,615
|
(19,205,464,564)
|
91.46%
|
(51,433,374,777)
|
1,212,216,644,721
|
-4.24%
|
2007
|
340,931,935,006
|
371,622,472,516
|
(30,690,537,510)
|
91.74%
|
(58,595,299,124)
|
1,253,197,873,979
|
-4.68%
|
2008
|
276,767,886,115
|
160,355,559,940
|
116,412,326,175
|
172.60%
|
(61,992,545,901)
|
1,126,505,022,480
|
-5.50%
|
2009
|
303,306,729,866
|
211,751,326,640
|
91,555,403,226
|
143.24%
|
(3,778,336,985)
|
1,111,940,982,587
|
-0.34%
|
Sumber: Laporan Keuangan PT Semen Bosowa Maros
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa hasil
perhitungan modal kerja selama 5 tahun mengalami fluktuasi. Dapat dilihat pada
tahun 2005 modal kerja sebesar Rp 22,380,545,787 dan
mengalami penurunan dan terjadi kerugian modal kerja pada tahun 2006 yaitu
senilai Rp 19,205,464,564. Begitupun pada
tahun 2007 masih mengalami kerugian modal kerja yaitu sebesar Rp 30,690,537,510. Namun dapat dilihat pada tahun 2008
perusahaan telah mampu menutupi kekurangan / kerugian modal kerjanya sehingga nilainya menjadi Rp
116,412,326,175 dan pada tahun 2009 menurun menjadi Rp 91,555,403,226.
Tingkat likuiditas perusahaan dapat dilihat pada
perhitungan current ratio dari tahun 2005 sampai tahun 2009 current ratio
tetinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu senilai 172.60 % artinya perusahaan mampun menutupi hutang
jangka pendeknya pada tahun ini dan
terendah pada tahun 2006 yaitu senilai 91.46%
yang berarti perusahaan dalam keadaan belum mampu menutupi segala
kewajiban jangka pendeknya d atas aktiva lancar.
Sedangkan perubahan rentabilitas
yang dinyatakan dalam Return On Assets ( ROA) dapat dilihat pada tabel di atas bahwa
perubahan rentabilitas juga
berfluktuasi. Namun, selama 5 tahun nilai rentabilitas yang dicapai
menunjukkan adanya kerugian yang disebabkan karena selama 5 tahun ini
perusahaan mengalami kerugian dalam memperoleh laba.
Berdasarkan
perhitungan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bebrapa periode jumlah
modal kerja dan rentabilitas berbanding terbalik, apabila jumlah modal kerja
tinggi, tingkat rentabilitas menurun dan apabila jumlah modal kerja menurun,
rentabilitas meningkat. Begitupun dengan tingkat likuiditas yang tidak sejalan
dengan perkembangan rentabilitas. Kenyataan
tersebut menyimpang dari teori yang ada, dimana secara teori apabila perusahaan
memiliki tingkat modal kerja yang tinggi maka tingkat rentabilitasnya juga
tinggi.. Begitupun hubungannya dengan tingkat likuiditas yang diperoleh
perusahaan yang memiliki pengaruh terhadap tingkat rentabilitas.
Oleh karena itu, perlu
penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan modal kerja di dalam memperoleh
laba serta tingkat likuiditasyang diperoleh ditinjau dari tingkat rentabilitas
yang dicapai perusahaan.
Berdasarkan pada latar
belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, sehinnga penulis mengajukan
judul skripsi:
“Analisis Pengaruh Modal Kerja dan Likuiditas Terhadap
Rentabilitas Pada PT Semen Bosowa Maros”.
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar