Indonesia
adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota
masyarakat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam setiap perumusan kebijakan
publik. Bentuk dari adanya keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan
tersebut dapat dilakukan dengan cara rakyat menentukan sendiri wakil-wakilnya
yang dipercaya untuk menyalurkan aspirasi rakyat dalam pemerintahan melalui
pemilihan umum (pemilu).
Keterlibatan
Rakyat dalam perumusan kebijakan dapat direalisasikan melalui wakil-wakilnya di
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk di tingkat Pusat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Oleh karena itulah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai
hak-hak yaitu hak interpelasi, hak menyatakan pendapat, hak bertanya, hak
budget, dan hak angket. Dimana hak interpelasi adalah hak untuk meminta
keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis
serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Sedangkan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan suatu Undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
hal penting strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat berbangsa
dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas
tindak lanjut pelaksanaan interpelasi dan hak angket, kebijakan pemerintah atau
mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air dan dunia internasional.
Salah satu
dalam melaksanakan fungsinya, baik DPR maupun DPRD yang mempunyai hak-hak
diantaranya hak anggaran. Melihat pada beratnya tugas dalam melaksanakan fungsi
legislatif, DPR dan DPRD harus benar-benar mampu berperan dalam menggunakan
hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas secara proporsional. Hal tersebut
hanya dapat terlaksana dengan baik apabila setiap anggota legislatif ini bukan
saja piawai dalam berpolitik, melainkan juga menguasai pengetahuan yang cukup
dalam hal konsepsi dan teknis penyelenggaraan pemerintahan, mekanisme kerja
kelegislatifan, kebijakan publik, teknis pengawasan, penyusunan anggaran dan
sebagainya.
Karakteristik
anggota DPRD Sulsel dapat dilihat dari peran dan tugasnya dalam menjalankan
fungsi legislasi, pengawasan dan budgeting, karena hal tersebut akan menjadi
tolok ukur kemampuan mereka dalam mewakili rakyat Sulawesi Selatan. Kemampuan
itu terkait sangat penting dimiliki untuk membawa aspirasi dan kepentingan
masyarakat yang diwakilinya.
Kemudian
hak DPRD ditingkat daerah, khususnya pada daerah, di Kabupaten Pinrang yang
salah satunya adalah yang berkaitan dengan fungsi anggaran DPRD. Ruang lingkup
kewenangan DPRD dalam pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan fungsi
kebijakan fiskal yang terdiri dari alokasi, distribusi dan stabilisasi serta
fungsi manajemen dimana APBD menjadi pedoman kerja, alat kontrol masyarakat dan
sekaligus sebagai alat ukur kinerja pemerintah daerah.
Berdasarkan
fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan fungsi DPRD di Kabupaten Pinrang
menunjukkan bahwa fungsi atau peran DPRD tidak seperti yang diharapkan. Banyak
faktor yang melemahkan kedudukan DPRD sehingga lembaga legislatif ini tidak
sepenuhnya dapat menjalankan fungsinya. Hal ini disebabkan karena kedudukan,
fungsi dan hak-hak yang melekat pada DPRD secara formal telah menempatkan
lembaga legislatif tersebut sebagai institusi penting dalam mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan, yaitu menjalankan tugas-tugas di bidang legislatif.
Sebagai badan perwakilan, DPRD berkewajiban menampung aspirasi rakyat dan
memajukan kesejahteraan rakyat. Kedudukan ini memberi beban kepada DPRD untuk
memelihara keseimbangan dan keserasian hubungan antara kepentingan pemerintah
dengan kepentingan rakyat yang diwakilinya.
Fungsi
DPRD yang salah satunya adalah fungsi anggaran yang dilaksanakan oleh
legislator daerah secara efisien dan efektif, maka dapat dipastikan tidak akan
terjadi defisit antara penerimaan daerah dengan pengeluaran daerah dalam
penyusunan RAPBD yang dapat ditetapkan menjadi APBD. Hal yang demikian dapat
dihindarkan dengan mengefektifkan fungsi alokasi anggaran sesuai dengan skala
prioritas. Dengan demikian maka dapatlah dikatakan bahwa fungsi dan paran DPRD
sangat berperan terhadap efektivitas dalam penyusunan APBD khususnya pada
Daerah Tingkat II di Kabupaten Pinrang. Namun fenomena yang terjadi adalah karena
sebagian legislator daerah yang terpilih dalam Pemilu 2009 belum menguasai
pentingnya fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi dalam penyusunan dan
penetapan APBD, sehingga kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya defisit
anggaran yang hampir menimpa semua daerah dewasa ini belum akurat. Sehingga
anggota DPRD harus diberikan pembekalan yang cukup dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya khususnya dalam penyusunan APBD.
Selain itu
diperlukan transparansi antara pihak eksekutif di daerah yang mengusulkan RAPBD
dengan pihak legislative atau DPRD, sehingga implementasi fungsi alokasi, anggaran
dapat mempertemukan ranah kewenangan antara DPRD dengan pemerintah daerah, agar
tidak menimbulkan dampak negatif terhadap akuntabilitas penganggaran daerah.
Pemerintah
daerah setiap tahun anggaran mengajukan RAPBD kepada DPRD yang berisi semua
usulan program dan kegiatan berdasarkan usulan masing-masing satuan kerja.
Usulan itu disertai dengan alokasi anggaran yang dibutuhkan. DPRD pada dasarnya
mempunyai cukup waktu untuk mengkaji dan mempertimbangkan secara matang
terhadap usulan tersebut. Beberapa persoalan yang sering muncul dan berakibat
moral hozards (yang terjadi karena memang sudah ada maksud-maksud tertentu yang
kurang baik).
Kondisi
yang demikian itu tidak boleh terjadi sehingga diperlukan sikap jujur dan
transparansi yang dilandasi prinsip niat baik dari kedua belah pihak, yakni
DPRD dan pemda untuk melaksanakan amanat rakyat. RAPBD yang diusulkan perlu
dibahas dan disahkan menjadi APBD harus benar-benar selaras dengan aspirasi
masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar semua usulan kegiatan tidak melebihi kemampuan
penerimaan yang dapat dicapai, agar tidak terjadi defisit anggaran, sambil
memperhatikan fungsi alokasi anggaran, distribusi anggaran, dan stabilisasi
anggaran.
Dari pihak
pengusul APBD yaitu eksekutif atau pemda terkadang RAPBD yang disampaikan sangat
terlambat diterima DPRD, sehingga legislator daerah mengalami kesulitan untuk
menilai dan mengkritisi semua usulan pemda. Banyaknya usulan sangat tidak
mungkin dicermati satu persatu dalam waktu yang terbatas. Diperparah dengan
RAPBD yang diusulkan menggunakan acuan “minimal dalam penerimaan dan maksimal
dalam pengeluaran”. Akibatnya potensi penerimaan tidak tergali dengan baik,
sebab jumlah penerimaan dibuat under target, sementara alokasi belanja disusun
penuh dengan nilai mark up.
Persoalan
yang muncul dari DPRD selaku lembaga yang harus menyetujui RAPBD menjadi APBD,
banyak pengguna anggaran dari satuan kerja pengusul anggaran dari pemda yang
mencoba langsung melakukan pendekatan kepada DPRD agar usulannya diloloskan.
Akibatnya system dan mekanisme kerja rusak. Sementara pihak DPRD banyak muncul
kepetingan pribadi dan golongan yang dijadikan dasar mengambil keputusan,
sehingga sistem dan mekanisme terjadi pengrusakan dan pembusukan. Banyak usulan
kegiatan yang muncul dadakan berasal dari belakang meja DPRD, tidak melalui
satuan kerja sesuai peraturan.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis ingin membahas penelitian ini lebih jauh dengan
memilih judul : “Pelaksanaan Fungsi Anggaran
di DPRD Kabupaten Pinrang Tahun 2011.”
Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar